Disappointed.
Nayaka bukanlah pribadi yang mudah mencintai, sekalinya nyaman dan menemukan tempat yang ia anggap bisa melindunginya, maka ia akan menetap lama. Dirinya sederhana, baginya perihal mencintai dan di cintai itu hal yang lumrah, yang sulit adalah menjaga kepercayaan.
Malam ini hujan melanda kota Bandung, maka Nayaka putuskan untuk keluar rumah dan menyambut rintik hujan yang mulai turun. Bahagia bisa ia dapatkan ketika menyentuh hujan, malam ini akan menjadi malam panjang ketika sebuah ide terlintas dibenaknya. Nayaka memesan taxi untuk ia tumpangi, berkeliling di saat hujan seperti ini sangatlah menyenangkan.
Ia menyalakan ipad yang menjadi alat untuk ia mendesain dan menggambar miliknya, Nayaka mulai goreskan beberapa garis pada layar ipad yang ia genggam. Menggambar kota Bandung saat di guyur hujan, tepat ketika ia akan mewarnai setiap detail kecil gambarnya, sang supir taxi mulai bersuara.
“Nak, ini sudah malam. Keluarga saya sedang menunggu di rumah, jika berkenan memberitahu nak ini mau kemana sebenarnya?”
“Oh maaf pak, sebenarnya saya cuman mau keliling kota saja. Kalo begitu turunin saya di cafe depan saja ya pak, ini ongkosnya. Kembaliannya ambil saja sebagai permintaan maaf saya karena membuat bapak pulang terlalu malam.”
Setelahnya Nayaka mulai berlari kecil untuk memasuki cafe yang masih buka pada malam hari, tidak ada salahnya menenangkan diri disini. Sebenarnya ia hanya ingin menghilangkan pikiran buruknya tentang Radit yang kini sudah jarang mengabari, apalagi ketika ia mendengar kabar bahwa pacarnya itu kembali berhubungan dengan sang mantan.
Nayaka tahu bagaimana Radit sangat antusias ketika menceritakan Nathalie padanya saat hubungan mereka baru menginjak bulan ketiga, mata Radit selalu saja berbinar ketika ia ucapkan nama Nathalie. Jujur saja, Nayaka sedikit cemburu. Maka ia putuskan untuk melupakan segala hal yang mengusik pikirannya malam ini, ia ingin tenang dan kerjaannya cepat beres juga.
“Mas, caramel latte satu ya.”
“Baik mas, silahkan tunggu sebentar.”
Setelah memesan, Nayaka berjalan ke arah tempat duduk yang pemandangannya mengarah langsung pada jalanan kota Bandung yang di landa hujan deras, ia mungkin bisa mendapat inspirasi untuk desain terbaru miliknya.
Tangan lentik itu mulai menggambar kembali, memuangkan segala imajinasi yang ada pada otaknya ke dalam sebuah layar putih kosong yang ada pada ipad miliknya. Kecintaannya terhadap dunia desain dan seni rupa membuat Nayaka bercita-cita menjadi desainer dan seniman terkenal.
Saat tengah fokus dengan kegiatannya. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan, Nayaka pikir itu adalah mas-mas yang mengantar minumannya, namun ketika ia mendongak, ia malah melihat seseorang yang tak asing baginya tengah berdiri dengan nampan lengkap dengan minuman yang ia pesan.
“Long time no see, Nay!”
“A Aga?!”