He's the right person to you.
what does love mean to you? ❝ something that you can only say to the person you like & feel thankful to ❞ — sunghoon of enhypen.
•••
Sudah terhitung satu minggu lamanya Langit tidak menemui Bintang. Bertegur sapa pun ia tidak bisa, ia sebenarnya ingin memeluk Bintang ketika ia melihat Bintang yang sangat terpukul ketika ia tinggalkan di atap sendirian.
Namun, ia bisa apa?
Setelan kemeja hitam, serta rambut yang di tata rapih kini melekat pada diri Langit. Ia tersenyum getir ketika melihat pantulan dirinya di depan cermin. Anggun— ibu tirinya terus saja memperhatikan Langit dari ambang pintu, enggan masuk karena takut Langit tidak suka.
“Masuk aja, mah.”
Anggun sempat terkejut, untuk pertama kalinya Langit memanggilnya dengan sebutan ini. Ini pertanda bahwa anak sambungnya ini sudah menerimanya. Maka dengan senyuman yang tergambar diwajahnya, Anggun melangkah masuk.
Langit memperhatikan ibu dari Deon itu dengan senyuman kecil, ia akan mencoba menerima ibu tirinya itu.
“How your feeling, sweetheart?” tanya Anggun pada Langit.
Sempat hembuskan nafas panjang sebelum menjawab, Langit menatap Anggun dengan gelengan kecil. “I'm not fine.“
Anggun mengelus surai putranya sambil tersenyum tipis. “Kalo kamu gak mau, nanti mamah bilangin ke papah ya?”
“Udah Langit coba, tapi tetep. Papah keras kepala.”
“Kaya kamu.” jawab Anggun yang ditanggapi dengan tawa kecil oleh Langit.
Anggun mengecup putranya itu, lalu melirik Deon yang ternyata tengah berdiri di ambang pintu. Menyaksikan keharmonisan ibu dengan adiknya.
“Oh gitu ya, sekarang Ethan dibuang sama mamah.”
Langit memutar bola matanya malas, sementara Anggun merentangkan tangan kanannya. Mengajak anak sulungnya untuk bergabung.
“Come here baby, coba kamu temenin Langit dulu, Mamah mau ngomong sama papah.”
Deon hanya mengangguk dan berjalan mendekat. Sementara Anggun berjalan keluar, meninggalkan kedua putranya untuk berbicara.
“Akhirnya lo nyerah? gak mau sama bintang?” tanya Deon dengan nada mengejek.
“Ya mau gimana lagi, udah nasibnya gini.” ucap Langit yang ditanggapi kekehan menyebalkan dari Deon.
“Yaudah, Bintang buat gue.”
Langit langsung melirik Deon tajam, Deon hanya tergelak karena ucapan Langit selanjutnya.
“Gue rela Bintang pacaran, tapi bukan sama lo. Awas aja, kalo mau rebut Bintang, lawan gue dulu.”
“Iya dah yang mantannya Bintang.”
“Anjing lo bang.”
•••
Langit, Deon, Anggun, serta Arjun sudah duduk bersama dengan Tama diruang keluarga. Langit muak dengan sikap papahnya yang sok baik padanya, padahal memar ditubuhnya yang didapat kemarin saja sudah bisa mendeskripsikan bagaimana sifat asli papahnya itu.
“Loh, anda hanya sendirian tuan Tama? Quin, dimana dia?” tanya Arjun pada Tama yang menyesap kopi yang telah disediakan.
“Dia sebentar lagi datang, katanya ada urusan sebentar.”
“Oh baiklah jiga begitu.”
Atmosfer yang tercipta di ruang keluarga yang tadinya dingin, kini malah semakin dingin ketika perempuan yang akan dijodohkan dengan Langit membawa seseorang bersamanya.
Langit dan Deon memicing ketika mereka melihat postur tubuh orang yang keluar dari mobil Quin. Langit hampir terkena serangan jantung ketika ia melihat dengan jelas bahwa Bintang Athala kini tengah berjalan beriringan dengan Quiensha.
“Good night everybody,” sapa Queinsha dengan senyuman manis.
Sementara netra Langit terus saja terpaku pada Bintang yang kini tengah memakai setelan blazer yang dibelikan olehnya.
“Loh Quin, Bintang kenapa diajak?” tanya Tama, ayahnya.
Langit hanya bisa melirik kanan dan kiri, dipikirannya hanya ada satu pertanyaan 'loh mereka kenal?'.
“Bintang, siapa dia?” tanya Arjun penasaran.
“Putra pewaris tunggal dari keluarga Martadinata. Saya tengah bekerja sama dengan keluarga mereka.”
Bintang yang hanya diam kini mulai bersuara. Sungguh, Langit berani bersumpah bahwa malam ini Bintang terlihat lebih berwibawa dan cantik dengan tampilan seperti ini.
“Perkenalkan, saya Bintang Athala Martadinata. Pacar Langit Aldebaran, anak bapak.”
Deon tersenyum ketika Bintang melirik padanya, diam-diam Deon mengacungkan jempolnya pada Bintang. Sementara Langit tersadar dengan maksud Quiensha di chat siang tadi.
“Loh, Langit. Ini pacarmu? cantiknya, kenapa gak pernah dikenalin ke mamah?” pekik Anggun menarik Bintang tak sabaran untuk duduk disampingnya.
“Aku udah bilang kan sama daddy, kalo Langit udah punya pacar, tapi daddy gak pernah percaya. Dan om juga, stop paksa daddy saya untuk mengajak bekerja sama dengan jaminan pertunangan.”
“Iya Quin, daddy minta maaf. Jadi pak Arjun, saya pamit saja. Anda jangan khawatir dengan kerja sama kita, karena saya pasti tidak akan membatalkan kontraknya karena hal seperti ini. Menurut saya, perasaan anak lebih penting ketimbang kontrak dan harta.”
Maka dengan senyuman lebar Quiensha melambai pada Bintang yang tersenyum manis.
“Sayang....” panggil Langit pada Bintang yang dirangkul oleh Anggun.
“Om Arjun, saya mau bicara berdua boleh?” tanya Bintang.
“Tentu, silahkan.” maka Bintang berdiri dan berjalan mengikuti Arjun ke arah taman belakang rumah Aldebaran.
“Om, maaf bila kedatangan saya merusak acara om. Tapi, disini saya mau memberitahukan bahwa Langit akhir-akhir ini stres karena paksaan om untuk bertunangan dengan sahabat saya, Quiensha. Menurut saya, om jangan memaksa Langit lagi karena dia sudah dewasa, bisa memilih antara yang benar dan salah. Langit kan anak om, masa om tega ngorbanin perasaan Langit demi harta sama kontrak? Langit selalu datang ke saya ketika ada masalah, saya tahu pasti topiknya tentang mamah dia yang sudah meninggal. Saya kasihan melihat Langit seperti ini, jadi saya mohon untuk membebaskan Langit dari belenggu yang om kasih ke dia. Saya mohon.”
Arjun menatap Bintang. Ia baru tersadar, jika sikapnya yang seperti ini malah membuat anaknya sendiri depresi dan stres. Padahal, ia hanya ingin yang terbaik untuk anaknya.
“Kamu, pilihan yang tepat untuk anak saya. Terimakasih karena selama ini kamu sudah bersama dengan anak saya, dan terimakasih juga karena sudah mengingatkan saya tentang perasaan anak saya nak Bintang.”
Maka dengan ini, Bintang dapat bernafas dengan lega.
© butterfly.