vivi

bxb—jayhoon, tw//kissing, if this au making you uncomfortable, then leave it.

narasinya 1566 word, bacanya pelan-pelan aja ya. nikmatin setiap alur yang aku tulis.


seoulkarta, 2022.

yang namanya marchelio tidak akan pernah bisa memaksa kehendaknya sendiri, marchelio atau akrab di panggil cio oleh orang terdekat memiliki hati yang begitu lembut dan tulus layaknya anak kecil.

cio yang telah memutuskan sambungan vidio call dengan kekasihnya kini mendesah kecewa, satu bulan sudah ia berjauhan dengan varo. hubungan keduanya sudah berjalan empat tahun lamanya, varo yang tadinya anak motor kini mencoba mengikuti jejak sang kakak menjadi seorang pilot utama.

pekerjaan yang mengharuskan keduanya terus berjauhan, bukan antar komplek, tapi kini keduanya harus berjauhan antar negara.

cio bergegas membersihkan dirinya dan tidur. ia juga lelah hari ini, karena telah mengikuti sebuah pertandingan di luar kota. ia butuh mengisi tenaga.


pukul 22.00, tanpa cio ketahui kekasihnya itu sebenarnya berbohong tentang kepulangannya yang di undur, ia hanya ingin menjahili cio dengan bekerja sama dengan bundanya cio.

“bunda, cionya udah tidur?”

“udah kayaknya, bunda gak denger suara dia lagi. soalnya tadi pas udah ngobrol sama kamu dia ngeluh terus, kedengeran tuh sampe ruang keluarga.”

varo terkekeh, ia bisa membayangkan wajah cio yang memerah karna kesal, serta halis yang selalu bertaut ketika mengoceh.

“ini varo terus ngumpet dikamar bunda atau boleh keluar aja?” tanya varo pada bunda cio.

varo sebenarnya sudah sampai tiga puluh menit sebelum cio terlelap, ia datang ketika cio tengah membersihkan badan.

“boleh, masuk ada ke kamarnya cio ya varo, bunda mau tidur dulu ah ngantuk.”

“iya bunda, good night.”

“pelan-pelan buka pintunya, sekalian kamu nginep disini aja. nanti bunda yang bilang mamah kamu!”

“ay ay captain!” seru varo sambil mengambil sikap hormat pada bunda cio yang dibalas pukulan pada lengannya.

“bisaan, yaudah sana samperin anak bundanya. cepet-cepet lamar, bunda mau nimang cucu.”

varo hanya cengengesan lalu berjalan keluar untuk menuju kamar cio yang letaknya di lantai dua.

varo berjalan perlahan ketika dirinya sudah sampai di depan pintu kamar cio, aroma parfum vanilla citrus menguar hingga keluar kamar, oh ayolah varo sudah tidak sabar ingin memeluk dan mencium kekasih manisnya itu.

wajar, sudah lama ia menahan rindu.

dengan perlahan, varo menarik knop pintu itu agar tidak menimbulkan suara yang dapat membuat cionya terbangun. ia bawa perlahan kakinya untuk mendekat ke arah ranjang yang kini ditempati oleh yang terkasih.

kamar cio lumayan gelap karena lampu utamanya dimatikan, tapi untungnya cio menyalakan lampu tidur sehingga varo bisa melihat sosok pujaan hati yang menutup mata, sosok manis yang kini sudah menyelam ke alam bawah sadar.

varo tersenyum ketika ia melihat foto cio dan dirinya di atas nakas sebelah kiri, ia alihkan pandangannya pada yang terkasih lagi karena sepertinya tidurnya tidak tenang.

“susususu....aku disini sayang, bobonya yang tenang sayang aku temenin.”

cio membalik tubuhnya pada varo, kedua alis cio kini mengkerut pertanda bahwa tidurnya tidak nyenyak. varo dengan sikap mengambil posisi terlentang di sebelah cio yang kini mulai menitikan air mata.

“cio...sayang, kok nangis tidurnya? aku disini sayang, varo disini.”

“k..kakak...hiks..”

“ini sayang, iya kakak disini.”

bukannya mereda, tangisan cio malah semakin terdengar menyedihkan. entah cio bermimpi apa dalam tidurnya, varo yang melihat hidung cio yang memerah tak tega.

maka dengan terpaksa ia bangunkan cio dengan menepuk pelan pipi gembil sang kekasih.

“cio..sayang bangun dulu yuk? sini cerita sama kakak kenapa nangisnya sesakit itu sayang..”

“hiks..k..kakak...ngga..”

“hey, bangun yuk sayang? kakak disini, jangan nangis sayang. bangun dulu!”

perlahan kedua mata bulat itu terbuka, betapa sakitnya hati varo ketika melihat kedua mata itu meredup. hanya ada genangan air mata disana, bintang-bintang yang selalu varo lihat dikedua mata cio kini tidak ia lihat lagi.

“sayang...bangun yuk? minum dulu ya?”

bukannya menjawab, cio malah memanyunkan bibirnya bersiap menangis lagi.

“KAKAK...HIKS...KA..KAK...” tangisnya pecah, suara nafas yang tersendat serta suhu tubuh yang sangat panas bisa varo rasakan ketika yang terkasih berhambur memeluknya.

“adek demam sayang, mau minum obat?”

cio menggeleng, ia malah beringsut untuk meminta pangku pada yang lebih tua.

“gendong...” cicitnya.

“sini, kakak pangku aja ya?” maka dijawab anggukan kepala oleh yang muda.

sekitar dua puluh menit varo mencoba menenangkan cio yang masih menangis, tidak tahu kenapa tapi malam ini cio begitu rewel.

“sayang, hey...tiduran ya?”

“enggak, mau sama kakak.”

“iya ini juga sama kakak kan? kakak ngga kemana-mana sayang.”

cio menggeleng, ia kembali sembunyikan wajahnya pada leher yang lebih tua. tetap kekeuh pada posisinya, demi apapun varo sudah pegal, seluruh sandinya minta diistirahatkan.

“kakaknya capek cio, adeknya bobo ya?”

“enggak...”

“sebentar aja, kakaknya pegel sayang. ngga bakal ditinggal lagi kok, kakak mau mandi dulu.”

“ngga mau kakak...hiks..”

“kakaknya mau bersih-bersih dulu sayang, nanti tidur sama kamu kok.”

“enggak kakak engga, gamau euung...”

hilang sudah kesabaran varo, ia terpaksa menjatuhkan tubuh cio pada sisi ranjang sebelah kiri. varo langsung berdiri tegak, urat tangannya menonjol karena menahan emosi, tatapannya menajam.

cio yang terkejut langsung membulatkan matanya, wajahnya kembali sendu ketika melihat varonya menatap dengan amarah. dirinya takut, ia takut.

“gini ya, kakak baru pulang kerja. kakak capek, tolong kamu ngertiin kakak, kakak juga butuh istirahat cio. bukan kamu doang!”

cio menangis, ia tumpahkan seluruh air mata yang coba ia tahan ketika mendengar varo membentaknya.

“kamu tuh...bisa gak sih sehari jangan rewel, kakak juga capek sayang.”

“maaf...” cicit yang lebih muda.

cio beringsut untuk menggapai selimut tebal yang ada disebelah kirinya, tangannya gemetar karena ketakutan melihat varo yang memarahinya habis-habisnya.

bibirnya ia gigit dengan keras hingga berdarah, cio tidak ingin suara tangisannya keluar. ia baringkan tubuhnya menghadap samping, menghindari kontak mata langsung dengan varo.

sementara varo yang tersadar kini sudah kelabakan, ia kelepaskan. tidak seharusnya ia membentak dan memarahi cio, cio hanya ingin diperhatikan dan dimanja karena sudah lama tidak bertemu varo.

“sayang...” panggil varo yang tidak mendapat jawaban.

“maafin kakak sayang, kakak bentak kamu. takut sama kakak ya?” varo mencoba mendekat ke arah cio yang kini memeluk boneka singa pemberian varo untuknya.

“enggak..hiks. cionya yang nakal k..kakak.”

oh astaga, lihat apa yang kamu perbuat varo.

“sayang, liat sini dulu yuk. kakaknya mau ngomong!”

cio tidak memberi tanggapan, ia hanya terus memilin ujung kaki bonekanya itu sambil menangis dab menggigit bibir.

“marchelio, lihat sini.”

tersulut amarahnya lagi, dengan sedikit kasar varo balikan tubuh yang menyamping itu untuk menghadap ke arahnya.

“AAAKR KAKAK AMPUN, AMPUN..HIKS..AMPUN.”

“hey, hey look at me! kakak engga ngapa-ngapain kamu sayang.”

“k..kakak takut..”

“maaf sayang maaf, sini kakak gendong lagi.”

cio menurut, ia takut varo akan marah padanya lagi. dengan tangan yang masih bergetar, ia kalungkan pada leher yang lebih tua.

“takut ya sama kakak, galak kakaknya?”

“eungg..takut..”

“maaf ya sayang, kakaknya bentak kamu. pukul aja pukul kakaknya, berani-beraninya bikin adek nangis.”

cio mengangkat wajahnya dari ceruk leher yang lebih tua. gelengkan kepala atas apa yang baru saja varo katakan.

“enggak, kakak ngga salah. jangan dipukul.”

varo tersenyum ketika kedua mata itu akan kembali menangis, apalagi ditambah bibir yang mengerucut lucu. saat mata elang itu menatap bibir yang lebih muda, tangan kanan varo yang bebas refleks terangkat dan mengusap bibir cio.

“k...kakak sakit, jangan diusap.”

“kenapa berdarah sayang, jangan digigit. takut banget ya sama kakak?” cio mengangguk.

membuat perasaan bersalah didalam diri varo semakin berkali lipat.

“kakak obatin ya, pake betadin.”

“gamau kakak, perih..”

“tapi itu harus diobatin sayang.”

“cium..”

“hah?”

cio cemberut lagi, kedua matanya menitikan air mata.

“hey jangan nangis lagi dong sayang, mau kakak cium dimana emangnya?”

“disini..” tunjuknya pada bibir.

maka tanpa menunggu lama, varo dekatkan kepalanya pada yang lebih muda. menyesap benda kenyal yang memiliki rasa manis itu untuk ia kecap rasanya, tangan kanannya yang bebas menarik tenguk yang lebih muda untuk memperdalam ciuman.

membuat sebuah lenguhan nikmat dari yang lebih muda.

“mmph..k..kakak pelan, cio gak bisa..mph..nafas..”

varo turunkan bibirnya untuk menyesap kulit putih bak porselen milik cio, menyesap apa yang ia bisa sesap. meninggalkan jejak rona merah pada perpotongan tulang selangka dileher cio.

“k..kakak...”

cio menarik kepala varo untuk ia sesap kembali benda kenyal milik yang lebih tua. sesap dan lumat terus ia lakukan hingga yang lebih tua membawa tubuhnya untuk berbaring dan ia kukung, dinginnya angin malam kini tidak terasa karena kegiatan panas mereka.

cio yang sudah kehabisan nafas dan kewalahan juga terpaksa menarik kepala varo yang asik menyesap lehernya.

“kakak udah, capek.”

“tadi nantangin.”

“IHH NGGA, KAPAN?!”

“tadi yang cium kakak lagi siapa? bilangnya gak kuat, tapi kok ciumnya nuntut banget.”

tersipu, cio membenamkan wajahnya pada dada yang lebih tua. posisinya telah berubah, ia kini sudah diatas. entah kapan berubahnya.

“ish kakak diem...malu...”

varo tertawa, “kenapa malu, kan seminggu lagi mau tunangan.”

“ish diem ah kakak..”

“pipinya merah, lucu. coba sini kakak mau cium lagi.”

“ENGGAK, UDAH AH KATANYA TADI MAU MANDI...”

“lah, tadi dilarang pake segala nangis-nangis, mana nangisnya sakit banget.”

“ish kakak...”

varo terbahak ketika melihat cio yang menggulung dirinya di dalam selimut, ia arahkan telapak tangannya pada kening yang lebih muda. hendak mengecek suhu badan cio.

“udah turun demamnya, berarti harus ciuman ya kalo mau sembuh?”

lagi-lagi wajah cio merona bak tomat. ia kembali meringsut untuk memendam dirinya di dalam selimut. varo tertawa ketika melihat tingkah kekasihnya.

“mirip ulat pohon pisang kamu dek.”

“ish gaboleh ledek, sana mandii..”

“iya iya ini kakak mandi, tapi dimaafin kan? udah gak marah?”

“enggak kakak, udah sana!”

“sini dulu, kakak cium dulu!”

“KAKAK!!”

“ampuun, ada singa ngamuk.”

varo berlari ke arah kamar mandi milik cio yang ada dikamarnya, sementara cio kini menurunkan selimut yang menghalangi pandangannya.

ketika dirasa aman, ia mengulurkan jemarinya untuk mengusap bibir cherrynya. tak lama ia malah tersenyum salah tingkah mengingat tindakannya tadi.

“AAAAA MALUUU....”

cio kembali memasukan kepalanya pada selimut, memendam teriakan karena perasaan bahagia yang datang tiba-tiba.

—end—

written by ©vivi.

bxb—jayhoon, tw//kissing, if this au making you uncomfortable, then leave it.

narasinya 1566 word, bacanya pelan-pelan aja ya. nikmatin setiap alur yang aku tulis.


seoulkarta, 2022.

yang namanya marchelio tidak akan pernah bisa memaksa kehendaknya sendiri, marchelio atau akrab di panggil cio oleh orang terdekat memiliki hati yang begitu lembut dan tulus layaknya anak kecil.

cio yang telah memutuskan sambungan vidio call dengan kekasihnya kini mendesah kecewa, satu bulan sudah ia berjauhan dengan varo. hubungan keduanya sudah berjalan empat tahun lamanya, varo yang tadinya anak motor kini mencoba mengikuti jejak sang kakak menjadi seorang pilot utama.

pekerjaan yang mengharuskan keduanya terus berjauhan, bukan antar komplek, tapi kini keduanya harus berjauhan antar negara.

cio bergegas membersihkan dirinya dan tidur, ia juga lelah hari ini karena telah mengikuti sebuah pertandingan di luar kota. ia butuh mengisi tenaga.


pukul 22.00, tanpa cio ketahui kekasihnya itu sebenarnya berbohong tentang kepulangannya yang di undur, ia hanya ingin menjahili cio dengan bekerja sama dengan bundanya cio.

“bunda, cionya udah tidur?”

“udah kayaknya, bunda gak denger suara dia lagi. soalnya tadi pas udah ngobrol sama kamu dia ngeluh terus, kedengeran tuh sampe ruang keluarga.”

varo terkekeh, ia bisa membayangkan wajah cio yang memerah karna kesal, serta halis yang selalu bertaut ketika mengoceh.

“ini varo terus ngumpet dikamar bunda atau boleh keluar aja?” tanya varo pada bunda cio.

varo sebenarnya sudah sampai tiga puluh menit sebelum cio terlelap, ia datang ketika cio tengah membersihkan badan.

“boleh, masuk ada ke kamarnya cio ya varo, bunda mau tidur dulu ah ngantuk.”

“iya bunda, good night.”

“pelan-pelan buka pintunya, sekalian kamu nginep disini aja. nanti bunda yang bilang mamah kamu!”

“ay ay captain!” seru varo sambil mengambil sikap hormat pada bunda cio yang dibalas pukulan pada lengannya.

“bisaan, yaudah sana samperin anak bundanya. cepet-cepet lamar, bunda mau nimang cucu.”

varo hanya cengengesan lalu berjalan keluar untuk menuju kamar cio yang letaknya di lantai dua.

varo berjalan perlahan ketika dirinya sudah sampai di depan pintu kamar cio, aroma parfum vanilla citrus menguar hingga keluar kamar, oh ayolah varo sudah tidak sabar ingin memeluk dan mencium kekasih manisnya itu.

wajar, sudah lama ia menahan rindu.

dengan perlahan, varo menarik knop pintu itu agar tidak menimbulkan suara yang dapat membuat cionya terbangun. ia bawa perlahan kakinya untuk mendekat ke arah ranjang yang kini ditempati oleh yang terkasih.

kamar cio lumayan gelap karena lampu utamanya dimatikan, tapi untungnya cio menyalakan lampu tidur sehingga varo bisa melihat sosok pujaan hati yang menutup mata, sosok manis yang kini sudah menyelam ke alam bawah sadar.

varo tersenyum ketika ia melihat foto cio dan dirinya di atas nakas sebelah kiri, ia alihkan pandangannya pada yang terkasih lagi karena sepertinya tidurnya tidak tenang.

“susususu....aku disini sayang, bobonya yang tenang sayang aku temenin.”

cio membalik tubuhnya pada varo, kedua alis cio kini mengkerut pertanda bahwa tidurnya tidak nyenyak. varo dengan sikap mengambil posisi terlentang di sebelah cio yang kini mulai menitikan air mata.

“cio...sayang, kok nangis tidurnya? aku disini sayang, varo disini.”

“k..kakak...hiks..”

“ini sayang, iya kakak disini.”

bukannya mereda, tangisan cio malah semakin terdengar menyedihkan. entah cio bermimpi apa dalam tidurnya, varo yang melihat hidung cio yang memerah tak tega.

maka dengan terpaksa ia bangunkan cio dengan menepuk pelan pipi gembil sang kekasih.

“cio..sayang bangun dulu yuk? sini cerita sama kakak kenapa nangisnya sesakit itu sayang..”

“hiks..k..kakak...ngga..”

“hey, bangun yuk sayang? kakak disini, jangan nangis sayang. bangun dulu!”

perlahan kedua mata bulat itu terbuka, betapa sakitnya hati varo ketika melihat kedua mata itu meredup. hanya ada genangan air mata disana, bintang-bintang yang selalu varo lihat dikedua mata cio kini tidak ia lihat lagi.

“sayang...bangun yuk? minum dulu ya?”

bukannya menjawab, cio malah memanyunkan bibirnya bersiap menangis lagi.

“KAKAK...HIKS...KA..KAK...” tangisnya pecah, suara nafas yang tersendat serta suhu tubuh yang sangat panas bisa varo rasakan ketika yang terkasih berhambur memeluknya.

“adek demam sayang, mau minum obat?”

cio menggeleng, ia malah beringsut untuk meminta pangku pada yang lebih tua.

“gendong...” cicitnya.

“sini, kakak pangku aja ya?” maka dijawab anggukan kepala oleh yang muda.

sekitar dua puluh menit varo mencoba menenangkan cio yang masih menangis, tidak tahu kenapa tapi malam ini cio begitu rewel.

“sayang, hey...tiduran ya?”

“enggak, mau sama kakak.”

“iya ini juga sama kakak kan? kakak ngga kemana-mana sayang.”

cio menggeleng, ia kembali sembunyikan wajahnya pada leher yang lebih tua. tetap kekeuh pada posisinya, demi apapun varo sudah pegal, seluruh sandinya minta diistirahatkan.

“kakaknya capek cio, adeknya bobo ya?”

“enggak...”

“sebentar aja, kakaknya pegel sayang. ngga bakal ditinggal lagi kok, kakak mau mandi dulu.”

“ngga mau kakak...hiks..”

“kakaknya mau bersih-bersih dulu sayang, nanti tidur sama kamu kok.”

“enggak kakak engga, gamau euung...”

hilang sudah kesabaran varo, ia terpaksa menjatuhkan tubuh cio pada sisi ranjang sebelah kiri. varo langsung berdiri tegak, urat tangannya menonjol karena menahan emosi, tatapannya menajam.

cio yang terkejut langsung membulatkan matanya, wajahnya kembali sendu ketika melihat varonya menatap dengan amarah. dirinya takut, ia takut.

