Just A Little Bit—#155.
Ketika Rayyan sampai mobil ia langsung masuk ke dalamnya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah keadaan Rumi yang sedang meringis kesakitan sambil menutup matanya erat, Rumi bawa tubuhnya untuk menyandar pada kursi mobil milik Rayyan. Dengan cekatan, Rayyan bantu Rumi untuk turunkan kursi penumpang yang Rumi duduki, pergerakan yang tiba-tiba itu membuat Rumi sedikit terkejut.
“Maaf bila saya membangunkan kamu, saya melihat kamu tidak terlalu nyaman dengan posisi ini, jadi saya berniat untuk menurunkan kursi agar kamu bisa berbaring!” jelas Rayyan.
Rumi yang mendengar menjelasan Rayyan yang terlalu panjang hanya mengangguk dan mempersilahkan sang calon suami untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan.
“Makasih Om, sekarang kita ke butik buat fitting baju ya om? saya pengen semuanya cepet selesai.”
Tanpa menunggu tanggapan Rayyan, Rumi memalingkan wajahnya, ia enggan terjebak untuk berlama-lama bercengkrama dengan pria di sampingnya.
“Iya, kita ke butik sekarang. Tapi setelah kamu meminum obat ini, silahkan!” Rayyan menyodorkan tablet obat yang ia beli di apotek tadi, dan dengan senang hati di terima oleh yang lebih muda.
“Makasih Om, nanti uangnya saya ganti!” balas Rumi tidak niat, sebenarnya ia tidak ingin bersikap tidak sopan seperti ini. Namun, hatinya masih dongkol kepada Rayyan.
“Tidak usah di ganti. Saya belikan kamu obat dengan apoteknya pun tidak membuat uang saya berkurang banyak.” jawab Rayyan.
Rumi yang mendengar jawaban pria di sampingnya ini hanya mendengus, sombong sekali pikirnya Om cabul satu ini.
Tanpa menunggu lama, Rayyan segera menyalakan mesin mobilnya agar segera sampai di butik yang sudah menjadi titik tuju mereka sebelumnya. Sejujurnya hati Rayyan sedikit berdenyut ketika mendengar respon dari Rumi, tapi ia juga paham mengapa pria manis ini bersikap dingin kepadanya.
Tepat pukul sebelas siang, dengan posisi sang surya yang sudah berada di atas ketinggian sempurna membuat Rumi yang suhu tubuhnya sudah panas semakin panas. Rayyan bukakan pintu mobil untuk Rumi, ia ulurkan tangannya untuk bantu Rumi berdiri. Namun, dengan perasaan yang sedikit kecewa Rayyan harus menelan pahit ketika Rumi hanya menatap uluran tangannya dan segera keluar dari mobil.
Baru saja Rumi menapakan kakinya, ia oleng. Tubuhnya terhuyung dab hampir mencium tanah jika saja tangan sigap Rayyan tidak segera menangkap bobot tubuh Rumi yang menurutnya sangat ringan.
“Hati-hati, bila kamu masih pusing kita diam di mobil saja dulu. Saya takut kamu tiba-tiba pingsan ketika di dalam butik nanti, dan malah merepotkan saya.”
Rumi menggeleng, “Gak usah, saya mau semuanya cepet selesai biar saya bisa pulang dan enggak repotin Om!” ucap Rumi judes.
Maka Rayyan hanya mengangguk dan membantu Rumi untuk berjalan masuk ke dalam butik. Rumi mulai berjalan pelan, sesungguhnya kepalanya terasa seperti di timpa sebuah batu besar. Rayyan yang melihat Rumi berjalan sangat pelan malah gregetan sendiri.
“Sudah, berhenti bergerak! Saya izin menyentuh kamu sekali lagi, tolong jangan tolak saya karena saya tidak pernah menerima penolakan. Permisi!” ucap Rayyan, membuat Rumi menyernyit heran.
Pertanyaan yang ada di kepala Rumi terjawab ketika sedetik kemudian tubuhnya melayang karena di gendong oleh Rayyan, Rumi sempat melotot terkejut dan mencoba menghentikan aksi Rayyan karena demi apapun ia sungguh malu. Banyak pekerja butik yang melihat secara bersamaan ke arah mereka berdua.
“Om! Turunin saya gak?! Saya malu Om, turunin saya sekarang!” Rumi coba berikan pukulan bertubi-tubi pada Rayyan, meskipun pukulan itu tidak terasa apa-apa karena tenaganya yang sudah habis.
