rooftop sekolah adalah tempat favorit langit dan bintang ketika masih menjalin asmara, mereka selalu mencuri kesempatan untuk ke sini. karena satu kelas, jelas itu lebih mempermudah mereka untuk memamerkan kemesraan pada seluruh temannya dikelas. tak jarang juga mereka mendengus karena bosan melihat adegan romansa setiap hari.
sejak tadi langit tidak bisa menemukan bintang dikelas. karena itulah ia mengirim bintang pesan untuk menemui dirinya. langit sudah berada di rooftop sejak bel pulang sekolah berbunyi, sekitar satu jam yang lalu.
ia duduk pada sofa tua yang sengaja diletakan di rooftop, mungkin bekas sofa di ruang kepala sekolah yang dibawa oleh penjaga sekolah ke sini. karena hembusan angin yang sepoi-sepoi membuat langit menguap, semalam ia kurang tidur karena harus mengerjakan puluhan soal yang diberikan gurunya sebagai pekerjaan rumah.
oh ayolah, langit bukanlah anak pandai yang hanya sekali baca saja langsung tahu jawaban dari soal, ia hanya seorang siswa nakal yang terpaksa mengerjakan puluhan soal karena diancam tidak naik kelas.
ketika matanya akan menutup, langit bisa mendengar pintu rooftop dibuka dan menampilkan sosok pria manis kesayangannya. bintang tersenyum ketika bertemu tatap dengan langit. tanpa disuruh langit, bintang mendudukan bokongnya pada sofa kosong disebelah langit.
“hai, lagi?” sapanya, canggung.
“capek ya?” tanya langit sambil mengamat wajah bintang yang penuh dengan peluh.
“iya, persiapan acara buat bulan depan baru tiga puluh persenan.”
“gapapa, kan masih bulan depan acaranya juga,” langit terlihat berbalik dan mengambil sesuatu.
“nih makan!”
bintang sempat terdiam menatap satu bungkus bolu tiramisu serta satu kotak susu cokelat.
“tapi gue gasuka susu cokelat langit.”
“iya tau, tapi kalo minum kopi gak boleh. nanti lambungnya bintang sakit lagi kaya minggu kemarin, kalo perut kosong gak boleh minum kopi.”
“yaudah deh, makasih ya.”
hening beberapa saat. bintang yang berkecamuk dengan isi pikirannya yang terus meminta agar tidak luluh pada perilaku langit tadi, tapi hatinya seolah terus berbisik untuk menyuarakan rasa rindu yang tertahan.
sementara langit sendiri malah asyik menandangi pahatan wajah bintang yang terlihat tampan dan cantik pada saat yang bersamaan.
“bintang.”
“iya?”
“maaf!”
bintang menoleh dengan cepat ke arah langit, atmosfer yang tadinya hening dan canggung kini malah semakin canggung.
“maaf karena waktu itu gue terlalu takut buat jujur sama lo, maaf karena gue gak percaya kalo lo gak bakalan pergi ninggalin gue,” langit sempat berhenti sebentar sebelum melanjutkan.
ia genggam tangan bintang yang menganggur, mengusap punggung tangan seputih porselen itu dengan lembut. keduanya menatap netra satu sama lain, langit tersenyum kecil.
“gue terlalu takut sama perpisahan, gue takut salah ambil langkah dan malah nyakitin lo. gue takut sikap papah yang egois dan gak setia nurun ke gue, gue takut lo ninggalin gue kalo misalkan gue jujur bintang.”
“langit, gapapa. gue gapapa!”
“gue yang gak papa bintang. papah ngancem gue dengan bawa-bawa nama mamah, gue disitu mulai takut bi. gue takut salah pilih, kalo gue gak ngikutin perintah papah dia bakalan pindahin makam mamah jauh dari gue bi, gue gamau!” langit menitikan air mata, ia menangis lagi untuk pertama kalinya setelah mamahnya meninggal.
bintang bisa melihat betapa rapuhnya langit saat ini. ia paham dengan masalah langit, ia sangat paham.
“udah, langit jangan nangis!”
“maaf, maafin gue bintang. gue sayang sama lo!”
“aku juga sayang kamu, langit.”
bintang memeluk tubuh rapuh langit, menyalurkan kehangatan yang mampu membuat langit merasa lebih tenang.
karna sekuat apapun bintang menghindar dari langit ia tetap tidak bisa, karena langitlah penghuni hatinya. begitupun langit, sekuat apapun ia merelakan dan menjauh ia tetap tidak bisa, karena bintang adalah rumahnya. tempat dirinya pulang, mereka membutuhkan satu sama lain.
“gue butuh lo, jangan pergi bintang.”
“aku gak akan kemana-mana langit.”