“gini ya, kakak baru pulang kerja. kakak capek, tolong kamu ngertiin kakak, kakak juga butuh istirahat cio. bukan kamu doang!”

cio menangis, ia tumpahkan seluruh air mata yang coba ia tahan ketika mendengar varo membentaknya.

“kamu tuh...bisa gak sih sehari jangan rewel, kakak juga capek sayang.”

“maaf...” cicit yang lebih muda.

cio beringsut untuk menggapai selimut tebal yang ada disebelah kirinya, tangannya gemetar karena ketakutan melihat varo yang memarahinya habis-habisnya.

bibirnya ia gigit dengan keras hingga berdarah, cio tidak ingin suara tangisannya keluar. ia baringkan tubuhnya menghadap samping, menghindari kontak mata langsung dengan varo.

sementara varo yang tersadar kini sudah kelabakan, ia kelepaskan. tidak seharusnya ia membentak dan memarahi cio, cio hanya ingin diperhatikan dan dimanja karena sudah lama tidak bertemu varo.

“sayang...” panggil varo yang tidak mendapat jawaban.

“maafin kakak sayang, kakak bentak kamu. takut sama kakak ya?” varo mencoba mendekat ke arah cio yang kini memeluk boneka singa pemberian varo untuknya.

“enggak..hiks. cionya yang nakal k..kakak.”

oh astaga, lihat apa yang kamu perbuat varo.

“sayang, liat sini dulu yuk. kakaknya mau ngomong!”

cio tidak memberi tanggapan, ia hanya terus memilin ujung kaki bonekanya itu sambil menangis dab menggigit bibir.

“marchelio, lihat sini.”

tersulut amarahnya lagi, dengan sedikit kasar varo balikan tubuh yang menyamping itu untuk menghadap ke arahnya.

“AAAKR KAKAK AMPUN, AMPUN..HIKS..AMPUN.”

“hey, hey look at me! kakak engga ngapa-ngapain kamu sayang.”

“k..kakak takut..”

“maaf sayang maaf, sini kakak gendong lagi.”

cio menurut, ia takut varo akan marah padanya lagi. dengan tangan yang masih bergetar, ia kalungkan pada leher yang lebih tua.

“takut ya sama kakak, galak kakaknya?”

“eungg..takut..”

“maaf ya sayang, kakaknya bentak kamu. pukul aja pukul kakaknya, berani-beraninya bikin adek nangis.”

cio mengangkat wajahnya dari ceruk leher yang lebih tua. gelengkan kepala atas apa yang baru saja varo katakan.

“enggak, kakak ngga salah. jangan dipukul.”

varo tersenyum ketika kedua mata itu akan kembali menangis, apalagi ditambah bibir yang mengerucut lucu. saat mata elang itu menatap bibir yang lebih muda, tangan kanan varo yang bebas refleks terangkat dan mengusap bibir cio.

“k...kakak sakit, jangan diusap.”

“kenapa berdarah sayang, jangan digigit. takut banget ya sama kakak?” cio mengangguk.

membuat perasaan bersalah didalam diri varo semakin berkali lipat.

“kakak obatin ya, pake betadin.”

“gamau kakak, perih..”

“tapi itu harus diobatin sayang.”

“cium..”

“hah?”

cio cemberut lagi, kedua matanya menitikan air mata.

“hey jangan nangis lagi dong sayang, mau kakak cium dimana emangnya?”

“disini..” tunjuknya pada bibir.

maka tanpa menunggu lama, varo dekatkan kepalanya pada yang lebih muda. menyesap benda kenyal yang memiliki rasa manis itu untuk ia kecap rasanya, tangan kanannya yang bebas menarik tenguk yang lebih muda untuk memperdalam ciuman.

membuat sebuah lenguhan nikmat dari yang lebih muda.

“mmph..k..kakak pelan, cio gak bisa..mph..nafas..”

varo turunkan bibirnya untuk menyesap kulit putih bak porselen milik cio, menyesap apa yang ia bisa sesap. meninggalkan jejak rona merah pada perpotongan tulang selangka dileher cio.

“k..kakak...”

cio menarik kepala varo untuk ia sesap kembali benda kenyal milik yang lebih tua. sesap dan lumat terus ia lakukan hingga yang lebih tua membawa tubuhnya untuk berbaring dan ia kukung, dinginnya angin malam kini tidak terasa karena kegiatan panas mereka.

cio yang sudah kehabisan nafas dan kewalahan juga terpaksa menarik kepala varo yang asik menyesap lehernya.

“kakak udah, capek.”

“tadi nantangin.”

“IHH NGGA, KAPAN?!”

“tadi yang cium kakak lagi siapa? bilangnya gak kuat, tapi kok ciumnya nuntut banget.”

tersipu, cio membenamkan wajahnya pada dada yang lebih tua. posisinya telah berubah, ia kini sudah diatas. entah kapan berubahnya.

“ish kakak diem...malu...”

varo tertawa, “kenapa malu, kan seminggu lagi mau tunangan.”

“ish diem ah kakak..”

“pipinya merah, lucu. coba sini kakak mau cium lagi.”

“ENGGAK, UDAH AH KATANYA TADI MAU MANDI...”

“lah, tadi dilarang pake segala nangis-nangis, mana nangisnya sakit banget.”

“ish kakak...”

varo terbahak ketika melihat cio yang menggulung dirinya di dalam selimut, ia arahkan telapak tangannya pada kening yang lebih muda. hendak mengecek suhu badan cio.

“udah turun demamnya, berarti harus ciuman ya kalo mau sembuh?”

lagi-lagi wajah cio merona bak tomat. ia kembali meringsut untuk memendam dirinya di dalam selimut. varo tertawa ketika melihat tingkah kekasihnya.

“mirip ulat pohon pisang kamu dek.”

“ish gaboleh ledek, sana mandii..”

“iya iya ini kakak mandi, tapi dimaafin kan? udah gak marah?”

“enggak kakak, udah sana!”

“sini dulu, kakak cium dulu!”

“KAKAK!!”

“ampuun, ada singa ngamuk.”

varo berlari ke arah kamar mandi milik cio yang ada dikamarnya, sementara cio kini menurunkan selimut yang menghalangi pandangannya.

ketika dirasa aman, ia mengulurkan jemarinya untuk mengusap bibir cherrynya. tak lama ia malah tersenyum salah tingkah mengingat tindakannya tadi.

“AAAAA MALUUU....”

cio kembali memasukan kepalanya pada selimut, memendam teriakan karena perasaan bahagia yang datang tiba-tiba.

—end—

written by ©vivi.

bxb—jayhoon, tw//kissing, if this au making you uncomfortable, then leave it.

narasinya 1566 word, bacanya pelan-pelan aja ya. nikmatin setiap alur yang aku tulis.


seoulkarta, 2022.

yang namanya marchelio tidak akan pernah bisa memaksa kehendaknya sendiri, marchelio atau akrab di panggil cio oleh orang terdekat memiliki hati yang begitu lembut dan tulus layaknya anak kecil.

cio yang telah memutuskan sambungan vidio call dengan kekasihnya kini mendesah kecewa, satu bulan sudah ia berjauhan dengan varo. hubungan keduanya sudah berjalan empat tahun lamanya, varo yang tadinya anak motor kini mencoba mengikuti jejak sang kakak menjadi seorang pilot utama.

pekerjaan yang mengharuskan keduanya terus berjauhan, bukan antar komplek, tapi kini keduanya harus berjauhan antar negara.

cio bergegas membersihkan dirinya dan tidur, ia juga lelah hari ini karena telah mengikuti sebuah pertandingan di luar kota. ia butuh mengisi tenaga.


pukul 22.00, tanpa cio ketahui kekasihnya itu sebenarnya berbohong tentang kepulangannya yang di undur, ia hanya ingin menjahili cio dengan bekerja sama dengan bundanya cio.

“bunda, cionya udah tidur?”

“udah kayaknya, bunda gak denger suara dia lagi. soalnya tadi pas udah ngobrol sama kamu dia ngeluh terus, kedengeran tuh sampe ruang keluarga.”

varo terkekeh, ia bisa membayangkan wajah cio yang memerah karna kesal, serta halis yang selalu bertaut ketika mengoceh.

“ini varo terus ngumpet dikamar bunda atau boleh keluar aja?” tanya varo pada bunda cio.

varo sebenarnya sudah sampai tiga puluh menit sebelum cio terlelap, ia datang ketika cio tengah membersihkan badan.

“boleh, masuk ada ke kamarnya cio ya varo, bunda mau tidur dulu ah ngantuk.”

“iya bunda, good night.”

“pelan-pelan buka pintunya, sekalian kamu nginep disini aja. nanti bunda yang bilang mamah kamu!”

“ay ay captain!” seru varo sambil mengambil sikap hormat pada bunda cio yang dibalas pukulan pada lengannya.

“bisaan, yaudah sana samperin anak bundanya. cepet-cepet lamar, bunda mau nimang cucu.”

varo hanya cengengesan lalu berjalan keluar untuk menuju kamar cio yang letaknya di lantai dua.

varo berjalan perlahan ketika dirinya sudah sampai di depan pintu kamar cio, aroma parfum vanilla citrus menguar hingga keluar kamar, oh ayolah varo sudah tidak sabar ingin memeluk dan mencium kekasih manisnya itu.

wajar, sudah lama ia menahan rindu.

dengan perlahan, varo menarik knop pintu itu agar tidak menimbulkan suara yang dapat membuat cionya terbangun. ia bawa perlahan kakinya untuk mendekat ke arah ranjang yang kini ditempati oleh yang terkasih.

kamar cio lumayan gelap karena lampu utamanya dimatikan, tapi untungnya cio menyalakan lampu tidur sehingga varo bisa melihat sosok pujaan hati yang menutup mata, sosok manis yang kini sudah menyelam ke alam bawah sadar.

varo tersenyum ketika ia melihat foto cio dan dirinya di atas nakas sebelah kiri, ia alihkan pandangannya pada yang terkasih lagi karena sepertinya tidurnya tidak tenang.

“susususu....aku disini sayang, bobonya yang tenang sayang aku temenin.”

cio membalik tubuhnya pada varo, kedua alis cio kini mengkerut pertanda bahwa tidurnya tidak nyenyak. varo dengan sikap mengambil posisi terlentang di sebelah cio yang kini mulai menitikan air mata.

“cio...sayang, kok nangis tidurnya? aku disini sayang, varo disini.”

“k..kakak...hiks..”

“ini sayang, iya kakak disini.”

bukannya mereda, tangisan cio malah semakin terdengar menyedihkan. entah cio bermimpi apa dalam tidurnya, varo yang melihat hidung cio yang memerah tak tega.

maka dengan terpaksa ia bangunkan cio dengan menepuk pelan pipi gembil sang kekasih.

“cio..sayang bangun dulu yuk? sini cerita sama kakak kenapa nangisnya sesakit itu sayang..”

“hiks..k..kakak...ngga..”

“hey, bangun yuk sayang? kakak disini, jangan nangis sayang. bangun dulu!”

perlahan kedua mata bulat itu terbuka, betapa sakitnya hati varo ketika melihat kedua mata itu meredup. hanya ada genangan air mata disana, bintang-bintang yang selalu varo lihat dikedua mata cio kini tidak ia lihat lagi.

“sayang...bangun yuk? minum dulu ya?”

bukannya menjawab, cio malah memanyunkan bibirnya bersiap menangis lagi.

“KAKAK...HIKS...KA..KAK...” tangisnya pecah, suara nafas yang tersendat serta suhu tubuh yang sangat panas bisa varo rasakan ketika yang terkasih berhambur memeluknya.

“adek demam sayang, mau minum obat?”

cio menggeleng, ia malah beringsut untuk meminta pangku pada yang lebih tua.

“gendong...” cicitnya.

“sini, kakak pangku aja ya?” maka dijawab anggukan kepala oleh yang muda.

sekitar dua puluh menit varo mencoba menenangkan cio yang masih menangis, tidak tahu kenapa tapi malam ini cio begitu rewel.

“sayang, hey...tiduran ya?”

“enggak, mau sama kakak.”

“iya ini juga sama kakak kan? kakak ngga kemana-mana sayang.”

cio menggeleng, ia kembali sembunyikan wajahnya pada leher yang lebih tua. tetap kekeuh pada posisinya, demi apapun varo sudah pegal, seluruh sandinya minta diistirahatkan.

“kakaknya capek cio, adeknya bobo ya?”

“enggak...”

“sebentar aja, kakaknya pegel sayang. ngga bakal ditinggal lagi kok, kakak mau mandi dulu.”

“ngga mau kakak...hiks..”

“kakaknya mau bersih-bersih dulu sayang, nanti tidur sama kamu kok.”

“enggak kakak engga, gamau euung...”

hilang sudah kesabaran varo, ia terpaksa menjatuhkan tubuh cio pada sisi ranjang sebelah kiri. varo langsung berdiri tegak, urat tangannya menonjol karena menahan emosi, tatapannya menajam.

cio yang terkejut langsung membulatkan matanya, wajahnya kembali sendu ketika melihat varonya menatap dengan amarah. dirinya takut, ia takut.

“gini ya, kakak baru pulang kerja. kakak capek, tolong kamu ngertiin kakak, kakak juga butuh istirahat cio. bukan kamu doang!”

cio menangis, ia tumpahkan seluruh air mata yang coba ia tahan ketika mendengar varo membentaknya.

“kamu tuh...bisa gak sih sehari jangan rewel, kakak juga capek sayang.”

“maaf...” cicit yang lebih muda.

cio beringsut untuk menggapai selimut tebal yang ada disebelah kirinya, tangannya gemetar karena ketakutan melihat varo yang memarahinya habis-habisnya.

bibirnya ia gigit dengan keras hingga berdarah, cio tidak ingin suara tangisannya keluar. ia baringkan tubuhnya menghadap samping, menghindari kontak mata langsung dengan varo.

sementara varo yang tersadar kini sudah kelabakan, ia kelepaskan. tidak seharusnya ia membentak dan memarahi cio, cio hanya ingin diperhatikan dan dimanja karena sudah lama tidak bertemu varo.

“sayang...” panggil varo yang tidak mendapat jawaban.

“maafin kakak sayang, kakak bentak kamu. takut sama kakak ya?” varo mencoba mendekat ke arah cio yang kini memeluk boneka singa pemberian varo untuknya.

“enggak..hiks. cionya yang nakal k..kakak.”

oh astaga, lihat apa yang kamu perbuat varo.

“sayang, liat sini dulu yuk. kakaknya mau ngomong!”

cio tidak memberi tanggapan, ia hanya terus memilin ujung kaki bonekanya itu sambil menangis dab menggigit bibir.

“marchelio, lihat sini.”

tersulut amarahnya lagi, dengan sedikit kasar varo balikan tubuh yang menyamping itu untuk menghadap ke arahnya.

“AAAKR KAKAK AMPUN, AMPUN..HIKS..AMPUN.”

“hey, hey look at me! kakak engga ngapa-ngapain kamu sayang.”

“k..kakak takut..”

“maaf sayang maaf, sini kakak gendong lagi.”

cio menurut, ia takut varo akan marah padanya lagi. dengan tangan yang masih bergetar, ia kalungkan pada leher yang lebih tua.

“takut ya sama kakak, galak kakaknya?”

“eungg..takut..”

“maaf ya sayang, kakaknya bentak kamu. pukul aja pukul kakaknya, berani-beraninya bikin adek nangis.”

cio mengangkat wajahnya dari ceruk leher yang lebih tua. gelengkan kepala atas apa yang baru saja varo katakan.

“enggak, kakak ngga salah. jangan dipukul.”

varo tersenyum ketika kedua mata itu akan kembali menangis, apalagi ditambah bibir yang mengerucut lucu. saat mata elang itu menatap bibir yang lebih muda, tangan kanan varo yang bebas refleks terangkat dan mengusap bibir cio.

“k...kakak sakit, jangan diusap.”

“kenapa berdarah sayang, jangan digigit. takut banget ya sama kakak?” cio mengangguk.

membuat perasaan bersalah didalam diri varo semakin berkali lipat.

“kakak obatin ya, pake betadin.”

“gamau kakak, perih..”

“tapi itu harus diobatin sayang.”

“cium..”

“hah?”

cio cemberut lagi, kedua matanya menitikan air mata.

“hey jangan nangis lagi dong sayang, mau kakak cium dimana emangnya?”

“disini..” tunjuknya pada bibir.

maka tanpa menunggu lama, varo dekatkan kepalanya pada yang lebih muda. menyesap benda kenyal yang memiliki rasa manis itu untuk ia kecap rasanya, tangan kanannya yang bebas menarik tenguk yang lebih muda untuk memperdalam ciuman.

membuat sebuah lenguhan nikmat dari yang lebih muda.

“mmph..k..kakak pelan, cio gak bisa..mph..nafas..”

varo turunkan bibirnya untuk menyesap kulit putih bak porselen milik cio, menyesap apa yang ia bisa sesap. meninggalkan jejak rona merah pada perpotongan tulang selangka dileher cio.

“k..kakak...”

cio menarik kepala varo untuk ia sesap kembali benda kenyal milik yang lebih tua. sesap dan lumat terus ia lakukan hingga yang lebih tua membawa tubuhnya untuk berbaring dan ia kukung, dinginnya angin malam kini tidak terasa karena kegiatan panas mereka.

cio yang sudah kehabisan nafas dan kewalahan juga terpaksa menarik kepala varo yang asik menyesap lehernya.

“kakak udah, capek.”

“tadi nantangin.”

“IHH NGGA, KAPAN?!”

“tadi yang cium kakak lagi siapa? bilangnya gak kuat, tapi kok ciumnya nuntut banget.”

tersipu, cio membenamkan wajahnya pada dada yang lebih tua. posisinya telah berubah, ia kini sudah diatas. entah kapan berubahnya.

“ish kakak diem...malu...”

varo tertawa, “kenapa malu, kan seminggu lagi mau tunangan.”

“ish diem ah kakak..”

“pipinya merah, lucu. coba sini kakak mau cium lagi.”

“ENGGAK, UDAH AH KATANYA TADI MAU MANDI...”

“lah, tadi dilarang pake segala nangis-nangis, mana nangisnya sakit banget.”

“ish kakak...”

varo terbahak ketika melihat cio yang menggulung dirinya di dalam selimut, ia arahkan telapak tangannya pada kening yang lebih muda. hendak mengecek suhu badan cio.

“udah turun demamnya, berarti harus ciuman ya kalo mau sembuh?”

lagi-lagi wajah cio merona bak tomat. ia kembali meringsut untuk memendam dirinya di dalam selimut. varo tertawa ketika melihat tingkah kekasihnya.

“mirip ulat pohon pisang kamu dek.”

“ish gaboleh ledek, sana mandii..”

“iya iya ini kakak mandi, tapi dimaafin kan? udah gak marah?”

“enggak kakak, udah sana!”

“sini dulu, kakak cium dulu!”

“KAKAK!!”

“ampuun, ada singa ngamuk.”

varo berlari ke arah kamar mandi milik cio yang ada dikamarnya, sementara cio kini menurunkan selimut yang menghalangi pandangannya.

ketika dirasa aman, ia mengulurkan jemarinya untuk mengusap bibir cherrynya. tak lama ia malah tersenyum salah tingkah mengingat tindakannya tadi.

“AAAAA MALUUU....”

cio kembali memasukan kepalanya pada selimut, memendam teriakan karena perasaan bahagia yang datang tiba-tiba.

