langit memarkirkan motor sport hitamnya pada halaman rumah megah keluarga martadinata. rumah putih gading dengan nuansa eropa yang elegan, rumah dengan sensor dan keamanan yang ketat. gerbang yang ada pada rumah keluarga bintang, memiliki sensor dan keamanan yang dirancang khusus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, gerbang dengan huruf 'M' yang dilapisi oleh emas murni dan cctv disetiap sudutnya.

langit sudah tidak asing lagi dengan penampakan rumah megah milik keluarga martadinata, ia sudah sangat sering berkunjung ke sini. rumah megah yang penuh dengan bridesmaids kepercayaan orang tua bintang.

bintang tumbuh dengan baik disini, semua fasilitas yang ia mau selalu ia dapat. namun, ketidak beradaan kedua orang tuanya membuat ia terus merasa kesepian. bintang tumbuh menjadi pribadi yang baik, kasih sayang kedua orang tuanya sangatlah cukup untuk bintang. namun, ia hanya ingin jika waktu yang diluangkan kedua orang tuanya lebih banyak untuknya dari pada lembaran kertas kantor yang membuat kedua orang tuanya lupa bahwa mereka nemiliki anak semata wayang.

langit melepas helm hitamnya, lalu berjalan mendekat untuk menekan bel pintu utama rumah bintang. saat langit hampir menekan bel rumah bintang, sosok manis dengan balutan piyama tidur lebih dulu membuka pintu.

“hai,” sapa bintang sambil tersenyum manis.

“gue belum teken bel loh padahal.”

“suara motornya kedengeran.”

“masih inget suara motor gue?”

bintang diam, enggan menjawab.

“yaudah yuk, masuk!”

maka langit hanya mengangguk, mengekor dibelakang bintang yang membawa dirinya menuju dapur.

“lo duduk aja ya, tunggu gue selesain bikin cookiesnya.”

“iya.”


“kecil, gue datang—”

“jangan berisik bisa gak sih kak? ada tamu.”

jendra, lelaki dengan tubuh semampai dan wajah tampan yang digadang-gadangkan dekat dengan bintang itu kini muncul dihadapan wajah langit secara langsung. matanya mengekor ketika bintang berjalan mendekat ke arah jendra, mengambil kantong kresek yang penuh dengan barang belanjaan.

“makasih ya, udah mau gue repotin.”

anything for you, kecil.”

langit mengepalkan kedua tangannya dibawah meja makan, ia tidak suka jika bintang melempar senyum manis pada lelaki lain. ia hanya ingin egois tentang semua yang ada pada diri bintang, harusnya senyum itu miliknya, hanya untuknya.

“eh lupa, kenalin kak. ini langit, langit ini kak jendra.”

jendra menatap langit dan menyodorkan tangan untuk berjaba tangan, “jendra.”

“langit,” tersenyum simpul.