bunga tidur untuk si manis.
bxb—jayhoon, tw//kissing, if this au making you uncomfortable, then leave it.
narasinya 1566 word, bacanya pelan-pelan aja ya. nikmatin setiap alur yang aku tulis.
seoulkarta, 2022.
yang namanya marchelio tidak akan pernah bisa memaksa kehendaknya sendiri, marchelio atau akrab di panggil cio oleh orang terdekat memiliki hati yang begitu lembut dan tulus layaknya anak kecil.
cio yang telah memutuskan sambungan vidio call dengan kekasihnya kini mendesah kecewa, satu bulan sudah ia berjauhan dengan varo. hubungan keduanya sudah berjalan empat tahun lamanya, varo yang tadinya anak motor kini mencoba mengikuti jejak sang kakak menjadi seorang pilot utama.
pekerjaan yang mengharuskan keduanya terus berjauhan, bukan antar komplek, tapi kini keduanya harus berjauhan antar negara.
cio bergegas membersihkan dirinya dan tidur. ia juga lelah hari ini, karena telah mengikuti sebuah pertandingan di luar kota. ia butuh mengisi tenaga.
pukul 22.00, tanpa cio ketahui kekasihnya itu sebenarnya berbohong tentang kepulangannya yang di undur, ia hanya ingin menjahili cio dengan bekerja sama dengan bundanya cio.
“bunda, cionya udah tidur?”
“udah kayaknya, bunda gak denger suara dia lagi. soalnya tadi pas udah ngobrol sama kamu dia ngeluh terus, kedengeran tuh sampe ruang keluarga.”
varo terkekeh, ia bisa membayangkan wajah cio yang memerah karna kesal, serta halis yang selalu bertaut ketika mengoceh.
“ini varo terus ngumpet dikamar bunda atau boleh keluar aja?” tanya varo pada bunda cio.
varo sebenarnya sudah sampai tiga puluh menit sebelum cio terlelap, ia datang ketika cio tengah membersihkan badan.
“boleh, masuk ada ke kamarnya cio ya varo, bunda mau tidur dulu ah ngantuk.”
“iya bunda, good night.”
“pelan-pelan buka pintunya, sekalian kamu nginep disini aja. nanti bunda yang bilang mamah kamu!”
“ay ay captain!” seru varo sambil mengambil sikap hormat pada bunda cio yang dibalas pukulan pada lengannya.
“bisaan, yaudah sana samperin anak bundanya. cepet-cepet lamar, bunda mau nimang cucu.”
varo hanya cengengesan lalu berjalan keluar untuk menuju kamar cio yang letaknya di lantai dua.
varo berjalan perlahan ketika dirinya sudah sampai di depan pintu kamar cio, aroma parfum vanilla citrus menguar hingga keluar kamar, oh ayolah varo sudah tidak sabar ingin memeluk dan mencium kekasih manisnya itu.
wajar, sudah lama ia menahan rindu.
dengan perlahan, varo menarik knop pintu itu agar tidak menimbulkan suara yang dapat membuat cionya terbangun. ia bawa perlahan kakinya untuk mendekat ke arah ranjang yang kini ditempati oleh yang terkasih.
kamar cio lumayan gelap karena lampu utamanya dimatikan, tapi untungnya cio menyalakan lampu tidur sehingga varo bisa melihat sosok pujaan hati yang menutup mata, sosok manis yang kini sudah menyelam ke alam bawah sadar.
varo tersenyum ketika ia melihat foto cio dan dirinya di atas nakas sebelah kiri, ia alihkan pandangannya pada yang terkasih lagi karena sepertinya tidurnya tidak tenang.
“susususu....aku disini sayang, bobonya yang tenang sayang aku temenin.”
cio membalik tubuhnya pada varo, kedua alis cio kini mengkerut pertanda bahwa tidurnya tidak nyenyak. varo dengan sikap mengambil posisi terlentang di sebelah cio yang kini mulai menitikan air mata.
“cio...sayang, kok nangis tidurnya? aku disini sayang, varo disini.”
“k..kakak...hiks..”
“ini sayang, iya kakak disini.”
bukannya mereda, tangisan cio malah semakin terdengar menyedihkan. entah cio bermimpi apa dalam tidurnya, varo yang melihat hidung cio yang memerah tak tega.
maka dengan terpaksa ia bangunkan cio dengan menepuk pelan pipi gembil sang kekasih.
“cio..sayang bangun dulu yuk? sini cerita sama kakak kenapa nangisnya sesakit itu sayang..”