—end—

written by ©vivi.

setibanya dipelataran rumah bintang, langit langsung memarkirkan motor sport hitam kesayangannya. ketika helm helm full face itu dibuka, kedua ekor matanya menangkap persensi seseorang yang berdiri di pintu masuk rumah putih megah itu.

langit tersenyum tipis sambil menunduk karena kegiatan melepas sarung tangannya untuk mengendarai motor. sengaja, ia sengaja memperlambat gerakan dan menyita waktu cukup lama untuk membuat si cantiknya kesal menunggu.

“langit, cepetan!” bintang sedikit berteriak ke arah langit yang kini sudah terbahak, puas menggoda pujaan hatinya.

langit mengangguk-angguk kepalanya, berjalan mendekat ke arah bintang yang sudah menunjukan raut masam. langit terkekeh, ketika sudah di hadapan bintang, ia membuka kedua tangannya. bersiap untuk menerima sebuah pelukan hangat dari kekasihnya.

i miss you, apa kabar sayangnya aku?” bisik langit tepat di telinga kiri bintang.

bintang yang merasa kegelian hanya terkekeh sambil menjawab, “kabar aku baik, kamu jangan gini ih geli ke akunya!”

langit terkekeh kemudian melepas pelukannya pada bintang, ia beralih menatap bintang yang hari ini memakai pakaian berwarna hijau dengan garis-garis yang membuat dirinya terlihat manis. langit memangkas jarak diantara mereka berdua, mengecup kening bintang sedikit lama.

“cantik, cantik banget kamu. aku pingsan nih!”

“lebay, udah masuk yuk? bahannya udah aku siapin tuh di dapur.”

langit mengangguk dan membuntuti langkah bintang yang kini menuntunnya seperti seorang ibu yang tidak ingin anaknya hilang.

mereka berdua sampai di dapur, langit bisa melihat beberapa bahan masakan yang entah itu apa namanya sudah berjejer rapi di atas pantry. saat langit sibuk membaca satu persatu bahan yang ada di sana, bintang dengan apron ditangannya berjalan ke arah langit.

“pake ini dulu, biar bajunya enggak kotor!” maka langit hanya menurut ketika bintang mulai mengalungkan tali apron pada lehernya.

setelah selesai, bintang tersenyum dan mengusak rambut langit gemas, “udah selesai, pinter banget anak aku.” gemasnya.

langit hanya terkekeh dan mendekat ke arah bintang, ia mengecup pipi kanan bintang. “makasih sayang.”

keduanya mulai membuka satu persatu bahan dan mencampurkan semuanya menjadi satu. langit mendapat bagian untuk mengaduk bahan adonan, sementara bintang menuangkan bahan pada wadah yang menjadi tempat semua bahan diadoni.

ketika bagian tepung, bintang tidak sengaja membukanya terlalu kencang di hadapan langit. membuat wajah langit penuh dengan tepung dan menjadi bahan tertawaan oleh bintang.

“ahaha, maaf sayang. aduh muka bayi aku tepung semua, sini-sini aku bersihin dulu ya.”

bintang dengan telaten mengelap muka langit yang penuh dengan tepung menggunakan sapu tangan. langit tidak marah, justru ia malah senang ketika bintang bisa tertawa karenanya.

“selesai deh, mukanya gak ada tepungnya lagi. maaf ya sayang, kelilipan enggak?” tanya bintang sambil mengusap-usap mata langit yang memerah.

“kelilipan sedikit, tapi gapapa sayang.”

keduanya terus mencampur semua adonan, dan kini adalah bagian bintang. mencetak adonan cookies pada loyang. langit tidak tinggal diam, ia bertugas menghias cookies yang sudah bintang cetak, padahal bintang tidak menyuruh langit melakukan itu.

“udah deh, tinggal di panggang!” seru bintang girang.

“nah ini bagian aku aja deh, kamu udah capek kan? istirahat aja.” titah langit yang mengambil alih loyang dari tangan bintang.

awalnya bintang ragu, tapi ketika melihat antusias langit yang memasukan loyang pada oven membuatnya mengangguk dan mengiyakan langit.

“yaudah aku buatin kamu minum dulu ya? kasian kamu belum aku kasih minum dari tadi.”

“makasih, sayang.” ucap langit.

bintang berjalan meninggalkan langit sendirian, sesekali ia melihat ke belakang. ia terkekeh ketika melihat langit yang kini duduk lesehan di bawah lantai, sejejer dengan lantai.

langit yang ditinggal sendirian lebih memilih duduk dilantai untuk melihat langsung bagaimana cookies itu matang. ia dengan tenang terus melihat ke arah cookies yang sedang di panggang.

langit hanya tinggal menunggu, karena bintang sudah menyeting waktu dan suhu panggang pada oven.


dua belas menit sudah berlalu, langit hampir saja tertidur jiga ia tidak dikagetkan dengan suara oven yang berbunyi. menandakan bahwa waktu memanggang cookies sudah habis.

matanya terbuka lebar ketika melihat cookies yang tadi kecil ini mengembang dengan cantik.

“sayaang!” teriak langit kencang.

bintang yang sedang membuat minuman pun terkejut dan berlari kecil untuk menemui langit, takut terjadi sesuatu pada kekasihnya.

“kenapa langit? kamu gapapa kan?” tanya bintang panik.

namun ketika ia sudah menginjakan kaki di dapur, bintang bernafas lega ketika melihat langit yang tengah mengangkat loyang penuh *cookies” ditangannya. ketika langit menyadari presensi adanya bintang disana, langit mengangkat loyang itu lagi.

“lihat bi, cookiesnya ngembang. jadi gede.” ucapnya antusias, seperti anak kecil.

bintang hanya terkekeh dan berjalan mendekat untuk mengusap rahang langit sayang.

“kamu seneng?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh langit.

“makasih ya, udah di bantuin akunya.”

langit melepas sarung tangan yang ia gunakan untuk mengangkat loyang tadi. ia memeluk bintang erat, mencium pucuk kepala yang lebih muda dan sesekali menghirup shampo bintang yang manis.

“aku juga makasih, karna kamu ngasih kesempatan lagi buat aku.”

bintang mendongak dan mengangguk, lalu tersenyum manis ketika langit mencium keningnya lagi. bintang menyamankan kepalanya pada pundak langit.

“don't need to thanks. karna aku juga pengen kamu balik lagi ke aku, langit!” ujar bintang.

suaranya agak tidak jelas terdengar karena terendam, namun langit tetap mengerti dan memberikan kecupan lain pada wajah maupun kepala bintang. mengelus punggung rapuh yang sempat ia hancurkan, yang sempat ia biarkan hampir roboh.

“i wanna make you so happy. to the poiny where you can't stop smiling!” langit mengelus kepala bintang yang masih nyaman bersandar dipundaknya.

“and i wanna make you feel really loved so you don't have to doubt anything for second. and as i keep learning new stuff about you i want to prove how incredible i think you are, bintang.”

tanpa langit tahu, bintang yang menyandarkan kepalanya kini sudah menahan air matanya mati-matian agar tidak meluncur dengan bebas. ia tidak ingin menangis, sudah cukup langit melihatnya menangis.

langit membawa kepala bintang menjauh, membawa tubuh itu untuk berdiri tegap menghadapnya. ia tersenyum ketika melihat bintang yang menahan air matanya.

“asal kamu tahu, aku beruntung punya kamu, bintang. kamu yang tarik aku dari duniaku yang gelap, kamu yang ada di saat aku jatuh.” langit tersenyum lagi.

langit mendekat ke arah bintang yang sudah kalah, air matanya meluncur bebas. langit memajukan wajahnya ke arah bintang, memangkas jarak yang hanya tiga puluh centimeter itu. ketika jarak keduanya tinggal dua centimeter, langit berhenti.

“i love you, i love you so much.”

langit memangkas jarak antara keduanya. ia mencium bintang tepat di bibir, mencuri ciuman pertama seorang bintang athala martadinata. sekaligus mencuri seluruh dunia bintang athala.

bintang sudah sepenuhnya tersihir oleh pesona langit aldebaran.

“i love you to, langit.”

setibanya dipelataran rumah bintang, langit langsung memarkirkan motor sport hitam kesayangannya. ketika helm helm full face itu dibuka, kedua ekor matanya menangkap persensi seseorang yang berdiri di pintu masuk rumah putih megah itu.

langit tersenyum tipis sambil menunduk karena kegiatan melepas sarung tangannya untuk mengendarai motor. sengaja, ia sengaja memperlambat gerakan dan menyita waktu cukup lama untuk membuat si cantiknya kesal menunggu.

“langit, cepetan!” bintang sedikit berteriak ke arah langit yang kini sudah terbahak, puas menggoda pujaan hatinya.

langit mengangguk-angguk kepalanya, berjalan mendekat ke arah bintang yang sudah menunjukan raut masam. langit terkekeh, ketika sudah di hadapan bintang, ia membuka kedua tangannya. bersiap untuk menerima sebuah pelukan hangat dari kekasihnya.

i miss you, apa kabar sayangnya aku?” bisik langit tepat di telinga kiri bintang.

bintang yang merasa kegelian hanya terkekeh sambil menjawab, “kabar aku baik, kamu jangan gini ih geli ke akunya!”

langit terkekeh kemudian melepas pelukannya pada bintang, ia beralih menatap bintang yang hari ini memakai pakaian berwarna hijau dengan garis-garis yang membuat dirinya terlihat manis. langit memangkas jarak diantara mereka berdua, mengecup kening bintang sedikit lama.

“cantik, cantik banget kamu. aku pingsan nih!”

“lebay, udah masuk yuk? bahannya udah aku siapin tuh di dapur.”

langit mengangguk dan membuntuti langkah bintang yang kini menuntunnya seperti seorang ibu yang tidak ingin anaknya hilang.

mereka berdua sampai di dapur, langit bisa melihat beberapa bahan masakan yang entah itu apa namanya sudah berjejer rapi di atas pantry. saat langit sibuk membaca satu persatu bahan yang ada di sana, bintang dengan apron ditangannya berjalan ke arah langit.

“pake ini dulu, biar bajunya enggak kotor!” maka langit hanya menurut ketika bintang mulai mengalungkan tali apron pada lehernya.

setelah selesai, bintang tersenyum dan mengusak rambut langit gemas, “udah selesai, pinter banget anak aku.” gemasnya.

langit hanya terkekeh dan mendekat ke arah bintang, ia mengecup pipi kanan bintang. “makasih sayang.”

keduanya mulai membuka satu persatu bahan dan mencampurkan semuanya menjadi satu. langit mendapat bagian untuk mengaduk bahan adonan, sementara bintang menuangkan bahan pada wadah yang menjadi tempat semua bahan diadoni.

ketika bagian tepung, bintang tidak sengaja membukanya terlalu kencang di hadapan langit. membuat wajah langit penuh dengan tepung dan menjadi bahan tertawaan oleh bintang.

“ahaha, maaf sayang. aduh muka bayi aku tepung semua, sini-sini aku bersihin dulu ya.”

bintang dengan telaten mengelap muka langit yang penuh dengan tepung menggunakan sapu tangan. langit tidak marah, justru ia malah senang ketika bintang bisa tertawa karenanya.

“selesai deh, mukanya gak ada tepungnya lagi. maaf ya sayang, kelilipan enggak?” tanya bintang sambil mengusap-usap mata langit yang memerah.

“kelilipan sedikit, tapi gapapa sayang.”

keduanya terus mencampur semua adonan, dan kini adalah bagian bintang. mencetak adonan cookies pada loyang. langit tidak tinggal diam, ia bertugas menghias cookies yang sudah bintang cetak, padahal bintang tidak menyuruh langit melakukan itu.

“udah deh, tinggal di panggang!” seru bintang girang.

“nah ini bagian aku aja deh, kamu udah capek kan? istirahat aja.” titah langit yang mengambil alih loyang dari tangan bintang.

awalnya bintang ragu, tapi ketika melihat antusias langit yang memasukan loyang pada oven membuatnya mengangguk dan mengiyakan langit.

“yaudah aku buatin kamu minum dulu ya? kasian kamu belum aku kasih minum dari tadi.”

“makasih, sayang.” ucap langit.

bintang berjalan meninggalkan langit sendirian, sesekali ia melihat ke belakang. ia terkekeh ketika melihat langit yang kini duduk lesehan di bawah lantai, sejejer dengan lantai.

langit yang ditinggal sendirian lebih memilih duduk dilantai untuk melihat langsung bagaimana cookies itu matang. ia dengan tenang terus melihat ke arah cookies yang sedang di panggang.

langit hanya tinggal menunggu, karena bintang sudah menyeting waktu dan suhu panggang pada oven.


dua belas menit sudah berlalu, langit hampir saja tertidur jiga ia tidak dikagetkan dengan suara oven yang berbunyi. menandakan bahwa waktu memanggang cookies sudah habis.

matanya terbuka lebar ketika melihat cookies yang tadi kecil ini mengembang dengan cantik.

“sayaang!” teriak langit kencang.

bintang yang sedang membuat minuman pun terkejut dan berlari kecil untuk menemui langit, takut terjadi sesuatu pada kekasihnya.

“kenapa langit? kamu gapapa kan?” tanya bintang panik.

namun ketika ia sudah menginjakan kaki di dapur, bintang bernafas lega ketika melihat langit yang tengah mengangkat loyang penuh *cookies” ditangannya. ketika langit menyadari presensi adanya bintang disana, langit mengangkat loyang itu lagi.

“lihat bi, cookiesnya ngembang. jadi gede.” ucapnya antusias, seperti anak kecil.

bintang hanya terkekeh dan berjalan mendekat untuk mengusap rahang langit sayang.

“kamu seneng?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh langit.

“makasih ya, udah di bantuin akunya.”

langit melepas sarung tangan yang ia gunakan untuk mengangkat loyang tadi. ia memeluk bintang erat, mencium pucuk kepala yang lebih muda dan sesekali menghirup shampo bintang yang manis.

“aku juga makasih, karna kamu ngasih kesempatan lagi buat aku.”

bintang mendongak dan mengangguk, lalu tersenyum manis ketika langit mencium keningnya lagi. bintang menyamankan kepalanya pada pundak langit.

“don't need to thanks. karna aku juga pengen kamu balik lagi ke aku, langit!” ujar bintang.

suaranya agak tidak jelas terdengar karena terendam, namun langit tetap mengerti dan memberikan kecupan lain pada wajah maupun kepala bintang. mengelus punggung rapuh yang sempat ia hancurkan, yang sempat ia biarkan hampir roboh.

“i wanna make you so happy. to the poiny where you can't stop smiling!” langit mengelus kepala bintang yang masih nyaman bersandar dipundaknya.

“and i wanna make you feel really loved so you don't have to doubt anything for second. and as i keep learning new stuff about you i want to prove how incredible i think you are, bintang.”

tanpa langit tahu, bintang yang menyandarkan kepalanya kini sudah menahan air matanya mati-matian agar tidak meluncur dengan bebas. ia tidak ingin menangis, sudah cukup langit melihatnya menangis.

langit membawa kepala bintang menjauh, membawa tubuh itu untuk berdiri tegap menghadapnya. ia tersenyum ketika melihat bintang yang menahan air matanya.

“asal kamu tahu, aku beruntung punya kamu, bintang. kamu yang tarik aku dari duniaku yang gelap, kamu yang ada di saat aku jatuh.” langit tersenyum lagi.

langig mendekat ke arah bintang yang sudah kalah, air matanya meluncur bebas. langit memajukan wajahnya ke arah bintang, memangkas jarak yang hanya tiga puluh centimeter itu. ketika jarak keduanya tinggal dua centimeter, langit berhenti.

“i love you, i love you so much.”

langit memangkas jarak antara keduanya. ia mencium bintang tepat di bibir, mencuri ciuman pertama seorang bintang athala martadinata. sekaligus mencuri seluruh dunia bintang athala.

bintang sudah sepenuhnya tersihir oleh pesona langit aldebaran.

“i love you to, langit.”

setibanya dipelataran rumah bintang, langit langsung memarkirkan motor sport hitam kesayangannya. ketika helm helm full face itu dibuka, kedua ekor matanya menangkap persensi seseorang yang berdiri di pintu masuk rumah putih megah itu.

langit tersenyum tipis sambil menunduk karena kegiatan melepas sarung tangannya untuk mengendarai motor. sengaja, ia sengaja memperlambat gerakan dan menyita waktu cukup lama untuk membuat si cantiknya kesal menunggu.

“langit, cepetan!” bintang sedikit berteriak ke arah langit yang kini sudah terbahak, puas menggoda pujaan hatinya.

langit mengangguk-angguk kepalanya, berjalan mendekat ke arah bintang yang sudah menunjukan raut masam. langit terkekeh, ketika sudah di hadapan bintang, ia membuka kedua tangannya. bersiap untuk menerima sebuah pelukan hangat dari kekasihnya.

i miss you, apa kabar sayangnya aku?” bisik langit tepat di telinga kiri bintang.

bintang yang merasa kegelian hanya terkekeh sambil menjawab, “kabar aku baik, kamu jangan gini ih geli ke akunya!”

langit terkekeh kemudian melepas pelukannya pada bintang, ia beralih menatap bintang yang hari ini memakai pakaian berwarna hijau dengan garis-garis yang membuat dirinya terlihat manis. langit memangkas jarak diantara mereka berdua, mengecup kening bintang sedikit lama.

“cantik, cantik banget kamu. aku pingsan nih!”

“lebay, udah masuk yuk? bahannya udah aku siapin tuh di dapur.”

langit mengangguk dan membuntuti langkah bintang yang kini menuntunnya seperti seorang ibu yang tidak ingin anaknya hilang.

mereka berdua sampai di dapur, langit bisa melihat beberapa bahan masakan yang entah itu apa namanya sudah berjejer rapi di atas pantry. saat langit sibuk membaca satu persatu bahan yang ada di sana, bintang dengan apron ditangannya berjalan ke arah langit.

“pake ini dulu, biar bajunya enggak kotor!” maka langit hanya menurut ketika bintang mulai mengalungkan tali apron pada lehernya.

setelah selesai, bintang tersenyum dan mengusak rambut langit gemas, “udah selesai, pinter banget anak aku.” gemasnya.

langit hanya terkekeh dan mendekat ke arah bintang, ia mengecup pipi kanan bintang. “makasih sayang.”

keduanya mulai membuka satu persatu bahan dan mencampurkan semuanya menjadi satu. langit mendapat bagian untuk mengaduk bahan adonan, sementara bintang menuangkan bahan pada wadah yang menjadi tempat semua bahan diadoni.

ketika bagian tepung, bintang tidak sengaja membukanya terlalu kencang di hadapan langit. membuat wajah langit penuh dengan tepung dan menjadi bahan tertawaan oleh bintang.

“ahaha, maaf sayang. aduh muka bayi aku tepung semua, sini-sini aku bersihin dulu ya.”

bintang dengan telaten mengelap muka langit yang penuh dengan tepung menggunakan sapu tangan. langit tidak marah, justru ia malah senang ketika bintang bisa tertawa karenanya.

“selesai deh, mukanya gak ada tepungnya lagi. maaf ya sayang, kelilipan enggak?” tanya bintang sambil mengusap-usap mata langit yang memerah.

“kelilipan sedikit, tapi gapapa sayang.”

keduanya terus mencampur semua adonan, dan kini adalah bagian bintang. mencetak adonan cookies pada loyang. langit tidak tinggal diam, ia bertugas menghias cookies yang sudah bintang cetak, padahal bintang tidak menyuruh langit melakukan itu.

