Selamat Tinggal.

a jayhoon au.

cw// blood, character died.


Terkadang seseorang bisa menjadi malaikat di hidup orang lain dan menjadi iblis pula di hidup yang lain. Menilai baik atau tidak baiknya seseorang tidak segampang itu. Ada kalanya kamu berfikir bahwa dia baik, ada kalanya kamu berfikir bahwa dia tidak baik pula. Semuanya berubah sesuai dengan apa yang di perlihatkan kepada kita.

Dari kecil mungkin Sena sudah diperkenalkan dengan pahit manisnya kehidupan, ditinggalkan oleh orang terkasih untuk selama-lamanya. Namun, ia tidak pernah berpikir akan mengalami itu lagi sekarang.

Kakinya melangkah perlahan untuk mendekati beberapa orang yang berkerumun di salah satu titik, polisi serta para ahli medis terus berdatangan. Sirine polisi yang terus berbunyi seolah hilang begitu saja, tidak terdengar oleh rungu Sena yang mulai berdenging.

Sekelebat kalimat manis yang Jenan lontarkan padanya terus memutar, terus mengulang di dalam kepala, timbulkan senyuman manis di bibir merah alami miliknya. Sesungguhnya Abiya Sena paling takut ketika harus memulai sebuah hubungan, ia takut akan di tinggalkan.

Kakinya sampai pada titik dimana ia mulai membelah kerumunan itu dengan di dampingi oleh Hugo di sebelahnya. Menggenggam erat tangannya yang dingin, merapalkan doa bahwa itu bukan Jenan.

“Permisi, maaf tuan tidak bisa mendekat.” salah satu polisi menghadang, namun Sena hanya bisa menatap dengan pandangan kosong salah satu kantong yang di yakini jasad kecelakaan itu berada.

“Maaf pak, kami salah satu keluarga korban. Izikan saya untuk memastikan jika itu jasad Jenan Lakhsan—”

“Gak! itu bukan mas Jenan, mas Jenan udah janji sama aku buat tunggu di rumah. Kita bakalan hidup bersama selamanya dan bahagia, itu bukan mas Jenan!”

“Hei sena, tenang. kita pastikan dulu oke?”

“Gak, gamungkin itu mas Jenan, kita pulang sekarang ya mas Hugo?”

Hugo terus bujuk Sena yang kini mulai menariknya untuk menjauh, namun kini Hugo sudah kehilangan kesabaran. Ia menarik Sena untuk mendekat dan memeriksa.

Tangan pucat itu mulai membuka sleting kantong jasad yang ia yakini bukan Jenan di dalamnya, ketika sleting itu turun hingga dada korban. Sena mematung, air matanya luruh begitu saja.

Wajah damai Jenan, dengan penuh lebam dimana-mana terlihat tengah tersenyum teduh. Hugo yang berada di samping Sena langsung mendekapnya erat, air matanya juga luruh begitu saja tanpa ia minta.

“Hiks—Mas....gamungkin!”

“Ga mungkin! MAS JENAN JANGAN TINGGALIN AKUM MAS...HIKS—MASS...”

Seolah dirinya hilang kendali, Sena usap beberapa luka yang diakibatkan oleh sayatan kaca mobil yang pecah. “Sayang aku mukanya kena kaca, sakit ya mas? kita pulang ya. Aku obatin di rumah?”

“Sena, cukup. Jenan sudah tidak ada.”

“ENGGA! Mas jenan udah janji loh sama aku, ayo pulang. Aku udah masakin banyak makanan juga, kamu gak hargain aku ya?”

Sumpah demi apapun, Hugo tidak tega melihat seseorang yang ia cintai mengalami hal semenyakitkan ini di hadapan matanya sendiri. Kehilangan sahabat bukanlah hal yang akan ia ikhlaskan dengan mudah, bagaimanapun Jenan adalah sahabatnya dari kecil. Sahabat yang ia jaga dari semua rasa sakit, bahkan ia relakan cintanya demi sang sahabat, namun apa ini balasannya? Tanpa mengucapkan selamat tinggal, Jenan pergi.

Abiya Sena mungkin akan tambahkan trauma pada hidupnya, kehilangan cinta sejati yang ia damba selama ini. Takdir sangat mempermainkan kehidupannya, tidak bisakah ia bahagia untuk selamanya? belum cukup kah dirinya mengorbankan semuanya?

“Mas, ayo pulang. Jangan tinggalin aku!” Sena meraung dan memeluk tubuh kaku Jenan yang semakin memutih pucat.

Semua orang mungkin gagal dengan cata dan takaran berbeda, seperti Jenan yang gagal menjadi suami yang baik bagi Sena, gagal menjadi calon ayah sekaligus suami bagi Casandra dan calon anak yang sudah dipanggil maha kuasa, gagal menjadi anak yang berbakti bagi kedua orang tuanya, gagal menjadi kakak yang baik bagi Archie, dan kini ia gagal menjadi pribadi yang menetapi janji. Waktu dan rasa sakitnya juga tidaklah sama.

Sena sudah merasakan berbagai kesakitan yang ia alami semenjak ia dilahirkan ke muka bumi. Namun, di dunia ini tidak ada satupun orang yang cukup umur untuk merasa cukup siap untuk ditinggalkan oleh orang terkasih. Sekalipun kepergian adalah hal yang pasti.

Lantas, apa yang harus ia ucapkan untuk hal ini. Selamat jalan sayang, selamat bermimpi indah?

Atau,

Selamat jalan mas Jenan, terimakasih karena sudah menjadi seseorang yang mencintai saya dengan tulus hingga saat ini.

Terimakasih Jenan Karius Lakhsan untuk pengabdian dan pengorbanan yang kamu lakukan untuk Abiya Sena Alister. Terimakasih karena telah mengajarkan bahwa mencintai tidak harus selalu dengan cara romantis, terimakasih karena sudah merelakan segala hidup untuk cintamu.

Selamat Tinggal, Jenan Karius Lakhsan. Sudah cukup semuanya, ini akhirnya.

“MASS! JANGAN TINGGALIN AKU, AKU MOHON!”