Hari ini rasanya Rumi ingin mengubur diri di dalam kubangan es batu, bagaimana tidak? cuaca pada siang ini sangat amat terik, untung ia memakai sunblock dan sunscreen sebelum ke kampus tadi. Ya walaupun meminta pada Varel sih, tapi yang penting kulitnya tidak terbakar kan?
Sudah dua puluh menit dirinya berdiri di depan gerbang kampus, menunggu para calon kakak iparnya datang untuk menjemput. Rencana awal yang sudah ia bangun untuk mengajak sang kekasih makan siang ternyata harus kandas lantaran sang kekasih yang bersikap menyebalkan dan membuat mood nya menurun.
Rumi bisa lihat presensi Kavin yang masih berada di parkiran fakultas Teknik yang kebetulan lokasinya memang dekat dengan gerbang keluar kampus. Ia bisa lihat kekasihnya itu tengah di kerumuni oleh beberapa mahasiswi centil dengan rok mini sepaha dan baju kurang bahan. Oh jangan lupakan juga bagaimana asyiknya Kavin ketika menjadi bahan untuk sensasi. Tatapan keduanya bertubrukan, namun Rumi memutar bola mata malas dan berpaling ketika Kavin tersenyum dan melambai ke arahnya.
“Duh, Kak Dipta sama kak Reksa lama banget. Gue udah gak sanggup ngeliatin kak Kavin. Bawaannya pengen jambak satu-satu rambut ceweknya.” Rumi kembali menoleh untuk memastikan kekasihnya masih di sana dengan para wanita atau tidak.
“Anjing banget lagian ceweknya. Udah tau kak Kavin punya pacar, masih aja kegatelan. Selevel lo sama gue? dih enggak lah masih tinggian level gue ke mana-mana.”
Tiga puluh menit sudah Rumi menunggu, tak lama kemudian sebuah mobil dengan jenis Mitsubishi New Pajero Sport berwarna Quartz White Metallic berhenti tepat di kadapannya. Kaca mobil bagian depan terbuka, menampilkan wajah dua calon kakak iparnya berada, kepala Reksa dan Dipta menyembul dari dalam sana.
“Halo dek, sorry ya lama. Macet soalnya, udah jam makan siang juga jadinya banyak yang nyari makan.” ujar Dipta membuat penjelasan.
“Untung gue gak gosong juga kak.” ucap Rumi sedikit merajuk.
“Kan tadi kakak suruh kamu neduh Mi, kamu gak nurut. Salah sendiri.” balas Reksa cekikikan, pasalnya kini wajah Rumi sudah seperti kepiting remus.
“Iya, tadi gue juga pesen ke lo buat neduh deh dek. Elunya yang bandel, bengal gak nurut kalo di omongin. Di chat iya kaya anak manis, kalem. Pas ketemu beuh ampun bandelnya.” balas Dipta yang membuat Rumi mengecurut sebal.
Kedua calon kakak iparnya itu malah tertawa, menertawakan dirinya yang sudah basah oleh air keringat. Rambut yang sudah ia tata rapih mulai jatuh menyentuh kening.
“Udah ayo masuk, nanti jajan ice cream biar amarahnya reda. Anak Papi gak boleh marah-marah, nanti si merahnya di sita makin lama.” goda Dipta lagi, membuat Rumi yang sudah duduk manis di kursi belakang kembali mengerut kesal.
“Udah ah ayo jalan. Ngeselin banget kalian, persis kaya Abang sama Aa.”
Dipta mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, sudah cukup ia menggoda calon adik iparnya yang kini masih menekuk mukanya kesal. Sementara Reksa memilih bungkam karena jujur saja ia masih lelah setelah berjaga seharian penuh di rumah sakit.
“Sa, lo kalo ngantuk tidur aja gapapa. Entar kalo udah nyampe gue bangunin deh.” tawar Dipta ketika melihat Reksa yang beberapa kali menahan untuk menguap.
Reksa menoleh kesamping, mendapati Dipta yang terlihat khawatir. “Gak deh kak, kalo tidur juga malah tanggung. Nanti malem malah gak ngantuk akunya, jadi mending sekalian capek dulu baru tidur nyenyak pas malemnya.”
Rumi yang mulai tertarik dengan obrolan dari kedua pacar kakaknya mulai memajukan badan agar bisa bergabung. “Kak Reksa pasien di rumah sakit hari ini banyak ya?” tanya Rumi.
Reksa menoleh ke belakang, ia mendapati Rumi dengan mata bulat berbinar. Reksa mengangguk lesu, “Lumayan dek, setiap kakak jaga pasti pasien banyak. Makannya pas Bima bentak kakak, kakak jadi marah sama dia karena efek dari kecapean juga.”
“Emang anjing ya Aa, gak ada rasa empatinya sama pacar sendiri.” balas Rumi berapi-api, menimbulkan tawa renyah dari yang paling tua.
“Omonganmu ituloh, di jaga. Masa Reksa mau pacaran sama anjing, kakak kamu itu manusia tau dek.” balas Dipta, buat Rumi terkekeh.