“udah deh, tinggal di panggang!” seru bintang girang.

“nah ini bagian aku aja deh, kamu udah capek kan? istirahat aja.” titah langit yang mengambil alih loyang dari tangan bintang.

awalnya bintang ragu, tapi ketika melihat antusias langit yang memasukan loyang pada open membuatnya mengangguk dan mengiyakan langit.

“yaudah aku buatin kamu minum dulu ya? kasian kamu belum aku kasih minum dari tadi.”

“makasih, sayang.” ucap langit.

bintang berjalan meninggalkan langit sendirian, sesekali ia melihat ke belakang. ia terkekeh ketika melihat langit yang kini duduk lesehan di bawah lantai, sejejer dengan lantai.

langit yang ditinggal sendirian lebih memilih duduk dilantai untuk melihat langsung bagaimana cookies itu matang. ia dengan tenang terus melihat ke arah cookies yang sedang di panggang.

langit hanya tinggal menunggu, karena bintang sudah menyeting waktu dan suhu panggang pada open.


dua belas menit sudah berlalu, langit hampir saja tertidur jiga ia tidak dikagetkan dengan suara open yang berbunyi. menandakan bahwa waktu memanggang cookies sudah habis.

matanya terbuka lebar ketika melihat cookies yang tadi kecil ini mengembang dengan cantik.

“sayaang!” teriak langit kencang.

bintang yang sedang membuat minuman pun terkejut dan berlari kecil untuk menemui langit, takut terjadi sesuatu pada kekasihnya.

“kenapa langit? kamu gapapa kan?” tanya bintang panik.

namun ketika ia sudah menginjakan kaki di dapur, bintang bernafas lega ketika melihat langit yang tengah mengangkat loyang penuh *cookies” ditangannya. ketika langit menyadari presensi adanya bintang disana, langit mengangkat loyang itu lagi.

“lihat bi, cookiesnya ngembang. jadi gede.” ucapnya antusias, seperti anak kecil.

bintang hanya terkekeh dan berjalan mendekat untuk mengusap rahang langit sayang.

“kamu seneng?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh langit.

“makasih ya, udah di bantuin akunya.”

langit melepas sarung tangan yang ia gunakan untuk mengangkat loyang tadi. ia memeluk bintang erat, mencium pucuk kepala yang lebih muda dan sesekali menghirup shampo bintang yang manis.

“aku juga makasih, karna kamu ngasih kesempatan lagi buat aku.”

bintang mendongak dan mengangguk, lalu tersenyum manis ketika langit mencium keningnya lagi. bintang menyamankan kepalanya pada pundak langit.

“don't need to thanks. karna aku juga pengen kamu balik lagi ke aku, langit!” ujar bintang.

suaranya agak tidak jelas terdengar karena terendam, namun langit tetap mengerti dan memberikan kecupan lain pada wajah maupun kepala bintang. mengelus punggung rapuh yang sempat ia hancurkan, yang sempat ia biarkan hampir roboh.

“i wanna make you so happy. to the poiny where you can't stop smiling!” langit mengelus kepala bintang yang masih nyaman bersandar dipundaknya.

“and i wanna make you feel really loved so you don't have to doubt anything for second. and as i keep learning new stuff about you i want to prove how incredible i think you are, bintang.”

tanpa langit tahu, bintang yang menyandarkan kepalanya kini sudah menahan air matanya mati-matian agar tidak meluncur dengan bebas. ia tidak ingin menangis, sudah cukup langit melihatnya menangis.

langit membawa kepala bintang menjauh, membawa tubuh itu untuk berdiri tegap menghadapnya. ia tersenyum ketika melihat bintang yang menahan air matanya.

“asal kamu tahu, aku beruntung punya kamu, bintang. kamu yang tarik aku dari duniaku yang gelap, kamu yang ada di saat aku jatuh.” langit tersenyum lagi.

langig mendekat ke arah bintang yang sudah kalah, air matanya meluncur bebas. langit memajukan wajahnya ke arah bintang, memangkas jarak yang hanya tiga puluh centimeter itu. ketika jarak keduanya tinggal dua centimeter, langit berhenti.

“i love you, i love you so much.”

langit memangkas jarak antara keduanya. ia mencium bintang tepat di bibir, mencuri ciuman pertama seorang bintang athala martadinata. sekaligus mencuri seluruh dunia bintang athala.

bintang sudah sepenuhnya tersihir oleh pesona langit aldebaran.

“i love you to, langit.”

bxb — jayhoon, hurt, mcd, fantasy, tw // slight mention of blood, inspired by legend of the blue sea, if this au making you uncomfortable, then leave it.

3873 word, bacanya pelan-pelan aja ya, happy reading


yunani, april 2024

seingat jongseong, tadi ia masih asyik dengan kegiatannya mengendarai speedboat yang ia sewa bersama dengan temannya tadi. seingatnya, ia masih tertawa lepas sambil memandang luasnya lautan yang ia belah dengan speedboat yang ia kendarai. mencoba melawan traumanya sejak kecil terhadap air, dan ini mungkin berhasil.

seingat jongseong, tadi ia masih bisa menantang nyalinya untuk mengendarai speedboat yang ia kendarai menjauhi pembatas yang seharusnya ia patuhi. seingatnya ia masih tertawa lepas ketika menyaksikan wajah sahabatnya yang menegang karena dirinya lalai untuk keselamatan dirinya sendiri.

jongseong tidak peduli dengan sekitar, bahkan tidak menyadari sebuah gulungan ombak tinggi datang dan menerjang dirinya hingga terjatuh dari speedboat dan tenggelam dalam air. seingatnya ia tadi kehabisan nafas dan hampir mati karena kekurangan oksigen.

namun, mengapa ia masih bisa membuka mata dan malah sudah ada di tepi pantai, tertidur pada pasir pantai putih. ketika jongseong membuka mata, ia langsung disambut oleh sinar matahari yang sudah tidak terlihat. gelap, sekelilingnya gelap karena hari sudah malam.

pertanyaannya adalah, siapa yang menolongnya?

siapa yang membawanya kemari?

siapa?

segala macam pertanyaan yang ada di otaknya buyar ketika sosok lain ternyata tengah tengkurap disebelahnya, dengan sebuah ekor berwarna biru terang yang bisa dibilang mirip dengan ekor ikan itu tengah menatapnya.

yang mana membuat kedua bola mata jongseong melebar untuk sesaat.

“lo ini makhluk apa?” selontar pertanyaan mencuat karena kebingungan.

sosok itu hanya diam sambil mengedipkan kedua matanya, lucu. jongseong bangkit untuk duduk dan memperhatikan sosok cantik dihadapannya.

“apa ada pertunjukan atau semacamnya? kenapa lo pake kostum mermaid kaya gitu?”

tak ada lagi jawaban. sosok itu tetap diam sambil menatap kedua netra legam milik jongseong dengan kedua mata bulat yang berhiaskan bintang, bahkan jongseong bisa melihat bayangan dirinya pada kedua netra bulat itu.

“lo ini apa sebenarnya?”

“aku merman.” akhirnya.

jongseong terdiam sejenak sambil kembali meneliti sosok dihadapannya. wajah putih bersih bak porselen, hidung mancung, mata bulat indah, tiga titik hitam kecil yang menghiasi wajah, serta bibir merah alami yang terlihat manis diwajahnya.

jongseong menatap sosok didepannya dengan wajahnya yang datar dan dingin.

“lo jangan ngarang! itu cuman dongeng. merman atau mermaid itu cuman ada di buku dongeng yang diceritain ibu ke anaknya.”

sosok didepannya merengut sebal, seperti menahan marah yang jatuhnya terlihat semakin menggemaskan. sementara jongseong memalingkan wajahnya ke sekitar, malas berurusan dengan makhluk yang ada didepannya.

ekor berwarna biru yang dilengkapi oleh sisik itu terangkat ke udara, bersiap mencipratkan air laut asin pada wajah jongseong yang kini malah semakin terlihat menyebalkan.

ctas.

“lo ini kenapa? lo gila?”

“kamu yang gila! merman dan mermaid itu ada, aku buktinya!”

“hei, jangan mengada-ada. pasti ini hanya cuman kostum yang lo sewa pake uang jajan lo!”

kedua tangan jongseong terulur untuk menyentuh ekor yang dikiranya sebuah kostum. mulanya jongseong terlihat santai, tapi ketika tangannya menyentuh ekor yang bertekstur mirip seperti daging dan bersisik, matanya membulat. namun dengan cepat jongseong merubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

“oke, gue percaya.”

“aku sudah bilang tadi, dan kau tidak percaya. harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah menggusurmu ke pulai ini, jika tidak kau bisa mati!”

“terima kasih.”

“iya.”

“nama gue jongseong, lo?”

“sunghoon.”

jongseong tampak ingin melayangkan sebuah pertanyaan lagi, namun bibirnya ia katupkan kembali ketika sosok bernama sunghoon ini terlihat enggan membuka obrolan lagi dengannya.

“jongseong,” panggilan dengan suara lembut itu, membuat jongseong menoleh dengan cepat.

jongseong menaikan alisnya, “apa?”

“boleh aku ikut denganmu?” sunghoon mengangguk dengan cepat, terlihat di kedua bola matanya ada sebuah harapan.

“maksud lo mau tinggal di rumah gue? didarat?”

“iya.”

“ekor lo gimana?”

sunghoon tersenyum hingga menampilkan deretan gigi putihnya. dengan cepat ia meringsut lebih jauh ke daratan, bersebelahan dengan jongseong yang dari tadi sudah lebih dulu pindah di bawah pepohonan.

sunghoon menggenggam sebuah kalung dengan liontin mutiara putih yang ia pakai, jongseong baru sadar jika sunghoon memakai kalung. saat usapan ke tiga, sebuah cahaya putih langsung menyinari tubuh duyung sunghoon. membuat jongseong memejamkan kedua matanya.

dirasa cahaya itu sudah hilang, jongseong membuka kedua matanya. betapa terkejutnya ia ketika melihat ekor biru milik sunghoon kini berubah menjadi sepasang kaki manusia.

namun yang membuat ia semakin terkejut adalah, tubuh sunghoon yang tidak memakai sehelai benang apapun. dengan cengiran lebar, sunghoon meringsut untuk mendekat ke arah jongseong yang masih melotot.

“bagaimana? aku boleh ikut kan, aku sudah punya kaki!”

“LO GILA? LO GAK PAKAI BAJU, SUNGHOON!” jongseong langsung menutup kedua matanya dengan tangan, wajahnya memerah. ia tidak habis pikir dengan duyung dihadapannya ini.

“aku tidak punya baju.”

“ini, pake kemeja gue aja! itu harusnya cukup buat nutupin badan lo sampai paha.” jongseong menyerahkan kemeja putih over size miliknya pada sunghoon, masih dengan mata yang masih tertutup.

“terimakasih, jongseong.”


jongseong membawa sunghoon ke apartemen miliknya. dengan susah payah ia menyewa beberapa mobil yang ternyata memang disewakan, dengan susah payah juga ia menjaga tubuh sunghoon agar tidak terekspos, karena duyung ini tidak diam ketika menginjak daratan.

“wah, ini rumahmu?” tanya sunghoon sambil melirik kanan kininya, melihat ruangan yang terasa begitu indah baginya.

hm dan lo jangan buat rumah gue sampe berantakan.”

jongseong melirik sunghoon yang sudah duduk manis di atas sofa, dan oh ayolah dia juga laki-laki. ia tidak tahan melihat kaki jenjang sunghoon yang terekspos sampai paha.

“cepet pulang! gue gak mau nampung orang asing kaya lo lama- lama.” lanjutnya. membuat sunghoon mendelik sebal.

“iya, aku sudah berjanji hanya akan tinggal seminggu disini.”

“pake bahasa sehari-hari aja bisa gak sih, baku amat lo.”

namun sunghoon tidak menjawab, ia hanya menatap jongseong dengan kepala yang miring. seperti anak anjing yang menunggu majikan menjelaskan sesuatu padanya.

jongseong mendecak. antara gemas dan juga lelah.

“gue mau tidur, terserah lo mau ngapain. dan kalo lo mau nyari informasi tentang cara hidup manusia, cari benda pipih yang ada di atas meja sana,” jongseong menunjuk sebuah meja berwarna abu-abu gelap yang diatasnya ada sebuah tablet miliknya.

“benda gepeng itu, lo bisa pake buat nyari informasi buat adaptasi.”

dirasa tidak ada pertanyaan yang keluar dari bibir sunghoon membuat berjalan untuk membawa dirinya masuk ke kamar tidur, ia ingin merebahkan badannya. masa bodoh jika temannya mencari dirinya di laut, ia lelah.

tapi saat dirinya hendak memejamkan mata. sebuah tangan yang dingin menekan-nekan tangannya pelan. ketika jongseong membuka mata, ternyata itu adalah sunghoon yang dimana kini tengah memeluk tabletnya dengan wajah polos yang terlihat kebingungan.

“jongseong, ini gimana makenya? sunghoon gak tau.”

lucu. sangat lucu.

“sini, gue ajarin. tapi setelah ini biarin gue tidur, oke?”

sunghoon dengan cepat mengangguk, lalu mendekat ke arah jongseong yang kini sudah duduk di atas kasur dan melambaikan tangan, menyuruhnya untuk mendekat.

“jangan disitu duduknya, didepan gue aja. sini!”

maka sunghoon hanya menurut, mendudukan dirinya di depan jongseong yang kakinya kini berada pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. jika orang lain melihat sekilas, jongseong seperti sedang memeluk sunghoon dari belakang dengan tangannya yang memegang tablet.

“jadi ini tuh namanya tablet, benda ini kaya bisa ngasih lo semua informasi yang pingin lo tau. contohnya nyari data ibu lo,”

“oh kaya lumba-lumba ya?” sela sunghoon cepat, membuat kedua alis jongseong terangkat.

“lumba-lumba?” satu alis jongseong terangkat.

“iya, soalnya kalo sunghoon pengen tau soal darat. lumba-lumba bakalan kasih tau ada apa aja disana.”

“lo temenan sama lumba-lumba?”

“iya.”

jongseong tampak tersenyum tipis ketika sunghoon mengangguk lucu. wajah polosnya menambah kesan lucu pada dirinya, jongseong sampai lupa ia akan menjelaskan kegunaan tablet jika saja sunghoon tidak menyadarkan dirinya dari lamunan.

“jongseong, jadi ini apa?”

“oh iya jadi ini....” maka jongseong putuskan untuk malam ini ia akan mengajari sunghoon segala hal yang ada didaratan, yang pastinya hal yang tidak sunghoon ketahui.

tampak dari kedua wajahnya yang sumringah dan matanya yang berbinar ketika jongseong mengenalkan dan menjelaskan segala hal baru untuknya. sunghoon terus bertanya ini dan itu disetiap kesempatan.

contohnya ketika ia melihat sebuah televisi berukuran besar di ruang keluarga milik apartemen jongseong.

“jongseong itu apa?”

“yang mana?” tanya jongseong dengan sabar karena jujur saja ia sudah sangat mengantuk, apalagi ditambah badannya yang terasa remuk.

“itu yang kaya tablet, tapi lebih besar. namanya apa itu?”

“namanya televisi, lo bisa nonton disitu. mau?”

dengan semangat sunghoon kembali mengangguk, dan berjalan mendekat ke arah sofa yang ada diruangan itu juga. jongseong terkekeh entah keberapa kalinya.

tangannya bergerak menyalakan televisi yang tadinya berlayar hitam dan kini sudah menyala dan menampilkan sebuah kartun, dengan tokohnya yang berwarna kuning dan juga ada tokoh lainnya berbentuk bintang laut berwarna pink.

“ini jongseong udah ini! sunghoon mau liat ini.” ucap sunghoon cepat sambil menggoyang-goyangkan tangan jongseong yang memegang remote tv.

jongseong memperbesar volume televisi agar sunghoon bisa mendengar lebih jelas, lalu dirinya berjalan untuk duduk bersama dengan sunghoon di sofa. ia melihat sunghoon yang sudah anteng dengan televisinya.

ia tersenyum manis. tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala sunghoon lembut, ia membawa kepalanya untuk bersandar pada sandaran sofa. berniat untuk tidur disini saja, berjaga-jaga jika sunghoon membutuhkan sesuatu.

maka begitulah malam jongseong hari ini. ditemani dengan orang asing yang entah kenapa membuat dirinya merasa nyaman dan tidak kesepian lagi seperti biasa.

“nanti langsung tidur, sunghoon-ie.”

“iya jongseong.”


niatnya yang hanya menginap seminggu lamanya untuk mengetahui bagaimana rasanya hidup di daratan membuat lupa dan malah menginap sebulan.

saat teringat ucapan jongseong agar tidak terlalu lama mengungsi di rumahnya sunghoon segera membereskan barang apa saja yang bisa ia bawa ke laut. ia akan pulang besok.

hari ini adalah hari terakhirnya di daratan, selama satu bulan pula hubungannya dengan jongseong berjalan lancar dan semakin membuat mereka semakin dekat satu sama lain.

saat ia hendak mengemas sebuah kalung yang diberikan jongseong padanya, ada tangan yang menahan pergerakan tangannya.

saat menoleh, sunghoon melihat jongseong yang menatapnya sendu.

“gak mau tinggal disini aja? sama aku?”

sunghoon menggeleng “kan kata kamu suruh pulang cepet-cepet, padahal aku niatnya cuman seminggu aja. tapi malah sebulan jadinya, maaf ya.” cicit sunghoon pelan.

bahasa yang ia gunakan sudah berubah, aku—kamu menjadi sebuah panggilan untuk satu sama lain. satu bulan bukan waktu yang lama bagi jongseong untuk jatuh pada sosok seorang sunghoon, ia jatuh sedalam-dalamnya ketika melihat aura sunghoon yang memikatnya.

“tuh kan! diulang lagi, padahal aku waktu itu kan belum kenal kamu terlalu lama, sayang. jadi aku asal ceplos aja waktu itu!” rengek jongseong, manja seperti bayi. bayi besar lebih tepatnya.

sunghoon terkekeh geli ketika melihat sifat jongseong yang tadinya ketus manjadi berubah seratus delapan puluh derajat.

“boleh aku tinggal sama kamu?”

jongseong mengangguk semangat “boleh, boleh banget!”

“kalo lama gapapa tapi?”

