Sepersekon Rumi hanya termenung ketika membaca beberapa rentetan kata yang di kirimlah oleh sang Kakak, Bima. Kalimat yang menyatakan bahwa sang papi masih merasa bersalah padanya terus mengganggu isi pikirannya hingga dirinya tidak sadar sudah ada Reksa dengan baju model baru di genggaman.

“Adek, are you okay? kalo udah capek bilang ya, kakak jadi gak tega buat nyuruh kamu nyoba baju yang lainnya. Kita pulang aja mau? muka kamu pucet loh dek, tadi makannya dikit ya?”

Rumi tersenyum tipis lalu menggeleng pelan, “Enggak kok kak, tadi Rumi lagi bengong iseng doang kok. Soalnya kalo bengong pikiran Rumi jadi lebih tenang, mungkin? Yaudah sini, Rumi cobain lagi bajunya.”

Reksa hanya mengangguk dan berjalan mundur untuk membiarkan Rumi mengganti kembali bajunya dengan model yang ia bawakan tadi, sesungguhnya Reksa tidak tega ketika harus membuat Rumi memilih dan mencoba baju yang ia bawakan untuk ia bayar ke kasir. Masalahnya, jika di hitung hingga baju tadi, sudah tujuh model yang Reksa berikan pada Rumi, namun tampaknya anak itu belum menemukan pilihan baju yang ia sukai.

“Gimana? anaknya masih mau nyoba bajunya?” Dipta berjalan agak pelan ketika melihat Reksa yang berdiri tidak jauh dari tempat Rumi berganti baju, wajah keduanya sama-sama cemas setelah membaca beberapa bubble chat yang di kirimkan oleh Bima, takut jika rencana yang mereka bangun malah gagal total.

Reksa mengangguk lesu, tatapannya penuh rasa khawatir ketika melihat wajah sang calon adik ipar yang murunf dan pucat. Pikirnya, ini karena dirinya yang terlalu banyak membawakan model pakaian untuk di coba oleh Rumi sehingga membuat anak itu kecapean, namun nyatanya bukan. Rumi masih sedih ketika mengingat kejadiannya dengan sang papi.

“Anaknya pucet, jadi gak tega kak buat nyuruh ganti baju lagi. Semoga salah satu baju yang aku bawa masuk dari ada yang dia suka deh biar bisa cepet-cepet pulang sebelum jam tujuh malem.” ucap Reksa, sedikit cemas.

Dipta mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti, tepat ketika keduanya tengah berbincang soal kemana selanjutnya mereka harus pergi, tiba-tiba pintu ruang ganti baju terbuka dan menampilkan Rumi dengan senyum cerah di wajahnya. Buat kerutan di dahi Reksa dan Dipta terlihat, keheranan.

“Kenapa? kok senyum-senyum serem gitu? kesambet apa ya jangan-jangan pas ganti baju?” Dipta mencoba mencolek lengan Rumi beberapa kali, takut-takut jika yang ia ucapkan tadi sungguhan.

Namun, ketika keduanya melihat raut wajah ceria itu kembali mencucu, keduanya bernafas lega.

“Ih enggak loh, ini aku mau bilang kalo aku suka sama baju tiga ini. Boleh beli tiga-tiganya gak?”

“Boleh.”

“Boleh banget, yaudah kita langsung bayar ke kasir. Terus, kita pulang oke?” ajak Reksa bersemangat.

Akhirnya, harapan yang ia nantikan terkabul juga. Maka dengan cepat-cepat ia bawa baju tadi ke arah kasir untuk membayar, meninggalkan Rumi dan Dipta di depan ruang ganti. Sebenarnya Rumi tidak berbohong dengan ucapannya tadi, baju yang di bawakan Reksa tadi sungguh indah dan juga menawan menurut Rumi, jadi ia suka dan langsung menetapkan pilihannya.

Tak lama kemudian, Reksa datang dengan kantong belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Dipta langsung berinisiatif untuk mengambil alih sebagian agar Reksa tidak kewalahan, Rumi keluar dari ruang ganti lengkap dengan baju sebelumnya.

“Udah, yuk kita beli sepatu!” seru Dipta. Reksa dan Rumi mengangguk kompak dan mulai berjalan keluar dari toko tadi mengikuti Dipta yang menjadi pemandu jalan untuk kali ini.