“hiks..k..kakak...ngga..”
“hey, bangun yuk sayang? kakak disini, jangan nangis sayang. bangun dulu!”
perlahan kedua mata bulat itu terbuka, betapa sakitnya hati varo ketika melihat kedua mata itu meredup. hanya ada genangan air mata disana, bintang-bintang yang selalu varo lihat dikedua mata cio kini tidak ia lihat lagi.
“sayang...bangun yuk? minum dulu ya?”
bukannya menjawab, cio malah memanyunkan bibirnya bersiap menangis lagi.
“KAKAK...HIKS...KA..KAK...” tangisnya pecah, suara nafas yang tersendat serta suhu tubuh yang sangat panas bisa varo rasakan ketika yang terkasih berhambur memeluknya.
“adek demam sayang, mau minum obat?”
cio menggeleng, ia malah beringsut untuk meminta pangku pada yang lebih tua.
“gendong...” cicitnya.
“sini, kakak pangku aja ya?” maka dijawab anggukan kepala oleh yang muda.
sekitar dua puluh menit varo mencoba menenangkan cio yang masih menangis, tidak tahu kenapa tapi malam ini cio begitu rewel.
“sayang, hey...tiduran ya?”
“enggak, mau sama kakak.”
“iya ini juga sama kakak kan? kakak ngga kemana-mana sayang.”
cio menggeleng, ia kembali sembunyikan wajahnya pada leher yang lebih tua. tetap kekeuh pada posisinya, demi apapun varo sudah pegal, seluruh sandinya minta diistirahatkan.
“kakaknya capek cio, adeknya bobo ya?”
“enggak...”
“sebentar aja, kakaknya pegel sayang. ngga bakal ditinggal lagi kok, kakak mau mandi dulu.”
“ngga mau kakak...hiks..”
“kakaknya mau bersih-bersih dulu sayang, nanti tidur sama kamu kok.”
“enggak kakak engga, gamau euung...”
hilang sudah kesabaran varo, ia terpaksa menjatuhkan tubuh cio pada sisi ranjang sebelah kiri. varo langsung berdiri tegak, urat tangannya menonjol karena menahan emosi, tatapannya menajam.
cio yang terkejut langsung membulatkan matanya, wajahnya kembali sendu ketika melihat varonya menatap dengan amarah. dirinya takut, ia takut.
“gini ya, kakak baru pulang kerja. kakak capek, tolong kamu ngertiin kakak, kakak juga butuh istirahat cio. bukan kamu doang!”
cio menangis, ia tumpahkan seluruh air mata yang coba ia tahan ketika mendengar varo membentaknya.
“kamu tuh...bisa gak sih sehari jangan rewel, kakak juga capek sayang.”
“maaf...” cicit yang lebih muda.
cio beringsut untuk menggapai selimut tebal yang ada disebelah kirinya, tangannya gemetar karena ketakutan melihat varo yang memarahinya habis-habisnya.
bibirnya ia gigit dengan keras hingga berdarah, cio tidak ingin suara tangisannya keluar. ia baringkan tubuhnya menghadap samping, menghindari kontak mata langsung dengan varo.
sementara varo yang tersadar kini sudah kelabakan, ia kelepaskan. tidak seharusnya ia membentak dan memarahi cio, cio hanya ingin diperhatikan dan dimanja karena sudah lama tidak bertemu varo.
“sayang...” panggil varo yang tidak mendapat jawaban.
“maafin kakak sayang, kakak bentak kamu. takut sama kakak ya?” varo mencoba mendekat ke arah cio yang kini memeluk boneka singa pemberian varo untuknya.
“enggak..hiks. cionya yang nakal k..kakak.”
oh astaga, lihat apa yang kamu perbuat varo.
“sayang, liat sini dulu yuk. kakaknya mau ngomong!”
cio tidak memberi tanggapan, ia hanya terus memilin ujung kaki bonekanya itu sambil menangis dab menggigit bibir.
“marchelio, lihat sini.”
tersulut amarahnya lagi, dengan sedikit kasar varo balikan tubuh yang menyamping itu untuk menghadap ke arahnya.
“AAAKR KAKAK AMPUN, AMPUN..HIKS..AMPUN.”
“hey, hey look at me! kakak engga ngapa-ngapain kamu sayang.”
“k..kakak takut..”
“maaf sayang maaf, sini kakak gendong lagi.”
cio menurut, ia takut varo akan marah padanya lagi. dengan tangan yang masih bergetar, ia kalungkan pada leher yang lebih tua.