“seumur hidup juga bakalan aku tampung kamu disini, sayang.”

maka sunghoon hanya menanggapi dengan terkekeh dan mengelus rahang tegas jongseong dengan tangan kanannya. mengelus sayang lelaki yang membuatnya merasakan hal-hal yang bahagia, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.


berbulan-bulan sudah sunghoon jalani sebagai kekasih dari seorang park jongseong— pewaris tunggal dari J Crop.

perusahaan besar yang masuk pada salah satu list perusahaan sukses dalam dunia bisnis. sejujurnya jongseong enggan untuk memimpin sebuah perusahaan diumurnya yang masih terbilang cukup muda.

dua puluh tahun, di umurnya yang masih segini jongseong sudah dibebankan oleh sebuah tanggung jawab yang berat. kepergian sang ayah membuatnya terpaksa untuk mau tak mau mengambil alih jabatan seorang CEO, dan bergelut dengan berbagai macam berkas yang membuatnya pusing.

ia juga harus beradu mulut dengan om-nya yang ternyata mengincar harta milik sang papah, itu menjadi alasan utama jongseong akhirnya setuju untuk mengambil alih perusahaan ayahnya.

awalnya jongseong merasa sedikit kewalahan akan segala hal baru yang harus ia kerjakan. namun, seiring berjalannya waktu ia bisa beradaptasi.

jongseong benci ketika dirinya harus sendirian, setiap malam ia harus menelan kenyataan pahit karena hidupnya selalu dalam keadaan sepi. ia butuh teman untuk berbagi keluh kesah, ya walaupun ia memiliki teman bernama heeseung, tapi tetap saja ia butuh teman yang lebih dari seorang teman.

dan dengan datangnya sunghoon dalam hidupnya membuat jongseong merasa tidak sendirian dan kesepian lagi.

jongseong menatap wajah damai sunghoon yang masih terlelap disampingnya. wajah cantik yang selalu saja menjadi yang pertama ia lihat ketika bangun tidur.

tangannya yang bebas terangkat untuk merapikan rambut poni sunghoon yang turun dan mungkin saja bisa nencolok ke matanya, jongseong tersenyum ketika melihat pergerakan sunghoon yang sepertinya akan bangun.

kedua mata bulat itu terbuka pelan, dan yang pertama sunghoon lihat adalah wajah tampan jongseong yang tersenyum kepadanya.

hawow” ucap sunghoon sambil menahan untuk menguap.

sunghoon terkekeh geli, “buka dulu matanya sayang. baru sapa akunya!” jelas jongseong sambil mengelus pipi gembil milik kekasihnya itu.

good morning, jongseong.”

morning sayang.”

jongseong mengecup bibir sunghoon dengan singkat, dan sunghoon membalasnya dengan mengecup bibir jongseong singkat juga. sebuah ritual ketika pagi hari menjelang.

“kamu mau berangkat sekarang?” tanya sunghoon sambil bersiap untuk bangun dari acara gelendotannya pada tangan jongseong.

“iya sayang. aku harus meeting lagi sama client, gapapa kan aku tinggal lagi?” tanya jongseong dengan wajah menyesalnya.

it's okay, aku gapapa kok sendirian lagi.”

“maaf sayang, janji deh besok-besoknya aku bakalan sama kamu terus. kita jalan-jalan ya?” tanya jongseong sambil mengusap kepala sunghoon sayang, dan dibalas anggukan lucu oleh sunghoon.

“yaudah ayo kita sarapan, aku mau bikinin kamu menu baru.”

“wih udah pinter masak ya sekarang pacarnya jongseong?”

“iya dong!” balas sunghoon bangga.

jongseong hanya terkekeh dan berjalan mendekat ke arah sunghoon yang sudah siap keluar dari kamar. jongseong tanpa aba-aba mengangkat sunghoon dan menggendongnya, membuat sunghoon memekik terkejut.

“ih jongseong mah, kebiasaan!”

jongseong hanya terkekeh dan mencium pipi kanan sunghoon dengan cepat. menimbulkan adanya semburan kemerahan pada pipi sang kekasih.

“aw, you're blushing like a rose” ledek jongseong.

“DIEM!”


setelah selesai dengan acara sarapan pagi mereka, kini sunghoon tengah mengantar jongseong menuju parkiran apartemen mereka.

ia mengecup pipi kiri jongseong sebelum kekasihnya itu pergi untuk bekerja kembali, seperti hari-hari sebelumnya.

“kamu beneran gapapa aku tinggal sendiri, sayang?”

jongseong tambah terlihat enggan untuk meninggalkan sunghoon sendiri. entah kenapa hatinya tidak tenang untuk meninggalkan sang pujaan hati sendirian.

“gapapa ih, aku udah gede!”

“bukan masalah itu sayang, aku cuman khawatir.”

“aku tahu jongseong, gapapa aku ditinggal sendirian.”

maka dengan berat hati jongseong mengangguk dan mencium kening sunghoon lumayan lama dan berlanjut mencium kedua pipi gembil milik kekasihnya dan berakhir dengan sebuah ciuman singkat.

“aku pergi ya?”

“nanti pintunya kunci!”

“iya.”

“jangan bukain pintu buat siapapun kalo aku belum pulang!”

“iya.” balas sunghoon lagi dengan sabar.

“pokoknya jangan—”

“iya sayang iya aku ngerti astaga, kamu mah ini nanti telat sayang!”

i can stay, if you want.

no, udah ih aku gapapa jongseong!”

“yaudah. aku berangkat ya?”

jongseong hanya terkekeh ketika melihat sunghoon yang mengehela nafas karena dirinya yang gak kunjung berangkat, iamencuri satu kecupan lagi pada pipi sunghoon lalu berlari menjauh, jaga-jaga kalau sunghoon mengamuk.

“dasar, mesum.” desis sunghoon sebal.


sunghoon saat ini sedang mencuci piring kotor bekas mereka sarapan tadi, sambil menyetel sebuah lagu dari smartphone yang dibelikan jongseong dua bulan lalu untuk dirinya.

namun, ketika ia tengah asyik dengan kegiatannya. ia mendengar suara bel yang ditekan, awalnya sunghoon hanya mengabaikan karena teringat ucapan jongseong pagi tadi sebelum kekasihnya itu berangkat bekerja.

namun, suara bel itu semakin menjadi seiring dengan ia yang semakin menulikan pendengarannya. maka dengan sedikit kesal dibuatnya, sunghoon berjalan ke arah pintu dan hendak membukanya.

“siapa sih ngeselin amat! iya sabar.” teriaknya kesal.

saat sunghoon selesai membuka pintu, ia tidak melihat siapapun disana. ketika hendak menutupnya, sebuah tangan yang berbalut sarung tangan hitam kini membekap mulut dan hidungnya dengan sebuah kain yang sunghoon yakin dicampur dengan alkohol, karena setelahnya ia tidak sadarkan diri.

jauh disana, jongseong tidak bisa fokus dengan kegiatannya. ia terus merasakan bahwa ada yang tidak beres, maka dengan berat hati ia harus meninggalkan client yang untungnya mengizinkan ia untuk pergi.

“astaga sunghoon, kenapa gak bisa dihubungin sih?”

jongseong memacu kecepatan mobilnya dalam kecepatan tinggi, entah kenapa ia yakin sesuatu sedang mengincar sunghoon. ia takut seseorang mengetahui identitas asli sunghoon dan malah menyakitinya.

anjing!” jongseong mendecak kesal ketika mendapati bahwa suara operator yang kembali menjawab panggilannya.

maka dengan tidak sabaran, jongseong menancap gas mobilnya kembali. membawa dirinya membelah jalanan kota yunani di siang hari begini.

di apartemen jongseong, sunghoon membuka matanya dan langsung merasakan kepalanya berputar dan berdenyut nyeri. ketika ia mengedarkan pandangan, ia bisa melihat seorang pria berumur tiga puluhan tengah menatapnya sambil tersenyum.

“akhirnya si duyung cantik bangun juga.”

“siapa kau?” tanya sunghoon waspada.

lelaki itu berjalan mendekat dan tertawa, sunghoon yang hendak berdiri baru tersadar jika kalung yang ia pakai untuk menjadi manusia kini tidak ada. kakinya sudah berubah menjadi ekor kembali, sunghoon mulai ketakutan.

identitas yang dengan sangat amat ia sembunyikan kini terbongkar juga.

“kau ingin apa?”

“aku ingin kau mati.” sunghoon melotot sejadi-jadinya, ia berusaha untuk menjauh dari lelaki yang ada dihadapannya ini.

ketika lelaki itu tertawa dan kini sudah tidak fokus padanya lagi, sunghoon mengambil pisau yang ada di keranjang buah yang ada disampingnya. ketika ia akan menyerang lelaki itu dengan pisau, lelaki itu sudah mencengkram tangannya kuat.

“jangan coba-coba mau melawanku duyung sialan!”

“LEPASKAN AKU BRENGSEK!” teriak sunghoon keras yang membuat lelaki itu naik pitam dan melayangkan tamparan keras untuk sunghoon.

plak.

“diam jika tidak ingin aku habisi!”

namun yang namanya seorang park sunghoon adalah duyung yang keras kepala. ia terus saja mencoba melawan lelaki itu dan malah menghasilkan luka pada ekornya karena pisau yang diayunkan padanya.

aww,,,,hiks” sunghoon menitikan air matanya yang kini berubah menjadi sebuah mutiara putih yang indah.

om jongseong yang melihat itu pun menyeringai dan terkekeh pelan. ia menangkup wajah sunghoon untuk ia arahkan padanya.

“jika tidak ingin mati, maka turuti perintahku. menangislah yang banyak agar menjadi mutiara dan membuatku kaya!” titahnya.

sunghoon menggeleng kuat, “aku tidak sudi!” bantahnya yang membuat lelaki itu menyayat ekornya lagi.

sunghoon berteriak keras karena sayatan yang kali ini lebih dalam dan membuat ekornya mengeluarkan darah yang sangat banyak.

“baiklah jika itu maumu! siksa dia!” perintahnya pada seseorang.

tak lama sekitar sepuluh orang laki-laki berpakaian hitam yang persis membekap sunghoon tadi kini sudah berkumpul mengerumuni sunghoon yang meringkuk dilantai.

sunghoon yang mengenal pria itu adalah pamannya jongseong, kini mulai berteriak tak terima.

“benar kata jongseong, kau memang seekor iblis!”

yang mana perkataan itu membuat seorang park jonjae naik pitam. ia berjalan dengan cepat ke arah sunghoon dan melayangkan sebuah tamparan di pipi sunghoon sebanyak lima kali.

aaaaah, sakit, ampun. hiks jangan sakiti aku!” sunghoon bersumpah ini lebih menyakitkan dari pada dihukum oleh ayahnya ketika ia melanggar perjanjian laut.

“bedebah sialan, duyung sialan! seharusnya kau menurut saja padaku dan tidak udah melawan!”

plak.

park junjae meraih pisau yang sudah tergelak dilantai, tepat di depan sunghoon. ia mengangkatnya dan mengarahkan pisau itu tepat pada ekor sunghoon bagian paling bawah, seolah tau apa yang akan dilakukan oleh paman jongseong, sunghoon ketakutan.

“aku mohon, ampuni aku. jangan potong ekorku!”

namun naas, junjae tidak mendengarkan permohonan sunghoon. dengan teganya ia memotong ekor sunghoon hingga terbagi menjadi dua, suara teriakan sunghoon menggema diseluruh menjuru apartemen. darah segar langsung mengucur ketika ekor itu berhasil terbagi menjadi dua.

dan saat yang sama pula pintu apartemen milik jongseong terbuka dengan kencang dan membuat suara bantingan yang membuat junjae tersenyum karena menyadari keberadaan keponakannya.

“JUNJAE SIALAN! JANGAN KAU BERANI MENYENTUH SUNGHOON!” teriak jongseong, ia hendak menghajar pamannya itu.

namun, dua orang berpakaian hitam menghentikannya. tubuhnya seolah dikunci dan dibawa pada salah satu tihang yang ada di apartemen jongseong. mereka mengikatnya disana.

“selamat siang keponakanku sayang, oh lihat apa yang sudah aku perbuat pada duyung mu yang cantik ini.” ucapnya sambil mengelus ekor sunghoon yang sudah terpotong.

“sebuah mahakarya yang indah bukan?”

“JANGAN KAU SENTUH DIA LAGI BAJINGAN!”

jongseong menangis melihat sunghoon yang sudah terkulai lemas dengan wajah yang semakin memucat. namun seolah belum sampai situ saja, jongseong melihat pamannya mengayunkan pisau itu ke arah perut sunghoon.

dan ya, sunghoon terluka kembali dan mengeluarkan darah segar di bagian perut juga mulutnya.

“sunghoon....” jongseong terisak.

hancur dan marah. jongseong berusaha melepaskan dirinya dari tali yang mengikatnya, ia melihat pamannya itu tengah menjilati darah sunghoon yang mengalir dari pisau. sudah kepalang emosi, jongseong akhirnya bisa lepas dari ikatan yang membelenggunya.

junjae yang tidak tahu jika keponakannya itu berhasil lolos kini sudah terjerembab di lantai. tubuhnya mendapat pukulan bertubi-tubi dari jongseong yang kini sudah kesetanan, ia membabi buta junjae seolah ia adalah anjing pengganggu.

“BAJINGAN, SIALAN KAU JUNJAE!”

junjae mengisyaratkan para pesuruhnya untuk mengangkat sunghoon dan melemparnya pada kolam renang.

byur.

junjae tau kelemahan jongseong, yaitu air dalam yang tenang. jongseong trauma dengan hal itu.

junjae tertawa, “kenapa kau hanya diam saja jongseong? tolong dia! kenapa? kau tidak bisa?”

tangan jongseong terkepal kuat ketika melihat sunghoon yang pucat kini tenggelam dengan air kolam yang perlahan menjadi merah. ia takut, namun ia juga lebih takut jika sunghoon meninggalkan dirinya.

maka dengan sisa tenaga dan keyakinannya, jongseong berlari mendekat ke arah kolam dan melompat ke dalamnya untuk menyelamatkan sunghoon. jongseong melawan traumanya untuk bisa menyelamatkan sang pujaan hati.

jongseong terus berenang ketika ia melihat tubuh sunghoon semakin tenggelam, ia mencoba menggapai tangan sunghoon. sementara sunghoon yang matanya masih terbuka, kini tersenyum manis ketika melihat jongseong akhirnya berani melawan traumanya.

jongseong bersusah payah untuk tidak panik dan terus menggerakan kakinya untuk mempercepat dirinya sampai pada sunghoon, dan hap— ia berhasil mencapai tangan sunghoon dan menariknya.

jongseong membawa tubuh mereka berdua untuk sampai ke atas permukaan. maka dengan cepat jongseong mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke tempat kering.

bertepatan dengan itu, ia bisa melihat heeseung yang datang dengan pasukannya. heeseung menembak junjae tepat di dada dan seluruh pasukannya juga. heeseung berlari ketika ia menyadari jongseong yang kesusahan untuk mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke atas.

“sini, gue bantu!” tawar heeseung.

maka dengan anggukan cepat jongseong berikan, ia memberikan tubuh sunghoon yang penuh luka pada heeseung untuk di angkat ke atas, barulah dirinya yang naik ke permukaan.

jongseong terduduk didepan sunghoon yang ditidurkan, ia bawa kepala sunghoon untuk tidur dipahanya. ia genggam tangan dingin sunghoon untuk ia cium, dan ia berikan gosokan untuk menyalurkan kehangantan.

sunghoon membuka matanya yang langsung melihat jongseong yang sedang menangis, sunghoon tersenyum kecil dan berusaha mengangkat tangannya untuk mengusap pipi jongseong sayang.

“hei,” sapanya.

“aku gapapa jongseong, jangan nangis!” bukannya berhenti, jongseong malah semakin terisak.

“sakit banget ya sayang?” jongseong mengelus sayang pipi sunghoon yang biasanya merah merona alami, kini berubah menjadi pucat pasi.

sunghoon menggeleng. “can you keep holding my hand, please?

jongseong mengangguk, “sure.”

“k-kamu m-mau janji sama aku? satu hal aja, gak usah banyak-banyak.” dan disanggupi jongseong.

“kamu bahagia gak?”

jeda lama untuk jongseong bisa menjawab, “iya, aku bahagia.”

sunghoon tersenyum, “janji ya sama aku. kamu harus bahagia terus?”

“iya.”

stay with me. don't close your eyes.” jongseong mencoba menyadarkan sunghoon yang hendak menutup mata.

i'm so tired, jongseong...

jongseong menggeleng, ia tidak berhenti mengeluarkan air mata.

sunghoon tersenyum, “a-aku, sayang kamu jongseong.” sunghoon menitikan air matanya, air mata bahagia yang berubah menjadi mutiara berwarna merah muda.

jongseong mati-matian menahan isakannya agar tidak terdengar. namun ketika ia bersiap menjawab pertanyaan sunghoon, ia dibuat jantungan ketika sunghoon memejamkan matanya lagi.

“SUNGHOON! SAYANG...”

”.....JANGAN TINGGALIN AKU, HIKS.”

maka dilangit malam yang dipenuhi oleh bintang dan bulan yang bersinar terang, sunghoon menghembuskan nafas terakhirnya. ia meninggalkan jongseong dengan segala rasa sakit yang dideritanya.

ia meninggalkan jongseong sendirian.

heeseung yang melihat kejadian itu hanya diam dan menahan tangisnya. ia tidak tega melihat sahabatnya, bagaimanapun jongseong berhak bahagia.

jongseong yang terlihat kuat dan tegar kini malah terlihat semakin rapuh ketika raganya hilang.

jongseong kehilangan setengah jiwa, dan raganya.

“aku juga sayang kamu, sunghoon.”

jauh sebelum ia memejamkan matanya, sunghoon sempat berbisik dan memohon. ia ingin dipertemukan jongseong lagi dikehidupan yang akan datang, semoga permohonan nya didengar.


16042022. ©vivi.

bxb — jayhoon, hurt, mcd, fantasy, tw // slight mention of blood, inspired by legend of the blue sea, if this au making you uncomfortable, then leave it.

3873 word, bacanya pelan-pelan aja ya, happy reading


yunani, april 2024

seingat jongseong, tadi ia masih asyik dengan kegiatannya mengendarai speedboat yang ia sewa bersama dengan temannya tadi. seingatnya, ia masih tertawa lepas sambil memandang luasnya lautan yang ia belah dengan speedboat yang ia kendarai. mencoba melawan traumanya sejak kecil terhadap air, dan ini mungkin berhasil.

seingat jongseong, tadi ia masih bisa menantang nyalinya untuk mengendarai speedboat yang ia kendarai menjauhi pembatas yang seharusnya ia patuhi. seingatnya ia masih tertawa lepas ketika menyaksikan wajah sahabatnya yang menegang karena dirinya lalai untuk keselamatan dirinya sendiri.

jongseong tidak peduli dengan sekitar, bahkan tidak menyadari sebuah gulungan ombak tinggi datang dan menerjang dirinya hingga terjatuh dari speedboat dan tenggelam dalam air. seingatnya ia tadi kehabisan nafas dan hampir mati karena kekurangan oksigen.

namun, mengapa ia masih bisa membuka mata dan malah sudah ada di tepi pantai, tertidur pada pasir pantai putih. ketika jongseong membuka mata, ia langsung disambut oleh sinar matahari yang sudah tidak terlihat. gelap, sekelilingnya gelap karena hari sudah malam.

pertanyaannya adalah, siapa yang menolongnya?

siapa yang membawanya kemari?

siapa?

segala macam pertanyaan yang ada di otaknya buyar ketika sosok lain ternyata tengah tengkurap disebelahnya, dengan sebuah ekor berwarna biru terang yang bisa dibilang mirip dengan ekor ikan itu tengah menatapnya.

yang mana membuat kedua bola mata jongseong melebar untuk sesaat.

“lo ini makhluk apa?” selontar pertanyaan mencuat karena kebingungan.

sosok itu hanya diam sambil mengedipkan kedua matanya, lucu. jongseong bangkit untuk duduk dan memperhatikan sosok cantik dihadapannya.

“apa ada pertunjukan atau semacamnya? kenapa lo pake kostum mermaid kaya gitu?”

tak ada lagi jawaban. sosok itu tetap diam sambil menatap kedua netra legam milik jongseong dengan kedua mata bulat yang berhiaskan bintang, bahkan jongseong bisa melihat bayangan dirinya pada kedua netra bulat itu.

“lo ini apa sebenarnya?”

