Jayendra—Kiandra.

Dari Semesta ; TCWM.

Rumah dengan warna kuning pucat itu terlihat sepi dan sunyi. Halaman rumah yang cukup luas dengan berbagai jenis tanaman yang tersusun rapih berjejeran di sekitar pagar rumah. Jayendra berdiri disana, di depan pintu bercat putih dengan ukiran tangan membentuk nama seseorang yang kini selalu menjadi bagian dari rutinitas selama ia tinggal di komplek ini.

Jayendra sudah mengetuk pintu rumah Kiandra beberapa kali namun hasilnya selalu sama, tidak ada jawaban. Tadinya Jayendra tidak berani membuka pintu sebelum sang tuan rumah yang membukanya sendiri, namun ia kembali teringat dengan pesan yang di kirim kakak tingkatnya pukul dua siang tadi perihal si bungsu dari keluarga Surya Atmaja yang tengah sakit.

Jayendra kembali ketuk pintu putih itu sekali lagi, “Cil, buka! Lo gak apa-apa kan?” teriaknya.

Karena tak sabaran, Jayen langsung membuka pintu yang tidak terkunci itu dengan tergesa. Ketika ia sudah masuk, netranya dengan jelas tangkap presensi seseorang yang tertatih-tatih menuruti anak tangga dengan tangan yang terus memegangi kepala.

“Astaga! Ngapain sih, lo kalo gak bisa bangun gak usah maksain buat turun Kian! Kalo lo jatoh gimana? bahaya!” ucap Jayen sambil berlari mendekati Kian yang hampir saja limbung.

“Kekasihku? kenapa kesini? cari Abang ya? Abang belum pulang, nanti kalo Abang pulang Kian kasih tau ya,” jawab Kian pelan, bahkan terdengar berbisik.

Tanpa menunggu lama, Jayendra gendong tubuh yang lebih kecil darinya itu untuk ia bawa naik kembali ke lantai dua. “Kalo sakit tuh minimal minta tolong ke orang lain, atau kalo gak ada pilihan lain bisa minta tolong ke gue Cil!” Ucap Jayendra sedikit kesal.

Kian yang berada di gendongan Jayendra mencoba untuk tetap membuka matanya lebar-lebar karena demi apapun Kian sangat mengantuk saat ini. Bukan kantung karena ingin tidur, tapi karena pening yang terus merenggut kesadarannya.

“Paham gak sama apa yang gue bilang?” Jayendra menghentikan langkahnya ketika dirasa tidak ada respon dari yang lebih muda.

Kian yang sudah memejamkan matanya kembali terkejut ketika intonasi suara Jayendra terdengar seperti sedang marah, “Paham Kekasihku! tapi tadi kian chat kekasihku buat minta tolong tau! tapi kian kira kekasihku marah soalnya balas chat Kian sangat jutek. Kian jadi gak berani buat minta tolong, maaf . . .” balas Kian tidak berani menatap Jayendra yang kini tengah melihatnya.

Hembusan nafas Jayen terdengar oleh telinga Kian, ia kira Jayen akan marah lagi. Namun, ketika Kian sibuk menunduk, ia rasakan usapan lembut pada kepalanya, “Maaf kalo balesan pesan dari gue kesannya kaya yang marah, dan bikin lo takut Cil . . .”

Kian tersenyum kecil, “Tidak apa-apa kekasihku! Kian tidak marah kok, Kekasihku tidak perlu minta maaf!” ucapnya.

Jayendra ikut tersenyum ketika melihat bibir pucat itu tersenyum lebar, menampilkan dua gigi kelinci yang menyembul dari dalam sana. Jayendra mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya untuk menemukan letak kamar Kian dengan sang tuan rumah sebagai petunjuk arah. Suasana hangat semakin terasa di antara keduanya ketika rengkungan di pinggang dibalas rengkungan sama eratnya dileher yang lebih tua.

Diam-diam keduanya tersenyum kecil, senang bukan main. Jutaan kupu-kupu menggelitik didalam perut, rasakan euphoria yang dinamakan kasmaran.

“Stop! ini kamar Kian kekasihku! Taaa daaa! keren nggak? di dalem sana banyak tumbuhan-tumbuhan sihir seperti dikamarnya Howl's tau! kekasihku tau siapa Howl's? kalo gatau kenalin dia suaminya Kian.” celotehan Kian di tanggapi dengan dengusan oleh Jayen.

Buat yang masih berada di gendongan mendelik tajam, “Ey! kekasihku tidak boleh seperti itu pada suamiku! kalian harus akur karena Kian juga bisa adil kok perlakuin kalian berdua!” jawabnya.

“Sutt! Diem, tunggu disini sambil tiduran! gue mau bikin bubur sama ambilin lo obat dulu, kalo mau jadi pacar gue syaratnya harus nurut! paham Kecil?” ucap Jayen sambil membaringkan Kian di atas kasur dengan perlahan.

“Paham kekasihku! tapi ada syaratnya!” Kian menarik tangan Jayen agar tidak menjauh darinya, paham akan ekspresi yang di tampilkan oleh yang lebih tua, Kian terkekeh singkat kemudian kembali melanjutkan ucapannya, “Kekasihku harus cium Kian dulu! baru Kian nurut!” ucapnya.

“Anak kecil gak boleh cium-cium, paham kecil?” ucap Jayen sambil menjawil gemas hidung Kian yang memerah karena flu, Jayen kemudian berjalan menjauh meninggalkan Kian yang merengut kesal karena hidungnya semakin memerah.

“Ish! Sakit Kakak!” ucap Kian kesal, ia usap-usap hidung yang semakin merah itu dengan wajah merengut kesal. Bahkan Kian beberapa kali berikan tatapan menusuk kepada Jayendra yang kini mulai menjauh darinya.

Sementara itu, pelaku hanya bisa tersenyum senang ketika korbannya merengut kesal. Senyuman tipis tidak hilang dari wajah yang lebih tua, bahkan hingga ia sampai di dapur keluarga Surya Atmaja.

“Udah diem! gue mau bikin bubur dulu. Kalo lo turun dari kasur kesempatan jadi pacar gue juga lengap!” ancam Jayen yang membuat Kian mengurungkan niat liciknya untuk kabur dan turun dari kasur.