Luka pertama untuk seorang Bintang Athala

Karna sejatinya cinta ada hanya untuk membawa kebahagiaan sesaat, dan luka pasti akan membekas pada waktu yang lama. Ketika kamu memilih untuk menaruh hati, maka kamu harus siap dengan kemungkinan patah hati.

•••

kita udahan ya?

Sudah tiga puluh menit Bintang terdiam menatapi sebaris pesan penuh kalimat luka. Di dalam kamar yang gulita, ia duduk sendirian. Air mata sudah mengalir sejak tadi, matanya menatap ponsel yang masih menyala menampilkan jendela pesan dengan yang terkasih.

Bintang tahu, pada akhirnya akan selalu seperti ini. Ia ditinggal sendirian. Ia tahu jika ia sudah menyimpan rasa dan jatuh pada seseorang, maka komitmen yang harus ia terima adalah ia harus siap jatuh bangun menghadapi rasa. Ia harus siap menemui luka. Cinta bukan sekedar manis yang ingin kau sesap selalu seperti madu. Dalam cinta dan realita, dan patah hati adalah satu bagian diantaranya.

Hubungan yang ia jalin dengan Langit sudah satu tahun lamanya. Hari telah demikian panjang untuk setiap waktu yang berlalu. Bahagia dan kecewa kadang terasa antara mereka berdua. Namun, satu kalimat yang Langit kirimkan padanya malam ini berhasil membuat malamnya menjadi kelam.

Bintang tahu, ia tak butuh apa-apa selain adanya Langit disampingnya selalu. Ia senang ketika Langit bisa lebih terbuka padanya, Bintang senang ketika Langit membagi luka dengannya. Ia tidak masalah, karena ia tahu bahwa setiap manusia pasti memiliki masalah dan lukanya masing-masing.

Namun, ketika kedua netranya melihat sendiri bagaimana Langit mengelus puncak kepala seorang gadis di sebuah mall dan memanggilnya dengan kalimat yang selalu ia dengar untuknya, dadanya bergemuruh. Seperti ada sebuah sengatan yang membuat dadanya meletup-letup dan panas. Membuat genangan air di matanya, seperti menantikan air mendidih dan siap dikucurkan pada teko yang sudah diisi oleh daun teh yang sudah mengering.

Dirinya berbalik begitu saja ketika Langit mencium pucuk kepala sang gadis, Seandra berteriak ketika Bintang berlari menjauh darinya. Ia mengedarkan pandangannya, mencari apa yang dilihat Bintang. Kedua tangannya mengepal ketika melihat Langit dengan seorang perempuan, kedua kakinya berjalan agak tergesa. Ketika sampai dihadapan Langit, Seandra melayangkan sebuah tamparan paling keras yang belum ia berikan pada siapapun.

anjing, lo emang anjing! kak Bintang gak pantes dapetin lo. Lo harusnya bersyukur bisa dapetin dia, karena jauh diluar sana—” Seandra menahan nafasnya karena sesak, matanya sudah berkaca-kaca.

Dengan sekali tarikan nafas, Seandra kembali bersuara “Jauh di luar sana, banyak yang mau dapetin kak Bintang dan gak ada yang berhasil, kak bintang dengan bodohnya malah milih lo yang kasar, galak, dingin, keras kepala. Harusnya lo bersyukur kak. hiks—”

Seandra menangis, menangis karena emosi. Ia menyayangi Bintang seperti kakak kandungnya sendiri, Bintang adalah orang yang menolongnya ketika dirinya diolok-olok. Bintang yang mengurusnya ketika sakit, Seandra sudah tidak punya siapa-siapa. Orang tuanya sudah lama meninggal karena kecelakaan, maka Bintang adalah orang yang akan selalu ada ketika ia sedih dan senang.

Bintang akan ada ketika siapapun membutuhkannya.

Plak

“Dan lo, orang terbodoh yang pernah gue temuin.” Seandra berjalan begitu saja meninggalkan Langit yang tengah mematung serta si perempuan yang hanya bisa diam membisu.

Bintang tahu apa yang Seandra lakukan, karna ia bersembunyi pada salah satu tembok.

Mengingat itu Bintang meremas dadanya kuat, sudah sejak tadi ia tidak mengeluarkan suara. Ia tahu ini akan terjadi, namun ia tidak pernah menyangka jika Langitnya akan menggoreskan luka sedalam ini. Luka yang mungkin akan lama kering, luka yang diberi garam. Ini sangat menyakitkan.

“Langit, hiks...”

“Langit kenapa jahat?” tangisnya pecah tatkala melihat wallpaper handphone yang menampilkan potretnya dengan yang terkasih, tangisnya berubah menjadi raungan tat kala ia sadar bahwa Langitnya sudah tidak bersamanya.

Ini luka pertama yang ia dapat karena mencintai orang. Suara hujan yang turun tak dihiraukan oleh Bintang, ia semakin menjerit tat kala hujan turun. Ia keluarkan semua rasa sakit yang tiga puluh menit ia tahan tat kala suara dering ponsel yang menunjukan nama Kelana muncul.

“PERGIII, PERGIIII, hiks— bundaa, sakitt!” ia terus menepuk dadanya yang sakit. Ia hancur, Bintang Athala sudah kehilangan sinarnya.

“Langit, aku sayang kamu.”

Langit datang membawa sebuah perasaan baru untuk Bintang, ia memberi sebuah rasa yang sangat indah untuk Bintang. Ia membuat Bintang mengetahui bagaimana caranya bahagia, tapi Langit lupa bagaimana cara Bintang berbahagia saat dirinya tak ada.


© butterfly