“aku merman.” akhirnya.

jongseong terdiam sejenak sambil kembali meneliti sosok dihadapannya. wajah putih bersih bak porselen, hidung mancung, mata bulat indah, tiga titik hitam kecil yang menghiasi wajah, serta bibir merah alami yang terlihat manis diwajahnya.

jongseong menatap sosok didepannya dengan wajahnya yang datar dan dingin.

“lo jangan ngarang! itu cuman dongeng. merman atau mermaid itu cuman ada di buku dongeng yang diceritain ibu ke anaknya.”

sosok didepannya merengut sebal, seperti menahan marah yang jatuhnya terlihat semakin menggemaskan. sementara jongseong memalingkan wajahnya ke sekitar, malas berurusan dengan makhluk yang ada didepannya.

ekor berwarna biru yang dilengkapi oleh sisik itu terangkat ke udara, bersiap mencipratkan air laut asin pada wajah jongseong yang kini malah semakin terlihat menyebalkan.

ctas.

“lo ini kenapa? lo gila?”

“kamu yang gila! merman dan mermaid itu ada, aku buktinya!”

“hei, jangan mengada-ada. pasti ini hanya cuman kostum yang lo sewa pake uang jajan lo!”

kedua tangan jongseong terulur untuk menyentuh ekor yang dikiranya sebuah kostum. mulanya jongseong terlihat santai, tapi ketika tangannya menyentuh ekor yang bertekstur mirip seperti daging dan bersisik, matanya membulat. namun dengan cepat jongseong merubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

“oke, gue percaya.”

“aku sudah bilang tadi, dan kau tidak percaya. harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah menggusurmu ke pulai ini, jika tidak kau bisa mati!”

“terima kasih.”

“iya.”

“nama gue jongseong, lo?”

“sunghoon.”

jongseong tampak ingin melayangkan sebuah pertanyaan lagi, namun bibirnya ia katupkan kembali ketika sosok bernama sunghoon ini terlihat enggan membuka obrolan lagi dengannya.

“jongseong,” panggilan dengan suara lembut itu, membuat jongseong menoleh dengan cepat.

jongseong menaikan alisnya, “apa?”

“boleh aku ikut denganmu?” sunghoon mengangguk dengan cepat, terlihat di kedua bola matanya ada sebuah harapan.

“maksud lo mau tinggal di rumah gue? didarat?”

“iya.”

“ekor lo gimana?”

sunghoon tersenyum hingga menampilkan deretan gigi putihnya. dengan cepat ia meringsut lebih jauh ke daratan, bersebelahan dengan jongseong yang dari tadi sudah lebih dulu pindah di bawah pepohonan.

sunghoon menggenggam sebuah kalung dengan liontin mutiara putih yang ia pakai, jongseong baru sadar jika sunghoon memakai kalung. saat usapan ke tiga, sebuah cahaya putih langsung menyinari tubuh duyung sunghoon. membuat jongseong memejamkan kedua matanya.

dirasa cahaya itu sudah hilang, jongseong membuka kedua matanya. betapa terkejutnya ia ketika melihat ekor biru milik sunghoon kini berubah menjadi sepasang kaki manusia.

namun yang membuat ia semakin terkejut adalah, tubuh sunghoon yang tidak memakai sehelai benang apapun. dengan cengiran lebar, sunghoon meringsut untuk mendekat ke arah jongseong yang masih melotot.

“bagaimana? aku boleh ikut kan, aku sudah punya kaki!”

“LO GILA? LO GAK PAKAI BAJU, SUNGHOON!” jongseong langsung menutup kedua matanya dengan tangan, wajahnya memerah. ia tidak habis pikir dengan duyung dihadapannya ini.

“aku tidak punya baju.”

“ini, pake kemeja gue aja! itu harusnya cukup buat nutupin badan lo sampai paha.” jongseong menyerahkan kemeja putih over size miliknya pada sunghoon, masih dengan mata yang masih tertutup.

“terimakasih, jongseong.”


jongseong membawa sunghoon ke apartemen miliknya. dengan susah payah ia menyewa beberapa mobil yang ternyata memang disewakan, dengan susah payah juga ia menjaga tubuh sunghoon agar tidak terekspos, karena duyung ini tidak diam ketika menginjak daratan.

“wah, ini rumahmu?” tanya sunghoon sambil melirik kanan kininya, melihat ruangan yang terasa begitu indah baginya.

hm dan lo jangan buat rumah gue sampe berantakan.”

jongseong melirik sunghoon yang sudah duduk manis di atas sofa, dan oh ayolah dia juga laki-laki. ia tidak tahan melihat kaki jenjang sunghoon yang terekspos sampai paha.

“cepet pulang! gue gak mau nampung orang asing kaya lo lama- lama.” lanjutnya. membuat sunghoon mendelik sebal.

“iya, aku sudah berjanji hanya akan tinggal seminggu disini.”

“pake bahasa sehari-hari aja bisa gak sih, baku amat lo.”

namun sunghoon tidak menjawab, ia hanya menatap jongseong dengan kepala yang miring. seperti anak anjing yang menunggu majikan menjelaskan sesuatu padanya.

jongseong mendecak. antara gemas dan juga lelah.

“gue mau tidur, terserah lo mau ngapain. dan kalo lo mau nyari informasi tentang cara hidup manusia, cari benda pipih yang ada di atas meja sana,” jongseong menunjuk sebuah meja berwarna abu-abu gelap yang diatasnya ada sebuah tablet miliknya.

“benda gepeng itu, lo bisa pake buat nyari informasi buat adaptasi.”

dirasa tidak ada pertanyaan yang keluar dari bibir sunghoon membuat berjalan untuk membawa dirinya masuk ke kamar tidur, ia ingin merebahkan badannya. masa bodoh jika temannya mencari dirinya di laut, ia lelah.

tapi saat dirinya hendak memejamkan mata. sebuah tangan yang dingin menekan-nekan tangannya pelan. ketika jongseong membuka mata, ternyata itu adalah sunghoon yang dimana kini tengah memeluk tabletnya dengan wajah polos yang terlihat kebingungan.

“jongseong, ini gimana makenya? sunghoon gak tau.”

lucu. sangat lucu.

“sini, gue ajarin. tapi setelah ini biarin gue tidur, oke?”

sunghoon dengan cepat mengangguk, lalu mendekat ke arah jongseong yang kini sudah duduk di atas kasur dan melambaikan tangan, menyuruhnya untuk mendekat.

“jangan disitu duduknya, didepan gue aja. sini!”

maka sunghoon hanya menurut, mendudukan dirinya di depan jongseong yang kakinya kini berada pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. jika orang lain melihat sekilas, jongseong seperti sedang memeluk sunghoon dari belakang dengan tangannya yang memegang tablet.

“jadi ini tuh namanya tablet, benda ini kaya bisa ngasih lo semua informasi yang pingin lo tau. contohnya nyari data ibu lo,”

“oh kaya lumba-lumba ya?” sela sunghoon cepat, membuat kedua alis jongseong terangkat.

“lumba-lumba?” satu alis jongseong terangkat.

“iya, soalnya kalo sunghoon pengen tau soal darat. lumba-lumba bakalan kasih tau ada apa aja disana.”

“lo temenan sama lumba-lumba?”

“iya.”

jongseong tampak tersenyum tipis ketika sunghoon mengangguk lucu. wajah polosnya menambah kesan lucu pada dirinya, jongseong sampai lupa ia akan menjelaskan kegunaan tablet jika saja sunghoon tidak menyadarkan dirinya dari lamunan.

“jongseong, jadi ini apa?”

“oh iya jadi ini....” maka jongseong putuskan untuk malam ini ia akan mengajari sunghoon segala hal yang ada didaratan, yang pastinya hal yang tidak sunghoon ketahui.

tampak dari kedua wajahnya yang sumringah dan matanya yang berbinar ketika jongseong mengenalkan dan menjelaskan segala hal baru untuknya. sunghoon terus bertanya ini dan itu disetiap kesempatan.

contohnya ketika ia melihat sebuah televisi berukuran besar di ruang keluarga milik apartemen jongseong.

“jongseong itu apa?”

“yang mana?” tanya jongseong dengan sabar karena jujur saja ia sudah sangat mengantuk, apalagi ditambah badannya yang terasa remuk.

“itu yang kaya tablet, tapi lebih besar. namanya apa itu?”

“namanya televisi, lo bisa nonton disitu. mau?”

dengan semangat sunghoon kembali mengangguk, dan berjalan mendekat ke arah sofa yang ada diruangan itu juga. jongseong terkekeh entah keberapa kalinya.

tangannya bergerak menyalakan televisi yang tadinya berlayar hitam dan kini sudah menyala dan menampilkan sebuah kartun, dengan tokohnya yang berwarna kuning dan juga ada tokoh lainnya berbentuk bintang laut berwarna pink.

“ini jongseong udah ini! sunghoon mau liat ini.” ucap sunghoon cepat sambil menggoyang-goyangkan tangan jongseong yang memegang remote tv.

jongseong memperbesar volume televisi agar sunghoon bisa mendengar lebih jelas, lalu dirinya berjalan untuk duduk bersama dengan sunghoon di sofa. ia melihat sunghoon yang sudah anteng dengan televisinya.

ia tersenyum manis. tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala sunghoon lembut, ia membawa kepalanya untuk bersandar pada sandaran sofa. berniat untuk tidur disini saja, berjaga-jaga jika sunghoon membutuhkan sesuatu.

maka begitulah malam jongseong hari ini. ditemani dengan orang asing yang entah kenapa membuat dirinya merasa nyaman dan tidak kesepian lagi seperti biasa.

“nanti langsung tidur, sunghoon-ie.”

“iya jongseong.”


niatnya yang hanya menginap seminggu lamanya untuk mengetahui bagaimana rasanya hidup di daratan membuat lupa dan malah menginap sebulan.

saat teringat ucapan jongseong agar tidak terlalu lama mengungsi di rumahnya sunghoon segera membereskan barang apa saja yang bisa ia bawa ke laut. ia akan pulang besok.

hari ini adalah hari terakhirnya di daratan, selama satu bulan pula hubungannya dengan jongseong berjalan lancar dan semakin membuat mereka semakin dekat satu sama lain.

saat ia hendak mengemas sebuah kalung yang diberikan jongseong padanya, ada tangan yang menahan pergerakan tangannya.

saat menoleh, sunghoon melihat jongseong yang menatapnya sendu.

“gak mau tinggal disini aja? sama aku?”

sunghoon menggeleng “kan kata kamu suruh pulang cepet-cepet, padahal aku niatnya cuman seminggu aja. tapi malah sebulan jadinya, maaf ya.” cicit sunghoon pelan.

bahasa yang ia gunakan sudah berubah, aku—kamu menjadi sebuah panggilan untuk satu sama lain. satu bulan bukan waktu yang lama bagi jongseong untuk jatuh pada sosok seorang sunghoon, ia jatuh sedalam-dalamnya ketika melihat aura sunghoon yang memikatnya.

“tuh kan! diulang lagi, padahal aku waktu itu kan belum kenal kamu terlalu lama, sayang. jadi aku asal ceplos aja waktu itu!” rengek jongseong, manja seperti bayi. bayi besar lebih tepatnya.

sunghoon terkekeh geli ketika melihat sifat jongseong yang tadinya ketus manjadi berubah seratus delapan puluh derajat.

“boleh aku tinggal sama kamu?”

jongseong mengangguk semangat “boleh, boleh banget!”

“kalo lama gapapa tapi?”

“seumur hidup juga bakalan aku tampung kamu disini, sayang.”

maka sunghoon hanya menanggapi dengan terkekeh dan mengelus rahang tegas jongseong dengan tangan kanannya. mengelus sayang lelaki yang membuatnya merasakan hal-hal yang bahagia, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.


berbulan-bulan sudah sunghoon jalani sebagai kekasih dari seorang park jongseong— pewaris tunggal dari J Crop.

perusahaan besar yang masuk pada salah satu list perusahaan sukses dalam dunia bisnis. sejujurnya jongseong enggan untuk memimpin sebuah perusahaan diumurnya yang masih terbilang cukup muda.

dua puluh tahun, di umurnya yang masih segini jongseong sudah dibebankan oleh sebuah tanggung jawab yang berat. kepergian sang ayah membuatnya terpaksa untuk mau tak mau mengambil alih jabatan seorang CEO, dan bergelut dengan berbagai macam berkas yang membuatnya pusing.

ia juga harus beradu mulut dengan om-nya yang ternyata mengincar harta milik sang papah, itu menjadi alasan utama jongseong akhirnya setuju untuk mengambil alih perusahaan ayahnya.

awalnya jongseong merasa sedikit kewalahan akan segala hal baru yang harus ia kerjakan. namun, seiring berjalannya waktu ia bisa beradaptasi.

jongseong benci ketika dirinya harus sendirian, setiap malam ia harus menelan kenyataan pahit karena hidupnya selalu dalam keadaan sepi. ia butuh teman untuk berbagi keluh kesah, ya walaupun ia memiliki teman bernama heeseung, tapi tetap saja ia butuh teman yang lebih dari seorang teman.

dan dengan datangnya sunghoon dalam hidupnya membuat jongseong merasa tidak sendirian dan kesepian lagi.

jongseong menatap wajah damai sunghoon yang masih terlelap disampingnya. wajah cantik yang selalu saja menjadi yang pertama ia lihat ketika bangun tidur.

tangannya yang bebas terangkat untuk merapikan rambut poni sunghoon yang turun dan mungkin saja bisa nencolok ke matanya, jongseong tersenyum ketika melihat pergerakan sunghoon yang sepertinya akan bangun.

kedua mata bulat itu terbuka pelan, dan yang pertama sunghoon lihat adalah wajah tampan jongseong yang tersenyum kepadanya.

hawow” ucap sunghoon sambil menahan untuk menguap.

sunghoon terkekeh geli, “buka dulu matanya sayang. baru sapa akunya!” jelas jongseong sambil mengelus pipi gembil milik kekasihnya itu.

good morning, jongseong.”

morning sayang.”

jongseong mengecup bibir sunghoon dengan singkat, dan sunghoon membalasnya dengan mengecup bibir jongseong singkat juga. sebuah ritual ketika pagi hari menjelang.

“kamu mau berangkat sekarang?” tanya sunghoon sambil bersiap untuk bangun dari acara gelendotannya pada tangan jongseong.

“iya sayang. aku harus meeting lagi sama client, gapapa kan aku tinggal lagi?” tanya jongseong dengan wajah menyesalnya.

it's okay, aku gapapa kok sendirian lagi.”

“maaf sayang, janji deh besok-besoknya aku bakalan sama kamu terus. kita jalan-jalan ya?” tanya jongseong sambil mengusap kepala sunghoon sayang, dan dibalas anggukan lucu oleh sunghoon.

“yaudah ayo kita sarapan, aku mau bikinin kamu menu baru.”

“wih udah pinter masak ya sekarang pacarnya jongseong?”

“iya dong!” balas sunghoon bangga.

jongseong hanya terkekeh dan berjalan mendekat ke arah sunghoon yang sudah siap keluar dari kamar. jongseong tanpa aba-aba mengangkat sunghoon dan menggendongnya, membuat sunghoon memekik terkejut.

“ih jongseong mah, kebiasaan!”

jongseong hanya terkekeh dan mencium pipi kanan sunghoon dengan cepat. menimbulkan adanya semburan kemerahan pada pipi sang kekasih.

“aw, you're blushing like a rose” ledek jongseong.

“DIEM!”


setelah selesai dengan acara sarapan pagi mereka, kini sunghoon tengah mengantar jongseong menuju parkiran apartemen mereka.

ia mengecup pipi kiri jongseong sebelum kekasihnya itu pergi untuk bekerja kembali, seperti hari-hari sebelumnya.

“kamu beneran gapapa aku tinggal sendiri, sayang?”

jongseong tambah terlihat enggan untuk meninggalkan sunghoon sendiri. entah kenapa hatinya tidak tenang untuk meninggalkan sang pujaan hati sendirian.

“gapapa ih, aku udah gede!”

“bukan masalah itu sayang, aku cuman khawatir.”

“aku tahu jongseong, gapapa aku ditinggal sendirian.”

maka dengan berat hati jongseong mengangguk dan mencium kening sunghoon lumayan lama dan berlanjut mencium kedua pipi gembil milik kekasihnya dan berakhir dengan sebuah ciuman singkat.

“aku pergi ya?”

“nanti pintunya kunci!”

“iya.”

“jangan bukain pintu buat siapapun kalo aku belum pulang!”

“iya.” balas sunghoon lagi dengan sabar.

“pokoknya jangan—”

“iya sayang iya aku ngerti astaga, kamu mah ini nanti telat sayang!”

i can stay, if you want.

no, udah ih aku gapapa jongseong!”

“yaudah. aku berangkat ya?”

jongseong hanya terkekeh ketika melihat sunghoon yang mengehela nafas karena dirinya yang gak kunjung berangkat, iamencuri satu kecupan lagi pada pipi sunghoon lalu berlari menjauh, jaga-jaga kalau sunghoon mengamuk.

“dasar, mesum.” desis sunghoon sebal.


sunghoon saat ini sedang mencuci piring kotor bekas mereka sarapan tadi, sambil menyetel sebuah lagu dari smartphone yang dibelikan jongseong dua bulan lalu untuk dirinya.

namun, ketika ia tengah asyik dengan kegiatannya. ia mendengar suara bel yang ditekan, awalnya sunghoon hanya mengabaikan karena teringat ucapan jongseong pagi tadi sebelum kekasihnya itu berangkat bekerja.

namun, suara bel itu semakin menjadi seiring dengan ia yang semakin menulikan pendengarannya. maka dengan sedikit kesal dibuatnya, sunghoon berjalan ke arah pintu dan hendak membukanya.

“siapa sih ngeselin amat! iya sabar.” teriaknya kesal.

saat sunghoon selesai membuka pintu, ia tidak melihat siapapun disana. ketika hendak menutupnya, sebuah tangan yang berbalut sarung tangan hitam kini membekap mulut dan hidungnya dengan sebuah kain yang sunghoon yakin dicampur dengan alkohol, karena setelahnya ia tidak sadarkan diri.

jauh disana, jongseong tidak bisa fokus dengan kegiatannya. ia terus merasakan bahwa ada yang tidak beres, maka dengan berat hati ia harus meninggalkan client yang untungnya mengizinkan ia untuk pergi.

“astaga sunghoon, kenapa gak bisa dihubungin sih?”

jongseong memacu kecepatan mobilnya dalam kecepatan tinggi, entah kenapa ia yakin sesuatu sedang mengincar sunghoon. ia takut seseorang mengetahui identitas asli sunghoon dan malah menyakitinya.

anjing!” jongseong mendecak kesal ketika mendapati bahwa suara operator yang kembali menjawab panggilannya.

maka dengan tidak sabaran, jongseong menancap gas mobilnya kembali. membawa dirinya membelah jalanan kota yunani di siang hari begini.

di apartemen jongseong, sunghoon membuka matanya dan langsung merasakan kepalanya berputar dan berdenyut nyeri. ketika ia mengedarkan pandangan, ia bisa melihat seorang pria berumur tiga puluhan tengah menatapnya sambil tersenyum.

“akhirnya si duyung cantik bangun juga.”

“siapa kau?” tanya sunghoon waspada.

lelaki itu berjalan mendekat dan tertawa, sunghoon yang hendak berdiri baru tersadar jika kalung yang ia pakai untuk menjadi manusia kini tidak ada. kakinya sudah berubah menjadi ekor kembali, sunghoon mulai ketakutan.

identitas yang dengan sangat amat ia sembunyikan kini terbongkar juga.

