2 Soon—bagian dua.

jayhoon very short au.


Senja di Sore hari.

setahun bukanlah waktu sebentar untuk jongseong tunggu presensi yang lebih muda kembali pada hidupnya, tebarkan aroma semerbak wewangian yang buat dadanya gemuruh tak karuan.

salahnya karna buat di cantik marah dan berbalik tinggalkan dirinya sendiri dengan bayang-bayang karma yang ia terima. salahnya karena anggap yang lebih muda hanyalah bayangan dari mantan pacarnya, salahnya—semua ini salahnya.

“jay, gue rasa kita bakalan nyampe sore atau malem kalo jalanan enggak lagi macet.” heeseung suarakan pendapatnya agar yang duduk di sampingnya buyar dalam lamunannya.

heeseung tawarkan dirinya untuk mengemudi kali ini, biarkan tubuh lelahnya sehabis gempuran persiapan skripsi makin lelah. dirinya masih waras ketika melihat kekasih dan temannya berebut untuk mengemudi dalam kondisi yang senang sekaligus panik.

“sayang, aku ngantuk. nanti kalo sampe bisa bangunin?” jake posisikan tubuhnya untuk menyandar dan pejamkan mata ketika sudah mendapat persetujuan dari yang lebih tua.

“seung, sunghoon gimana keadaannya ya? brengsek banget gue kayaknya.”

heeseung tak menanggapi dan lebih memilih untuk fokus pada jalanan yang semakin menggelap, pertanda bahwa malam akan tiba.


heeseung parkirkan mobil bmw hitam itu dipekarangan villa megah milik keluarga sunghoon. heeseung lirik jake dan jongseong yang terlelap, mungkin heeseung akan bangunkan jika jongseong dan jake sudah cukup tidur selama seminggu ini. namun, kantong mata yang muncul semakin jelas di wajah kedua orang itu cukup menjadi alasan buat heeseung tidak bangunkan keduanya.

dirinya memilih turun dan bunyikan bel beberapa kali, hingga wanita cantik dengan dress panjang berwarna putih keluar dengan rambut yang disanggul. ibunda sunghoon tersenyum ketika lihat presensi heeseung.

“selamat malam tante, maaf mengganggu waktu istirahatnya. perkenalkan nama saya heeseung, kakak tingkat sunghoon selama kuliah di bandung.” heeseung bungkukan tubuhnya sebagai salam penghormatan.

namira tersenyum dan mengelus rahang heeseung, “malam nak, kamu kesini karna diberitahu oleh nak jaemin kan? sunghoon ada di dalam, mari!”

“sebelumnya maaf tante, sebenarnya saya kesini tidak sendiri. disana masih ada dua oranh lagi, jake dan jongseong.” heeseung tunjuk mobilnya, mengarahkan namira untuk melihay kedua orang yang terlelap di sana.

“bangunkan saja dulu nak, suruh nak jake untuk tidur di kamar. sementara itu, biarkan jongseong menemui sunghoon di halaman belakang!”

heeseung hanya terdiam. seingatnya, jongseong tidak pernah bercerita bahwa ia telah bertemu dengan ibunda sunghoon selama setahun terakhir, lantas mengapa ibunda sunghoon mengenal temannya?

“sunghoon sering menyebut nama jongseong dalam tidurnya, tante bisa simpulkan bahwa dia sangat special untuk sunghoon.”

ah, tentu saja.


semilir angin malam menerpa surai legam sunghoon yang sudah panjang. dengan cardigan putih dan juga selendang senada, sunghoon terlihat sangat anggun dan juga menawan.

jongseong sudah berdiri di belakang sunghoon selama dua puluh menit, menatap punggung rapuh yang terbalut pakaian tebal itu dengan tatapan sendu.

“sunghoon, ini kakak.”

jongseong langkahkan kakinya untuk mendekat secara perlahan pada sunghoon yang tatapannya kosong, dengan duduk di sebuah kursi roda. jongseong samakan tingginya dengan sunghoon, genggam tangan pucat itu untuk ia kecup beberapa kali.

“hei. apa kabar?”

hening. sunghoon bahkan tidak alihkan pandangannya.

jongseong tersenyum, tangannya ia gunakan untuk merapihkan poni sunghoon yang menutupi matanya.

“kemana aja kamu selama ini? jangan ngumpet dari kakak lagi ya?”

“kakak nyari kamu selama ini sayang, kakak cari kamu sampe ke surabaya sama jake. dia mau minta maaf, kakak juga mau minta maaf sama kamu. dimaafin enggak?”

jongseong tatap kedua netra yang biasa penuh cahaya saat melihatnya itu kini malah meredup. kulit wajah yang semakin pucat, tubuh yang semakin mengecil buat jongseong tidak kuasa tahan tangisnya dalam diam.

“oh iya. kakak enam bulan lagi wisuda, kamu doain aja kakak skripsiannya lancar. doain heeseung juga soalnya dia udah persis kaya remaja jompo kurang tidur, dosen pembimbingnya rese katanya...”

“untung kakak dapet dosen pembimbing yang baik, kamu tahu kan ibu arum pengampu mata kuliah sosiologi? beliau yang bimbing kakak. nanti pas wisuda kamu datang kan? kakak pengen lihat wajah kamu waktu kakak keluar aula wisuda sambil bawa gelar....”

tak jauh dari tempat dirinya dan sunghoon berada, ada jake dan namira yang terharu. jake tahu bagaimana perjuangan jongseong untuk temukan sunghoon, jake juga tahu seberapa gilanya joengseong ketika dapati sunghoon mendadak hilang dari hidupnya.

“bunda sangat berterimakasih jake, maaf waktu itu bunda tidak beritahu keberadaan sunghoon pada kamu. saat itu bunda terlalu panik, sunghoon datang bersama jaemin dalam kondisi yang seperti sekarang. melamun dan banyak diam, seperti orang yang kehilangan jiwa.”

“pada saat ayahnya meninggal juga dia seperti ini, bahkan lebih parah. dengan adanya orang-orang tersayangnya bunda harap sunghoon mau untuk berbicara kembali.”

jake tidak banyak bicara, dirinya tatap kembali jay yang kini sudah dorong kursi roda sunghoon untuk mengelilingi taman belakang pada keadaan malam hari. dalam hatinya jake selalu berdoa untuk kebahagiaan keduanya.

sunghoon pantas untuk bahagia, jongseong juga.

semua orang berhak bahagia.