“Diam, kamu ini berat. Lebih baik simpan tenaga kamu untuk mencoba sepuluh setel baju pengantin daripada memukuli saya seperti ini!” Rayyan acuh, sungguh pria yang ada di gendongannya saat ini sangat berisik.
Setelah melewati beberapa pegawai butik yang mencuri pandang dengan senyuman aneh, akhirnya Rumi rasakan tubuhnya mendarat di sebuah sofa empuk di salah satu ruangan yang ada di butik itu. Detik selanjutnya, Rumi bisa melihat seorang wanita muda berparas cantik menghampiri mereka sambil tersenyum.
“Oh ini ternyata alasan kenapa pegawai butik disini semuanya pada baper, kelakuan kamu toh Ray? mentang-mentang udah ada calon, mesra-mesraan gak tahu tempat!” ucap si wanita yang belum Rumi ketahui namanya siapa.
Rayyan yang berdiri hanya terkekeh dan berjalan untuk memeluk wanita di hadapannya.
Tunggu. Kenapa Om cabul satu ini sangat genit? kenapa juga wanita di hadapannya ini sangat centil? ya walaupun memang cantik dan kemungkinan Rayyan suka, tapi tetap saja Rumi merasa di acuhkan disini. Rumi tidak terima.
Maka detik berikutnya, Rumi berdehem dengan suara keras agar kedua orang di depannya ini sadar bahwa ia juga ada di ruangan yang sama dengan mereka. Oh, Rumi ini tipe manusia yang sangat ingin di akui presensinya asal kalian tau.
“Oh iya maaf Mbak, kenalin ini calon suami Ray. Sini sayang! kenalan dulu sama adiknya tante Amira,” ucap Rayyan sambil tersenyum ke arah Rumi.
Apa tadi katanya? Sayang? telinga Rumi tidak salah dengar kan? Masalahnya sejak datang ke sini pria Cabul yang ada di hadapannya ini sangat menyebalkan.
Rayyan mengulurkan tangannya lagi untuk membantu Rumi berdiri dari sofa, namun lagi-lagi Rumi mengacuhkannya.
Rumi berjalan untuk mendekat ke arah wanita yang jika Rumi tidak salah, dia ini adik dari pemilik butik yang ia datangi. Maka dengan senyuman yang ia buat-buat, Rumi mulai salami tangan wanita itu dengan senyuman manis yang apabila di lihat dari sudut mata Rayyan, terlihat sedikit menyeramkan.
“Halo, saya Rumi Athaya, calon suami mas Rayyan. Salam kenal, semoga Mba bisa bantu kita buat nyari pakaian yang cocok ya!” ucap Rumi.
Wanita yang ada di hadapan Rumi juga tersenyum, “Halo Rumi, saya Salva, adik kandung pemilik butik. Sebelumnya saya minta maaf karena kakak saya, Amira tidak bisa melayani dan membantu kamu secara langsung karena beliau sedang ada pekerjaan di luar negeri. Tapi saya jamin, saya akan memilihkan kalian pakaian yang cantik dan bagus saat kalian pakai untuk pernikahan.”
“Baik, terimakasih sebelumnya Mbak Salva. Saya dan calon suami saya percaya dengan kemampuan Mbak Salva dalam memilih pakaian, sebenarnya saya pakai pakaian apapun pasti cocok sih soalnya proporsi tubuh saya sudah bagus,” Rumi pamerkan senyumannya kembali.
Rayyan yang mendengar jawaban calon suaminya hanya mendengus sebal sebelum mendorong pelan tubuh Rumi untuk mengikuti Salva yang ternyata mulai berjalan menjauh.
“Kamu ikuti Mbak Salva untuk mencoba pakaian, lalu kembali ke hadapan saya. Saya ingin memastikan pakaian yang kamu pakai bagus dan tidak memalukan.”
Rumi mendelik tidak suka, “Ya, terserah Om aja. Bye!” setelahnya ia mengekor kemana Salva pergi.
Saat Rumi sedang bergulat dengan rasa kesalnya, ia tidak sadar bahwa Salva yang berjalan di hadapannya berhenti, sehingga ia tidak sengaja menabrak punggung wanita itu.
“Aduh! Maaf mbak!” ucap Rumi yang di balas kekehan tipis oleh Salva.
“Coba kamu liat-liat dulu, ini sepuluh model pakaian yang sudah di pilihkan oleh ibunya Rayyan. Tapi bila tidak ada yang kamu suka, kamu boleh memilih pakaian lain. Saya tinggal dulu sebentar ya, ingat! pilih dan pakai pakaian yang kamu suka lalu perlihatkan pada calon pasangan kamu di luar sana.”