“kau ingin apa?”

“aku ingin kau mati.” sunghoon melotot sejadi-jadinya, ia berusaha untuk menjauh dari lelaki yang ada dihadapannya ini.

ketika lelaki itu tertawa dan kini sudah tidak fokus padanya lagi, sunghoon mengambil pisau yang ada di keranjang buah yang ada disampingnya. ketika ia akan menyerang lelaki itu dengan pisau, lelaki itu sudah mencengkram tangannya kuat.

“jangan coba-coba mau melawanku duyung sialan!”

“LEPASKAN AKU BRENGSEK!” teriak sunghoon keras yang membuat lelaki itu naik pitam dan melayangkan tamparan keras untuk sunghoon.

plak.

“diam jika tidak ingin aku habisi!”

namun yang namanya seorang park sunghoon adalah duyung yang keras kepala. ia terus saja mencoba melawan lelaki itu dan malah menghasilkan luka pada ekornya karena pisau yang diayunkan padanya.

aww,,,,hiks” sunghoon menitikan air matanya yang kini berubah menjadi sebuah mutiara putih yang indah.

om jongseong yang melihat itu pun menyeringai dan terkekeh pelan. ia menangkup wajah sunghoon untuk ia arahkan padanya.

“jika tidak ingin mati, maka turuti perintahku. menangislah yang banyak agar menjadi mutiara dan membuatku kaya!” titahnya.

sunghoon menggeleng kuat, “aku tidak sudi!” bantahnya yang membuat lelaki itu menyayat ekornya lagi.

sunghoon berteriak keras karena sayatan yang kali ini lebih dalam dan membuat ekornya mengeluarkan darah yang sangat banyak.

“baiklah jika itu maumu! siksa dia!” perintahnya pada seseorang.

tak lama sekitar sepuluh orang laki-laki berpakaian hitam yang persis membekap sunghoon tadi kini sudah berkumpul mengerumuni sunghoon yang meringkuk dilantai.

sunghoon yang mengenal pria itu adalah pamannya jongseong, kini mulai berteriak tak terima.

“benar kata jongseong, kau memang seekor iblis!”

yang mana perkataan itu membuat seorang park jonjae naik pitam. ia berjalan dengan cepat ke arah sunghoon dan melayangkan sebuah tamparan di pipi sunghoon sebanyak lima kali.

aaaaah, sakit, ampun. hiks jangan sakiti aku!” sunghoon bersumpah ini lebih menyakitkan dari pada dihukum oleh ayahnya ketika ia melanggar perjanjian laut.

“bedebah sialan, duyung sialan! seharusnya kau menurut saja padaku dan tidak udah melawan!”

plak.

park junjae meraih pisau yang sudah tergelak dilantai, tepat di depan sunghoon. ia mengangkatnya dan mengarahkan pisau itu tepat pada ekor sunghoon bagian paling bawah, seolah tau apa yang akan dilakukan oleh paman jongseong, sunghoon ketakutan.

“aku mohon, ampuni aku. jangan potong ekorku!”

namun naas, junjae tidak mendengarkan permohonan sunghoon. dengan teganya ia memotong ekor sunghoon hingga terbagi menjadi dua, suara teriakan sunghoon menggema diseluruh menjuru apartemen. darah segar langsung mengucur ketika ekor itu berhasil terbagi menjadi dua.

dan saat yang sama pula pintu apartemen milik jongseong terbuka dengan kencang dan membuat suara bantingan yang membuat junjae tersenyum karena menyadari keberadaan keponakannya.

“JUNJAE SIALAN! JANGAN KAU BERANI MENYENTUH SUNGHOON!” teriak jongseong, ia hendak menghajar pamannya itu.

namun, dua orang berpakaian hitam menghentikannya. tubuhnya seolah dikunci dan dibawa pada salah satu tihang yang ada di apartemen jongseong. mereka mengikatnya disana.

“selamat siang keponakanku sayang, oh lihat apa yang sudah aku perbuat pada duyung mu yang cantik ini.” ucapnya sambil mengelus ekor sunghoon yang sudah terpotong.

“sebuah mahakarya yang indah bukan?”

“JANGAN KAU SENTUH DIA LAGI BAJINGAN!”

jongseong menangis melihat sunghoon yang sudah terkulai lemas dengan wajah yang semakin memucat. namun seolah belum sampai situ saja, jongseong melihat pamannya mengayunkan pisau itu ke arah perut sunghoon.

dan ya, sunghoon terluka kembali dan mengeluarkan darah segar di bagian perut juga mulutnya.

“sunghoon....” jongseong terisak.

hancur dan marah. jongseong berusaha melepaskan dirinya dari tali yang mengikatnya, ia melihat pamannya itu tengah menjilati darah sunghoon yang mengalir dari pisau. sudah kepalang emosi, jongseong akhirnya bisa lepas dari ikatan yang membelenggunya.

junjae yang tidak tahu jika keponakannya itu berhasil lolos kini sudah terjerembab di lantai. tubuhnya mendapat pukulan bertubi-tubi dari jongseong yang kini sudah kesetanan, ia membabi buta junjae seolah ia adalah anjing pengganggu.

“BAJINGAN, SIALAN KAU JUNJAE!”

junjae mengisyaratkan para pesuruhnya untuk mengangkat sunghoon dan melemparnya pada kolam renang.

byur.

junjae tau kelemahan jongseong, yaitu air dalam yang tenang. jongseong trauma dengan hal itu.

junjae tertawa, “kenapa kau hanya diam saja jongseong? tolong dia! kenapa? kau tidak bisa?”

tangan jongseong terkepal kuat ketika melihat sunghoon yang pucat kini tenggelam dengan air kolam yang perlahan menjadi merah. ia takut, namun ia juga lebih takut jika sunghoon meninggalkan dirinya.

maka dengan sisa tenaga dan keyakinannya, jongseong berlari mendekat ke arah kolam dan melompat ke dalamnya untuk menyelamatkan sunghoon. jongseong melawan traumanya untuk bisa menyelamatkan sang pujaan hati.

jongseong terus berenang ketika ia melihat tubuh sunghoon semakin tenggelam, ia mencoba menggapai tangan sunghoon. sementara sunghoon yang matanya masih terbuka, kini tersenyum manis ketika melihat jongseong akhirnya berani melawan traumanya.

jongseong bersusah payah untuk tidak panik dan terus menggerakan kakinya untuk mempercepat dirinya sampai pada sunghoon, dan hap— ia berhasil mencapai tangan sunghoon dan menariknya.

jongseong membawa tubuh mereka berdua untuk sampai ke atas permukaan. maka dengan cepat jongseong mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke tempat kering.

bertepatan dengan itu, ia bisa melihat heeseung yang datang dengan pasukannya. heeseung menembak junjae tepat di dada dan seluruh pasukannya juga. heeseung berlari ketika ia menyadari jongseong yang kesusahan untuk mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke atas.

“sini, gue bantu!” tawar heeseung.

maka dengan anggukan cepat jongseong berikan, ia memberikan tubuh sunghoon yang penuh luka pada heeseung untuk di angkat ke atas, barulah dirinya yang naik ke permukaan.

jongseong terduduk didepan sunghoon yang ditidurkan, ia bawa kepala sunghoon untuk tidur dipahanya. ia genggam tangan dingin sunghoon untuk ia cium, dan ia berikan gosokan untuk menyalurkan kehangantan.

sunghoon membuka matanya yang langsung melihat jongseong yang sedang menangis, sunghoon tersenyum kecil dan berusaha mengangkat tangannya untuk mengusap pipi jongseong sayang.

“hei,” sapanya.

“aku gapapa jongseong, jangan nangis!” bukannya berhenti, jongseong malah semakin terisak.

“sakit banget ya sayang?” jongseong mengelus sayang pipi sunghoon yang biasanya merah merona alami, kini berubah menjadi pucat pasi.

sunghoon menggeleng. “can you keep holding my hand, please?

jongseong mengangguk, “sure.”

“k-kamu m-mau janji sama aku? satu hal aja, gak usah banyak-banyak.” dan disanggupi jongseong.

“kamu bahagia gak?”

jeda lama untuk jongseong bisa menjawab, “iya, aku bahagia.”

sunghoon tersenyum, “janji ya sama aku. kamu harus bahagia terus?”

“iya.”

“*stay with me. don't close your eyes.” jongseong mencoba menyadarkan sunghoon yang hendak menutup mata.

i'm so tired, jongseong...

jongseong menggeleng, ia tidak berhenti mengeluarkan air mata.

sunghoon tersenyum, “a-aku, sayang kamu jongseong.” sunghoon menitikan air matanya, air mata bahagia yang berubah menjadi mutiara berwarna merah muda.

jongseong mati-matian menahan isakannya agar tidak terdengar. namun ketika ia bersiap menjawab pertanyaan sunghoon, ia dibuat jantungan ketika sunghoon memejamkan matanya lagi.

“SUNGHOON! SAYANG...”

”.....JANGAN TINGGALIN AKU, HIKS.”

maka dilangit malam yang dipenuhi oleh bintang dan bulan yang bersinar terang, sunghoon menghembuskan nafas terakhirnya. ia meninggalkan jongseong dengan segala rasa sakit yang dideritanya.

ia meninggalkan jongseong sendirian.

heeseung yang melihat kejadian itu hanya diam dan menahan tangisnya. ia tidak tega melihat sahabatnya, bagaimanapun jongseong berhak bahagia.

jongseong yang terlihat kuat dan tegar kini malah terlihat semakin rapuh ketika raganya hilang.

jongseong kehilangan setengah jiwa, dan raganya.

“aku juga sayang kamu, sunghoon.”

jauh sebelum ia memejamkan matanya, sunghoon sempat berbisik dan memohon. ia ingin dipertemukan jongseong lagi dikehidupan yang akan datang, semoga permohonan nya didengar.


16042022. ©vivi.

bxb — jayhoon, hurt, mcd, fantasy, tw // slight mention of blood, inspired by legend of the blue sea, if this au making you uncomfortable, then leave it.

3873 word, bacanya pelan-pelan aja ya, happy reading


yunani, april 2024

seingat jongseong, tadi ia masih asyik dengan kegiatannya mengendarai speedboat yang ia sewa bersama dengan temannya tadi. seingatnya, ia masih tertawa lepas sambil memandang luasnya lautan yang ia belah dengan speedboat yang ia kendarai. mencoba melawan traumanya sejak kecil terhadap air, dan ini mungkin berhasil.

seingat jongseong, tadi ia masih bisa menantang nyalinya untuk mengendarai speedboat yang ia kendarai menjauhi pembatas yang seharusnya ia patuhi. seingatnya ia masih tertawa lepas ketika menyaksikan wajah sahabatnya yang menegang karena dirinya lalai untuk keselamatan dirinya sendiri.

jongseong tidak peduli dengan sekitar, bahkan tidak menyadari sebuah gulungan ombak tinggi datang dan menerjang dirinya hingga terjatuh dari speedboat dan tenggelam dalam air. seingatnya ia tadi kehabisan nafas dan hampir mati karena kekurangan oksigen.

namun, mengapa ia masih bisa membuka mata dan malah sudah ada di tepi pantai, tertidur pada pasir pantai putih. ketika jongseong membuka mata, ia langsung disambut oleh sinar matahari yang sudah tidak terlihat. gelap, sekelilingnya gelap karena hari sudah malam.

pertanyaannya adalah, siapa yang menolongnya?

siapa yang membawanya kemari?

siapa?

segala macam pertanyaan yang ada di otaknya buyar ketika sosok lain ternyata tengah tengkurap disebelahnya, dengan sebuah ekor berwarna biru terang yang bisa dibilang mirip dengan ekor ikan itu tengah menatapnya.

yang mana membuat kedua bola mata jongseong melebar untuk sesaat.

“lo ini makhluk apa?” selontar pertanyaan mencuat karena kebingungan.

sosok itu hanya diam sambil mengedipkan kedua matanya, lucu. jongseong bangkit untuk duduk dan memperhatikan sosok cantik dihadapannya.

“apa ada pertunjukan atau semacamnya? kenapa lo pake kostum mermaid kaya gitu?”

tak ada lagi jawaban. sosok itu tetap diam sambil menatap kedua netra legam milik jongseong dengan kedua mata bulat yang berhiaskan bintang, bahkan jongseong bisa melihat bayangan dirinya pada kedua netra bulat itu.

“lo ini apa sebenarnya?”

“aku merman.” akhirnya.

jongseong terdiam sejenak sambil kembali meneliti sosok dihadapannya. wajah putih bersih bak porselen, hidung mancung, mata bulat indah, tiga titik hitam kecil yang menghiasi wajah, serta bibir merah alami yang terlihat manis diwajahnya.

jongseong menatap sosok didepannya dengan wajahnya yang datar dan dingin.

“lo jangan ngarang! itu cuman dongeng. merman atau mermaid itu cuman ada di buku dongeng yang diceritain ibu ke anaknya.”

sosok didepannya merengut sebal, seperti menahan marah yang jatuhnya terlihat semakin menggemaskan. sementara jongseong memalingkan wajahnya ke sekitar, malas berurusan dengan makhluk yang ada didepannya.

ekor berwarna biru yang dilengkapi oleh sisik itu terangkat ke udara, bersiap mencipratkan air laut asin pada wajah jongseong yang kini malah semakin terlihat menyebalkan.

ctas.

“lo ini kenapa? lo gila?”

“kamu yang gila! merman dan mermaid itu ada, aku buktinya!”

“hei, jangan mengada-ada. pasti ini hanya cuman kostum yang lo sewa pake uang jajan lo!”

kedua tangan jongseong terulur untuk menyentuh ekor yang dikiranya sebuah kostum. mulanya jongseong terlihat santai, tapi ketika tangannya menyentuh ekor yang bertekstur mirip seperti daging dan bersisik, matanya membulat. namun dengan cepat jongseong merubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

“oke, gue percaya.”

“aku sudah bilang tadi, dan kau tidak percaya. harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah menggusurmu ke pulai ini, jika tidak kau bisa mati!”

“terima kasih.”

“iya.”

“nama gue jongseong, lo?”

“sunghoon.”

jongseong tampak ingin melayangkan sebuah pertanyaan lagi, namun bibirnya ia katupkan kembali ketika sosok bernama sunghoon ini terlihat enggan membuka obrolan lagi dengannya.

“jongseong,” panggilan dengan suara lembut itu, membuat jongseong menoleh dengan cepat.

jongseong menaikan alisnya, “apa?”

“boleh aku ikut denganmu?” sunghoon mengangguk dengan cepat, terlihat di kedua bola matanya ada sebuah harapan.

“maksud lo mau tinggal di rumah gue? didarat?”

“iya.”

“ekor lo gimana?”

sunghoon tersenyum hingga menampilkan deretan gigi putihnya. dengan cepat ia meringsut lebih jauh ke daratan, bersebelahan dengan jongseong yang dari tadi sudah lebih dulu pindah di bawah pepohonan.

sunghoon menggenggam sebuah kalung dengan liontin mutiara putih yang ia pakai, jongseong baru sadar jika sunghoon memakai kalung. saat usapan ke tiga, sebuah cahaya putih langsung menyinari tubuh duyung sunghoon. membuat jongseong memejamkan kedua matanya.

dirasa cahaya itu sudah hilang, jongseong membuka kedua matanya. betapa terkejutnya ia ketika melihat ekor biru milik sunghoon kini berubah menjadi sepasang kaki manusia.

namun yang membuat ia semakin terkejut adalah, tubuh sunghoon yang tidak memakai sehelai benang apapun. dengan cengiran lebar, sunghoon meringsut untuk mendekat ke arah jongseong yang masih melotot.

“bagaimana? aku boleh ikut kan, aku sudah punya kaki!”

“LO GILA? LO GAK PAKAI BAJU, SUNGHOON!” jongseong langsung menutup kedua matanya dengan tangan, wajahnya memerah. ia tidak habis pikir dengan duyung dihadapannya ini.

“aku tidak punya baju.”

“ini, pake kemeja gue aja! itu harusnya cukup buat nutupin badan lo sampai paha.” jongseong menyerahkan kemeja putih over size miliknya pada sunghoon, masih dengan mata yang masih tertutup.

“terimakasih, jongseong.”


jongseong membawa sunghoon ke apartemen miliknya. dengan susah payah ia menyewa beberapa mobil yang ternyata memang disewakan, dengan susah payah juga ia menjaga tubuh sunghoon agar tidak terekspos, karena duyung ini tidak diam ketika menginjak daratan.

“wah, ini rumahmu?” tanya sunghoon sambil melirik kanan kininya, melihat ruangan yang terasa begitu indah baginya.

hm dan lo jangan buat rumah gue sampe berantakan.”

jongseong melirik sunghoon yang sudah duduk manis di atas sofa, dan oh ayolah dia juga laki-laki. ia tidak tahan melihat kaki jenjang sunghoon yang terekspos sampai paha.

“cepet pulang! gue gak mau nampung orang asing kaya lo lama- lama.” lanjutnya. membuat sunghoon mendelik sebal.

“iya, aku sudah berjanji hanya akan tinggal seminggu disini.”

“pake bahasa sehari-hari aja bisa gak sih, baku amat lo.”

namun sunghoon tidak menjawab, ia hanya menatap jongseong dengan kepala yang miring. seperti anak anjing yang menunggu majikan menjelaskan sesuatu padanya.

jongseong mendecak. antara gemas dan juga lelah.

“gue mau tidur, terserah lo mau ngapain. dan kalo lo mau nyari informasi tentang cara hidup manusia, cari benda pipih yang ada di atas meja sana,” jongseong menunjuk sebuah meja berwarna abu-abu gelap yang diatasnya ada sebuah tablet miliknya.

“benda gepeng itu, lo bisa pake buat nyari informasi buat adaptasi.”

dirasa tidak ada pertanyaan yang keluar dari bibir sunghoon membuat berjalan untuk membawa dirinya masuk ke kamar tidur, ia ingin merebahkan badannya. masa bodoh jika temannya mencari dirinya di laut, ia lelah.

tapi saat dirinya hendak memejamkan mata. sebuah tangan yang dingin menekan-nekan tangannya pelan. ketika jongseong membuka mata, ternyata itu adalah sunghoon yang dimana kini tengah memeluk tabletnya dengan wajah polos yang terlihat kebingungan.

“jongseong, ini gimana makenya? sunghoon gak tau.”

lucu. sangat lucu.

“sini, gue ajarin. tapi setelah ini biarin gue tidur, oke?”

sunghoon dengan cepat mengangguk, lalu mendekat ke arah jongseong yang kini sudah duduk di atas kasur dan melambaikan tangan, menyuruhnya untuk mendekat.

“jangan disitu duduknya, didepan gue aja. sini!”

maka sunghoon hanya menurut, mendudukan dirinya di depan jongseong yang kakinya kini berada pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. jika orang lain melihat sekilas, jongseong seperti sedang memeluk sunghoon dari belakang dengan tangannya yang memegang tablet.

“jadi ini tuh namanya tablet, benda ini kaya bisa ngasih lo semua informasi yang pingin lo tau. contohnya nyari data ibu lo,”

“oh kaya lumba-lumba ya?” sela sunghoon cepat, membuat kedua alis jongseong terangkat.

“lumba-lumba?” satu alis jongseong terangkat.

“iya, soalnya kalo sunghoon pengen tau soal darat. lumba-lumba bakalan kasih tau ada apa aja disana.”

“lo temenan sama lumba-lumba?”