“takut ya sama kakak, galak kakaknya?”
“eungg..takut..”
“maaf ya sayang, kakaknya bentak kamu. pukul aja pukul kakaknya, berani-beraninya bikin adek nangis.”
cio mengangkat wajahnya dari ceruk leher yang lebih tua. gelengkan kepala atas apa yang baru saja varo katakan.
“enggak, kakak ngga salah. jangan dipukul.”
varo tersenyum ketika kedua mata itu akan kembali menangis, apalagi ditambah bibir yang mengerucut lucu. saat mata elang itu menatap bibir yang lebih muda, tangan kanan varo yang bebas refleks terangkat dan mengusap bibir cio.
“k...kakak sakit, jangan diusap.”
“kenapa berdarah sayang, jangan digigit. takut banget ya sama kakak?” cio mengangguk.
membuat perasaan bersalah didalam diri varo semakin berkali lipat.
“kakak obatin ya, pake betadin.”
“gamau kakak, perih..”
“tapi itu harus diobatin sayang.”
“cium..”
“hah?”
cio cemberut lagi, kedua matanya menitikan air mata.
“hey jangan nangis lagi dong sayang, mau kakak cium dimana emangnya?”
“disini..” tunjuknya pada bibir.
maka tanpa menunggu lama, varo dekatkan kepalanya pada yang lebih muda. menyesap benda kenyal yang memiliki rasa manis itu untuk ia kecap rasanya, tangan kanannya yang bebas menarik tenguk yang lebih muda untuk memperdalam ciuman.
membuat sebuah lenguhan nikmat dari yang lebih muda.
“mmph..k..kakak pelan, cio gak bisa..mph..nafas..”
varo turunkan bibirnya untuk menyesap kulit putih bak porselen milik cio, menyesap apa yang ia bisa sesap. meninggalkan jejak rona merah pada perpotongan tulang selangka dileher cio.
“k..kakak...”
cio menarik kepala varo untuk ia sesap kembali benda kenyal milik yang lebih tua. sesap dan lumat terus ia lakukan hingga yang lebih tua membawa tubuhnya untuk berbaring dan ia kukung, dinginnya angin malam kini tidak terasa karena kegiatan panas mereka.
cio yang sudah kehabisan nafas dan kewalahan juga terpaksa menarik kepala varo yang asik menyesap lehernya.
“kakak udah, capek.”
“tadi nantangin.”
“IHH NGGA, KAPAN?!”
“tadi yang cium kakak lagi siapa? bilangnya gak kuat, tapi kok ciumnya nuntut banget.”
tersipu, cio membenamkan wajahnya pada dada yang lebih tua. posisinya telah berubah, ia kini sudah diatas. entah kapan berubahnya.
“ish kakak diem...malu...”
varo tertawa, “kenapa malu, kan seminggu lagi mau tunangan.”
“ish diem ah kakak..”
“pipinya merah, lucu. coba sini kakak mau cium lagi.”
“ENGGAK, UDAH AH KATANYA TADI MAU MANDI...”
“lah, tadi dilarang pake segala nangis-nangis, mana nangisnya sakit banget.”
“ish kakak...”
varo terbahak ketika melihat cio yang menggulung dirinya di dalam selimut, ia arahkan telapak tangannya pada kening yang lebih muda. hendak mengecek suhu badan cio.
“udah turun demamnya, berarti harus ciuman ya kalo mau sembuh?”
lagi-lagi wajah cio merona bak tomat. ia kembali meringsut untuk memendam dirinya di dalam selimut. varo tertawa ketika melihat tingkah kekasihnya.
“mirip ulat pohon pisang kamu dek.”
“ish gaboleh ledek, sana mandii..”
“iya iya ini kakak mandi, tapi dimaafin kan? udah gak marah?”
“enggak kakak, udah sana!”
“sini dulu, kakak cium dulu!”
“KAKAK!!”
“ampuun, ada singa ngamuk.”
varo berlari ke arah kamar mandi milik cio yang ada dikamarnya, sementara cio kini menurunkan selimut yang menghalangi pandangannya.
ketika dirasa aman, ia mengulurkan jemarinya untuk mengusap bibir cherrynya. tak lama ia malah tersenyum salah tingkah mengingat tindakannya tadi.
“AAAAA MALUUU....”
cio kembali memasukan kepalanya pada selimut, memendam teriakan karena perasaan bahagia yang datang tiba-tiba.
—end—
written by ©vivi.