“Sorry.”
Lima belas menit di perjalanan akhirnya mobil Dipta sampai pada parkiran mall yang mereka tuju. Rumi turun duluan, terlihat sangat bersemangat. Reksa dan Dipta memilih berjalan di belakang si bungsu dari keluarga Dirgantara itu, menjaga sang adik ipar agar tidak hilang.
Meskipun tinggi Rumi sekitar seratus tujuh puluh delapan centimeter, tapi Reksa dan Dipta tidak yakin sifat yang Rumi punya bisa seimbang dengan tingginya yang sekarang. Kalo kata Dipta sih, badan raksasa tapi kelakuan seperti anak kecil. Ya wajar saja, karena Rumi anak bontot jadinya memang sedikit manja.
Dipta terlahir di keluarga mapan, dengan bergelimang harta seperti Rumi. Namun, bedanya Dipta tidak di manja seperti Rumi. Kedua orang tuanya mempunyai sifat pilih kasih kepada dirinya dengan sang adik yang selalu memberikan segudang prestas.
Hal itu membuat Dipta bertekad untuk memiliki harta dan rumah sendiri agar dirinya bisa terbebas dari embel-embel 'coba kaya adik kamu, bisa banggain mamah sama papah' persetan dengan rasa membuat bangga nama keluarga. Dirinya saja masih berusaha untuk tetap waras ketika masih tinggal bersama kedua orang tuanya.
Di perlakukan tidak adil membuat Dipta selalu merasa kesepian, namun ketika tahun ketiga kuliah ia di pertemukan dengan sosok Aldi yang memiliki sejuta kasih sayang. Meskipun terlihat menyebalkan dari luar, tetapi Dipta bisa jabarkan dengan yakin bahwa Aldi adalah sosok yang penyayang.
Lain pula dengan Reksa. Reksa hidup berkecukupan, biaya sekolah dan kuliahnya saja ia dapatkan karena beasiswa. Dengan hadirnya Bima di hidup Reksa jadikan pria itu semakin merasa di sayang, seperti memiliki sebuah sandaran atas lelahnya ia menghadapi dunia. Seperti sebuah keajaiban mendapatkan pacar yang perhatian walau sering membentak jika kesal, dan keluarga Bima juga tidak kalah baik dengan Bima sendiri.
Reksa dan Dipta. Keduanya di perkenalkan kepada keluarga Wisnu di hari yang sama. Saat itu Rumi masih kelas tiga sekolah menengah atas. Awalnya ketika bertemu dengan Reksa dan juga Dipta, Rumi merajuk karena merasa kakak-kakaknya akan di ambil paksa oleh mereka, perhatian dan kasih sayang dari kedua kakaknya akan di rampas oleh kedua orang yang di bawa kakaknya ke rumah untuk di perkenalkan pada sang papi dan juga mami.
Namun, nyatanya malah sebaliknya. Rumi lah yang mengambil seluruh perhatian dari pacar kakaknya sendiri.
“Kak, beli ice cream ayo!” Rumi menggandeng tangan kedua calon kakak iparnya di sebelah kiri dan kanan, membuat tangannya penuh.
Dipta dan Reksa mau-mau saja ketika tangannya di tarik ke kiri dan ke kanan, sudah lima belas menit mereka berkeliling hanya untuk mencari makanan. Reksa yang notabenya memang tengah kelelahan meminta Rumi untuk berhenti dan meninggalkannya di salah satu tempat duduk yang tersedia di sana.
“Adek kalo mau apa-apa belinya sama kak Dipta aja ya, ini pake uangnya Aa aja.” ujar Reksa sambil menyerahkan satu kartu ATM milik Bima padanya.
“Gak usah deh kak, Aa udah transfer aku kok tadi. Katanya kalo kakak mau beli sesuatu, pake uang yang ini aja.” balas Rumi.
“Gausah, kamu aja. Kakak masih ada uang.”
“Yaudah.”
Dipta yang sejak tadi hanya memperhatikan dua orang yang lebih muda darinya itu hanya tersenyum tipis. Dirinya kemudian meminta izin Rumi dan juga Reksa untuk pergi sebentar, karena ada barang yang harus ia beli.
“Gue mau cari barang dulu, kalian tunggu di sini. Atau masuk resto aja duluan, nanti gue nyusul.”
Rumi dan Reksa mengangguk, Dipta kemudian melangkah menjauh menyisakan Rumi dan Reksa yang kebingungan harus berbuat apa. Karena kebingungan keduanya memutuskan untuk tetap duduk diam di tempat tadi hingga Dipta datang saja. Takut jika mereka berpindah tempat Dipta akan kesulitan mencari mereka.
Selang beberapa menit Rumi merasakan kandung kemihnya penuh, ia kebelet kencing. Maka dengan terburu-buru ia bangkit dari duduknya dan membuat Reksa yang tengah melamun jadi terkejut.
“Astaga adek, kenapa?”
“Kak, aku izin ke toilet bentar ya kebelet pipis.”
“Oke, jangan lama-lama ya.”
“Iya.”