Rumi hanya mengangguk, kini ia sendirian di sebuah ruangan yang penuh dengan pakaian. Matanya meneliti satu per satu pakaian yang di pilihkan oleh calon mertuanya, tangannya membelai pakaian itu dengan kagum. Ternyata selera calon mertuanya tidak buruk juga, desain yang di pilih oleh calon mertuanya terbilang desain modern namun masih bisa di katakan simple dan sederhana.
Ketika sedang fokus memilih, Rumi terkejut dengan kedatangan Salva dengan dua orang perempuan lainnya yang mengekor di belakang tubuh Salva.
“Rumi, mereka akan membantu kamu ketika memakai pakaiannya, saya akan menemani Rayyan di depan sana. Permisi.”
Sangat pintar mencari kesempatan dalam kesempitan, pikir Rumi. Namun ia tidak peduli, kini ia hanya fokus untuk memilih baju cantik yang ada di depan matanya. Tangannya meraih gantungan baju itu, dan menunjukannya pada dua pegawai wanita yang berada tak jauh di depannya.
“Mbak, baju pertama yang mau saya coba baju yang ini ya. Ruang gantinya dimana ya mba?” tanya Rumi.
“Di sini mas, mari saya antar.” Salah satu di antara dua pegawai tadi mengantar Rumi untuk menuju tempat ganti baju, sementara satunya lagi menunggu.
Rayyan duduk di sofa tunggu sambil sibuk memainkan ponselnya, ia harus memberitahu kepada Hesa dan juga Dante untuk membatalkan pertemuan yang sudah ia jadwalkan saat pagi tadi. Meskipun ia tahu konsekuensi dari tindakannya ini dapat merugikan perusahaan.
Sedang fokus dengan kegiatannya, Rayyan menoleh ketika merasa ada pergerakan dari sofa sebelahnya yang kosong. Ternyata itu Salva.
“Ray, kamu pinter loh milih calon! Mbak percaya sih, dia milih baju sambil merem aja bakalan cocok sama tubuhnya,” ujar Salva ternyum, sesungguhnya saat netranya menatap paras Rumi, Salva tertarik karena proporsi serta wajah yang Rumi punya memiliki potensi untuk menjadi model dari brand yang ia pegang.
“Mbak bisa saja, bagaimana? apakah dia sudah memilih pakaian yang dia suka? kenapa belum keluar?” tanya Rayyan.
“Yang sabar toh, nanti dia juga keluar kalo sudah selesai. Ya sudah mbak tinggal dulu ya, mbak mau ke toilet sebentar,” Salva meninggalkan Rayyan sendirian.
Karena tidak ada kerjaan dan Rayyan bosan, ia kembali membuka ponsel pintarnya. Takut jika ada informasi penting dari Hesa yang tidak ia sadari, tapi ternyata nontifikasi yang muncul malah sms dari operator yang menawarkan kuota besar. Rayyan menghela nafas berat, lama sekali Rumi mencoba pakaian pernikahan mereka.
Saat sedang melamun, Rayyan mendengar langkah kaki mendekat. Ia dengan buru-buru menyambar ponselnya yang tergeletak, mencoba mencari kesibukan dengan membuka tutup aplikasi berlogo hijau.
Rumi berjalan dengan semangat untuk menuju ruang tunggu yang dimana terdapat calon suaminya. Bibirnya terus saja menampilkan senyuman manis setelah ia melihat penampilannya dengan baju pertama. Satu langkah lagi, ia sampai di pintu masuk ruang tunggu, hatinya sungguh senang ingin memperlihatkan baju pilihannya kepada Rayyan di dalam sana.
“Om! lihat deh, saya udah pilih satu baju. Menurut saya ini modelnya bagus, meskipun mewah tapi masih keliatan sederhana. Gimana? menurut Om bagus juga nggak?” Rumi menjelaskan dengan panjang lebar.
“Ganti, jelek!” Rumi melotot tidak percaya dengan jawaban yang di berikan Rayyan, masalahnya pria itu tidak menatapnya sama sekali, bagaimana bisa ia bilang bahwa bajunya jelek. Oh atau penampilan Rumi yang jelek?
“Om lihat dulu! ini bagus loh!” ucap Rumi bersikeras meyakinkan pria di depannya.
“Ganti.” final Rayyan.
Emosi Rumi tersulut, ia menghentakan kaki sambil berjalan menjauh dari ruang tunggu. Ia masuk ke dalam ruang ganti sambil memilih asal baju yang sudah di siapkan pegawai tadi sambil mengoceh.
“Apasih Om Cabul itu! nyebelin banget anjir! di kira gue jelek gitu pake baju yang tadi? matanya liat ke gue aja belum, udah bilang jelek aja! dia kali yang jelek, jelek muka sama jelek sifat, paket komplit! Agggr pengen gue ulek anjing mukanya!”
Rumi memakai pakaian kedua dengan bagian perut dan bahu yang sedikit terbuka, ia tersenyum manis ketika melihat pantulannya di cermin. “Gue yakin baju kali ini di pilih, lihat dong! Sexy begini, mana mungkin dia nolak!” ucapnya yakin.
Rumi kembali berjalan ke arah ruang tunggu, namun baru saja kakinya menginjak plataran tinggi di ruangan itu, Rayyan kembali bersuara. “Ganti! kamu ini mau nikah sama saya atau mau diskotik?! pusar kamu itu kemana-mana Rumi!” ucapnya yang berhasil buat emosi Rumi kembali meningkat.
Terus saja seperti itu sampai Rumi berganti baju hingga yang ke enam kali, sungguh Rumi ingin memakan Rayyan hidup-hidup. Jika bisa di lihat, kepalanya mungkin sudah mengeluarkan asap tebal berwarna putih dengan semburan api yang menyala di matanya. Ia sungguh emosi. Rumi dengan kesabaran setipis tisu langsung mengambil empat baju yang tersisa secara bersamaan, namun ketika ia mengambil baju terakhir, matanya otomatis memancarkan kilatan penuh gembira. Rumi suka baju ini, dan ia harus mendapatkannya.
Setelah selesai memakai baju terakhir, Rumi berjalan pelan menuju ruang tunggu kembali, menaiki pijakan yang lebih tinggi untuk Rayyan bisa melihat penampilannya dengan jelas dari atas hingga bawah. Perihal tiga baju lagi, Rumi putuskan untuk tidak mengenakannya karena model dan desainnya tidak jauh beda dengan baju sebelumnya, namun baju yang ia pakai sekarang memiliki corak unik yang tidak di miliki baju yang sebelumnya.
Rumi berdiri dengan perasaan gugup karena takut jika Rayyan menolak baju yang ia pakai lagi, tanpa sadar Rumi menggigit bibirnya. Rayyan yang sudah tahu bahwa Rumi sudah berganti baju lantas menyimpan ponselnya ke dalam saku jas yang ia pakai, ketika netranya tidak secara sengaja bertubrukan dengan netra bulat Rumi yang terlihat gugup, Rayyan tersenyum simpul.
“Kenapa kamu terlihat gugup? kebelet kencing?” tanya Rayyan.
Rumi menggeleng, “Gimana Om, saya udah ganti baju lagi. Yang ini bajunya lebih bagus loh om! Liat! ada motif unik di bajunya, terus tadi pas saya ngaca juga bajunya pas dan cocok buat saya. Ambil yang ini Om!” jelasnya.
Rayyan mulai berdiri, berjalan pelan untuk mendekati Rumi yang ada tak jauh di depannya.
“Lumayan,” ujar Rayyan. Ia menghentikan langkahnya kemudian melihat Rumi dari atas sampai bawah.
Rumi yang di lihat seperti itu semakin gugup, kenapa ia merasa sedang di intimidasi oleh lelaki cabul di depannya ini. Rumi menahan nafasnya ketika Rayyan naik dan berdiri tepat beberapa centi di depannya.
“Cantik!” ucap Rayyan pelan membuat kedua pipi Rumi menghangat. Setelahnya Rayyan mundur dan mendekati kedua pegawai yang setia menemani calon suaminya untuk mencoba berbagai model baju. “Mbak tolong, saya mau ambil baju yang itu! Calon suami saya kayanya suka, dan tolong antarkan ke alamat yang sudah saya berikan bepada Tante Arum.”
Kedua pegawai itu mengangguk, “Baik, Pak!” setelahnya mereka membantu Rumi untuk turun dan kembali ke ruang ganti untuk mengganti kembali bajunya ke setelan awal saat dirinya kesini.
Rumi tersenyum senang, bahkan ia berjalan cepat menuju ruang ganti. Dadanya bergemuruh hebat ketika apa yang ia inginkan tercapai, rasa senangnya buat kedua matanya ikut menyipit karena tersenyum berlebihan. Rayyan yang melihat tingkah calon suaminya hanya terkekeh, “Lucu sekali.”
© vivi.