“iya.”

jongseong tampak tersenyum tipis ketika sunghoon mengangguk lucu. wajah polosnya menambah kesan lucu pada dirinya, jongseong sampai lupa ia akan menjelaskan kegunaan tablet jika saja sunghoon tidak menyadarkan dirinya dari lamunan.

“jongseong, jadi ini apa?”

“oh iya jadi ini....” maka jongseong putuskan untuk malam ini ia akan mengajari sunghoon segala hal yang ada didaratan, yang pastinya hal yang tidak sunghoon ketahui.

tampak dari kedua wajahnya yang sumringah dan matanya yang berbinar ketika jongseong mengenalkan dan menjelaskan segala hal baru untuknya. sunghoon terus bertanya ini dan itu disetiap kesempatan.

contohnya ketika ia melihat sebuah televisi berukuran besar di ruang keluarga milik apartemen jongseong.

“jongseong itu apa?”

“yang mana?” tanya jongseong dengan sabar karena jujur saja ia sudah sangat mengantuk, apalagi ditambah badannya yang terasa remuk.

“itu yang kaya tablet, tapi lebih besar. namanya apa itu?”

“namanya televisi, lo bisa nonton disitu. mau?”

dengan semangat sunghoon kembali mengangguk, dan berjalan mendekat ke arah sofa yang ada diruangan itu juga. jongseong terkekeh entah keberapa kalinya.

tangannya bergerak menyalakan televisi yang tadinya berlayar hitam dan kini sudah menyala dan menampilkan sebuah kartun, dengan tokohnya yang berwarna kuning dan juga ada tokoh lainnya berbentuk bintang laut berwarna pink.

“ini jongseong udah ini! sunghoon mau liat ini.” ucap sunghoon cepat sambil menggoyang-goyangkan tangan jongseong yang memegang remote tv.

jongseong memperbesar volume televisi agar sunghoon bisa mendengar lebih jelas, lalu dirinya berjalan untuk duduk bersama dengan sunghoon di sofa. ia melihat sunghoon yang sudah anteng dengan televisinya.

ia tersenyum manis. tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala sunghoon lembut, ia membawa kepalanya untuk bersandar pada sandaran sofa. berniat untuk tidur disini saja, berjaga-jaga jika sunghoon membutuhkan sesuatu.

maka begitulah malam jongseong hari ini. ditemani dengan orang asing yang entah kenapa membuat dirinya merasa nyaman dan tidak kesepian lagi seperti biasa.

“nanti langsung tidur, sunghoon-ie.”

“iya jongseong.”


niatnya yang hanya menginap seminggu lamanya untuk mengetahui bagaimana rasanya hidup di daratan membuat lupa dan malah menginap sebulan.

saat teringat ucapan jongseong agar tidak terlalu lama mengungsi di rumahnya sunghoon segera membereskan barang apa saja yang bisa ia bawa ke laut. ia akan pulang besok.

hari ini adalah hari terakhirnya di daratan, selama satu bulan pula hubungannya dengan jongseong berjalan lancar dan semakin membuat mereka semakin dekat satu sama lain.

saat ia hendak mengemas sebuah kalung yang diberikan jongseong padanya, ada tangan yang menahan pergerakan tangannya.

saat menoleh, sunghoon melihat jongseong yang menatapnya sendu.

“gak mau tinggal disini aja? sama aku?”

sunghoon menggeleng “kan kata kamu suruh pulang cepet-cepet, padahal aku niatnya cuman seminggu aja. tapi malah sebulan jadinya, maaf ya.” cicit sunghoon pelan.

bahasa yang ia gunakan sudah berubah, aku—kamu menjadi sebuah panggilan untuk satu sama lain. satu bulan bukan waktu yang lama bagi jongseong untuk jatuh pada sosok seorang sunghoon, ia jatuh sedalam-dalamnya ketika melihat aura sunghoon yang memikatnya.

“tuh kan! diulang lagi, padahal aku waktu itu kan belum kenal kamu terlalu lama, sayang. jadi aku asal ceplos aja waktu itu!” rengek jongseong, manja seperti bayi. bayi besar lebih tepatnya.

sunghoon terkekeh geli ketika melihat sifat jongseong yang tadinya ketus manjadi berubah seratus delapan puluh derajat.

“boleh aku tinggal sama kamu?”

jongseong mengangguk semangat “boleh, boleh banget!”

“kalo lama gapapa tapi?”

“seumur hidup juga bakalan aku tampung kamu disini, sayang.”

maka sunghoon hanya menanggapi dengan terkekeh dan mengelus rahang tegas jongseong dengan tangan kanannya. mengelus sayang lelaki yang membuatnya merasakan hal-hal yang bahagia, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.


berbulan-bulan sudah sunghoon jalani sebagai kekasih dari seorang park jongseong— pewaris tunggal dari J Crop.

perusahaan besar yang masuk pada salah satu list perusahaan sukses dalam dunia bisnis. sejujurnya jongseong enggan untuk memimpin sebuah perusahaan diumurnya yang masih terbilang cukup muda.

dua puluh tahun, di umurnya yang masih segini jongseong sudah dibebankan oleh sebuah tanggung jawab yang berat. kepergian sang ayah membuatnya terpaksa untuk mau tak mau mengambil alih jabatan seorang CEO, dan bergelut dengan berbagai macam berkas yang membuatnya pusing.

ia juga harus beradu mulut dengan om-nya yang ternyata mengincar harta milik sang papah, itu menjadi alasan utama jongseong akhirnya setuju untuk mengambil alih perusahaan ayahnya.

awalnya jongseong merasa sedikit kewalahan akan segala hal baru yang harus ia kerjakan. namun, seiring berjalannya waktu ia bisa beradaptasi.

jongseong benci ketika dirinya harus sendirian, setiap malam ia harus menelan kenyataan pahit karena hidupnya selalu dalam keadaan sepi. ia butuh teman untuk berbagi keluh kesah, ya walaupun ia memiliki teman bernama heeseung, tapi tetap saja ia butuh teman yang lebih dari seorang teman.

dan dengan datangnya sunghoon dalam hidupnya membuat jongseong merasa tidak sendirian dan kesepian lagi.

jongseong menatap wajah damai sunghoon yang masih terlelap disampingnya. wajah cantik yang selalu saja menjadi yang pertama ia lihat ketika bangun tidur.

tangannya yang bebas terangkat untuk merapikan rambut poni sunghoon yang turun dan mungkin saja bisa nencolok ke matanya, jongseong tersenyum ketika melihat pergerakan sunghoon yang sepertinya akan bangun.

kedua mata bulat itu terbuka pelan, dan yang pertama sunghoon lihat adalah wajah tampan jongseong yang tersenyum kepadanya.

hawow” ucap sunghoon sambil menahan untuk menguap.

sunghoon terkekeh geli, “buka dulu matanya sayang. baru sapa akunya!” jelas jongseong sambil mengelus pipi gembil milik kekasihnya itu.

good morning, jongseong.”

morning sayang.”

jongseong mengecup bibir sunghoon dengan singkat, dan sunghoon membalasnya dengan mengecup bibir jongseong singkat juga. sebuah ritual ketika pagi hari menjelang.

“kamu mau berangkat sekarang?” tanya sunghoon sambil bersiap untuk bangun dari acara gelendotannya pada tangan jongseong.

“iya sayang. aku harus meeting lagi sama client, gapapa kan aku tinggal lagi?” tanya jongseong dengan wajah menyesalnya.

it's okay, aku gapapa kok sendirian lagi.”

“maaf sayang, janji deh besok-besoknya aku bakalan sama kamu terus. kita jalan-jalan ya?” tanya jongseong sambil mengusap kepala sunghoon sayang, dan dibalas anggukan lucu oleh sunghoon.

“yaudah ayo kita sarapan, aku mau bikinin kamu menu baru.”

“wih udah pinter masak ya sekarang pacarnya jongseong?”

“iya dong!” balas sunghoon bangga.

jongseong hanya terkekeh dan berjalan mendekat ke arah sunghoon yang sudah siap keluar dari kamar. jongseong tanpa aba-aba mengangkat sunghoon dan menggendongnya, membuat sunghoon memekik terkejut.

“ih jongseong mah, kebiasaan!”

jongseong hanya terkekeh dan mencium pipi kanan sunghoon dengan cepat. menimbulkan adanya semburan kemerahan pada pipi sang kekasih.

“aw, you're blushing like a rose” ledek jongseong.

“DIEM!”


setelah selesai dengan acara sarapan pagi mereka, kini sunghoon tengah mengantar jongseong menuju parkiran apartemen mereka.

ia mengecup pipi kiri jongseong sebelum kekasihnya itu pergi untuk bekerja kembali, seperti hari-hari sebelumnya.

“kamu beneran gapapa aku tinggal sendiri, sayang?”

jongseong tambah terlihat enggan untuk meninggalkan sunghoon sendiri. entah kenapa hatinya tidak tenang untuk meninggalkan sang pujaan hati sendirian.

“gapapa ih, aku udah gede!”

“bukan masalah itu sayang, aku cuman khawatir.”

“aku tahu jongseong, gapapa aku ditinggal sendirian.”

maka dengan berat hati jongseong mengangguk dan mencium kening sunghoon lumayan lama dan berlanjut mencium kedua pipi gembil milik kekasihnya dan berakhir dengan sebuah ciuman singkat.

“aku pergi ya?”

“nanti pintunya kunci!”

“iya.”

“jangan bukain pintu buat siapapun kalo aku belum pulang!”

“iya.” balas sunghoon lagi dengan sabar.

“pokoknya jangan—”

“iya sayang iya aku ngerti astaga, kamu mah ini nanti telat sayang!”

i can stay, if you want.

no, udah ih aku gapapa jongseong!”

“yaudah. aku berangkat ya?”

jongseong hanya terkekeh ketika melihat sunghoon yang mengehela nafas karena dirinya yang gak kunjung berangkat, iamencuri satu kecupan lagi pada pipi sunghoon lalu berlari menjauh, jaga-jaga kalau sunghoon mengamuk.

“dasar, mesum.” desis sunghoon sebal.


sunghoon saat ini sedang mencuci piring kotor bekas mereka sarapan tadi, sambil menyetel sebuah lagu dari smartphone yang dibelikan jongseong dua bulan lalu untuk dirinya.

namun, ketika ia tengah asyik dengan kegiatannya. ia mendengar suara bel yang ditekan, awalnya sunghoon hanya mengabaikan karena teringat ucapan jongseong pagi tadi sebelum kekasihnya itu berangkat bekerja.

namun, suara bel itu semakin menjadi seiring dengan ia yang semakin menulikan pendengarannya. maka dengan sedikit kesal dibuatnya, sunghoon berjalan ke arah pintu dan hendak membukanya.

“siapa sih ngeselin amat! iya sabar.” teriaknya kesal.

saat sunghoon selesai membuka pintu, ia tidak melihat siapapun disana. ketika hendak menutupnya, sebuah tangan yang berbalut sarung tangan hitam kini membekap mulut dan hidungnya dengan sebuah kain yang sunghoon yakin dicampur dengan alkohol, karena setelahnya ia tidak sadarkan diri.

jauh disana, jongseong tidak bisa fokus dengan kegiatannya. ia terus merasakan bahwa ada yang tidak beres, maka dengan berat hati ia harus meninggalkan client yang untungnya mengizinkan ia untuk pergi.

“astaga sunghoon, kenapa gak bisa dihubungin sih?”

jongseong memacu kecepatan mobilnya dalam kecepatan tinggi, entah kenapa ia yakin sesuatu sedang mengincar sunghoon. ia takut seseorang mengetahui identitas asli sunghoon dan malah menyakitinya.

anjing!” jongseong mendecak kesal ketika mendapati bahwa suara operator yang kembali menjawab panggilannya.

maka dengan tidak sabaran, jongseong menancap gas mobilnya kembali. membawa dirinya membelah jalanan kota yunani di siang hari begini.

di apartemen jongseong, sunghoon membuka matanya dan langsung merasakan kepalanya berputar dan berdenyut nyeri. ketika ia mengedarkan pandangan, ia bisa melihat seorang pria berumur tiga puluhan tengah menatapnya sambil tersenyum.

“akhirnya si duyung cantik bangun juga.”

“siapa kau?” tanya sunghoon waspada.

lelaki itu berjalan mendekat dan tertawa, sunghoon yang hendak berdiri baru tersadar jika kalung yang ia pakai untuk menjadi manusia kini tidak ada. kakinya sudah berubah menjadi ekor kembali, sunghoon mulai ketakutan.

identitas yang dengan sangat amat ia sembunyikan kini terbongkar juga.

“kau ingin apa?”

“aku ingin kau mati.” sunghoon melotot sejadi-jadinya, ia berusaha untuk menjauh dari lelaki yang ada dihadapannya ini.

ketika lelaki itu tertawa dan kini sudah tidak fokus padanya lagi, sunghoon mengambil pisau yang ada di keranjang buah yang ada disampingnya. ketika ia akan menyerang lelaki itu dengan pisau, lelaki itu sudah mencengkram tangannya kuat.

“jangan coba-coba mau melawanku duyung sialan!”

“LEPASKAN AKU BRENGSEK!” teriak sunghoon keras yang membuat lelaki itu naik pitam dan melayangkan tamparan keras untuk sunghoon.

plak.

“diam jika tidak ingin aku habisi!”

namun yang namanya seorang park sunghoon adalah duyung yang keras kepala. ia terus saja mencoba melawan lelaki itu dan malah menghasilkan luka pada ekornya karena pisau yang diayunkan padanya.

aww,,,,hiks” sunghoon menitikan air matanya yang kini berubah menjadi sebuah mutiara putih yang indah.

om jongseong yang melihat itu pun menyeringai dan terkekeh pelan. ia menangkup wajah sunghoon untuk ia arahkan padanya.

“jika tidak ingin mati, maka turuti perintahku. menangislah yang banyak agar menjadi mutiara dan membuatku kaya!” titahnya.

sunghoon menggeleng kuat, “aku tidak sudi!” bantahnya yang membuat lelaki itu menyayat ekornya lagi.

sunghoon berteriak keras karena sayatan yang kali ini lebih dalam dan membuat ekornya mengeluarkan darah yang sangat banyak.

“baiklah jika itu maumu! siksa dia!” perintahnya pada seseorang.

tak lama sekitar sepuluh orang laki-laki berpakaian hitam yang persis membekap sunghoon tadi kini sudah berkumpul mengerumuni sunghoon yang meringkuk dilantai.

sunghoon yang mengenal pria itu adalah pamannya jongseong, kini mulai berteriak tak terima.

“benar kata jongseong, kau memang seekor iblis!”

yang mana perkataan itu membuat seorang park jonjae naik pitam. ia berjalan dengan cepat ke arah sunghoon dan melayangkan sebuah tamparan di pipi sunghoon sebanyak lima kali.

aaaaah, sakit, ampun. hiks jangan sakiti aku!” sunghoon bersumpah ini lebih menyakitkan dari pada dihukum oleh ayahnya ketika ia melanggar perjanjian laut.

“bedebah sialan, duyung sialan! seharusnya kau menurut saja padaku dan tidak udah melawan!”

plak.

park junjae meraih pisau yang sudah tergelak dilantai, tepat di depan sunghoon. ia mengangkatnya dan mengarahkan pisau itu tepat pada ekor sunghoon bagian paling bawah, seolah tau apa yang akan dilakukan oleh paman jongseong, sunghoon ketakutan.

“aku mohon, ampuni aku. jangan potong ekorku!”

namun naas, junjae tidak mendengarkan permohonan sunghoon. dengan teganya ia memotong ekor sunghoon hingga terbagi menjadi dua, suara teriakan sunghoon menggema diseluruh menjuru apartemen. darah segar langsung mengucur ketika ekor itu berhasil terbagi menjadi dua.

dan saat yang sama pula pintu apartemen milik jongseong terbuka dengan kencang dan membuat suara bantingan yang membuat junjae tersenyum karena menyadari keberadaan keponakannya.

“JUNJAE SIALAN! JANGAN KAU BERANI MENYENTUH SUNGHOON!” teriak jongseong, ia hendak menghajar pamannya itu.

namun, dua orang berpakaian hitam menghentikannya. tubuhnya seolah dikunci dan dibawa pada salah satu tihang yang ada di apartemen jongseong. mereka mengikatnya disana.

“selamat siang keponakanku sayang, oh lihat apa yang sudah aku perbuat pada duyung mu yang cantik ini.” ucapnya sambil mengelus ekor sunghoon yang sudah terpotong.

“sebuah mahakarya yang indah bukan?”

“JANGAN KAU SENTUH DIA LAGI BAJINGAN!”

jongseong menangis melihat sunghoon yang sudah terkulai lemas dengan wajah yang semakin memucat. namun seolah belum sampai situ saja, jongseong melihat pamannya mengayunkan pisau itu ke arah perut sunghoon.

dan ya, sunghoon terluka kembali dan mengeluarkan darah segar di bagian perut juga mulutnya.

“SUNGHOON,,,,sayaaangg!” jongseong terisak.

hancur dan marah. jongseong berusaha melepaskan dirinya dari tali yang mengikatnya, ia melihat pamannya itu tengah menjilati darah sunghoon yang mengalir dari pisau. sudah kepalang emosi, jongseong akhirnya bisa lepas dari ikatan yang membelenggunya.

junjae yang tidak tahu jika keponakannya itu berhasil lolos kini sudah terjerembab di lantai. tubuhnya mendapat pukulan bertubi-tubi dari jongseong yang kini sudah kesetanan, ia membabi buta junjae seolah ia adalah anjing pengganggu.

“BAJINGAN, SIALAN KAU JUNJAE!”

junjae mengisyaratkan para pesuruhnya untuk mengangkat sunghoon dan melemparnya pada kolam renang.

byur

junjae tau kelemahan jongseong, yaitu air dalam yang tenang. jongseong trauma dengan hal itu.

junjae tertawa, “kenapa kau hanya diam saja jongseong? tolong dia! kenapa? kau tidak bisa?”

tangan jongseong terkepal kuat ketika melihat sunghoon yang pucat kini tenggelam dengan air kolam yang perlahan menjadi merah. ia takut, namun ia juga lebih takut jika sunghoon meninggalkan dirinya.

maka dengan sisa tenaga dan keyakinannya, jongseong berlari mendekat ke arah kolam dan melompat ke dalamnya untuk menyelamatkan sunghoon. jongseong melawan traumanya untuk bisa menyelamatkan sang pujaan hati.

jongseong terus berenang ketika ia melihat tubuh sunghoon semakin tenggelam, ia mencoba menggapai tangan sunghoon. sementara sunghoon yang matanya masih terbuka, kini tersenyum manis ketika melihat jongseong akhirnya berani melawan traumanya.

jongseong bersusah payah untuk tidak panik dan terus menggerakan kakinya untuk mempercepat dirinya sampai pada sunghoon, dan hap— ia berhasil mencapai tangan sunghoon dan menariknya.

jongseong membawa tubuh mereka berdua untuk sampai ke atas permukaan. maka dengan cepat jongseong mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke tempat kering.

bertepatan dengan itu, ia bisa melihat heeseung yang datang dengan pasukannya. heeseung menembak junjae tepat di dada dan seluruh pasukannya juga. heeseung berlari ketika ia menyadari jongseong yang kesusahan untuk mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke atas.

“sini, gue bantu!” tawar heeseung.

maka dengan anggukan cepat jongseong berikan, ia memberikan tubuh sunghoon yang penuh luka pada heeseung untuk di angkat ke atas, barulah dirinya yang naik ke permukaan.

jongseong terduduk didepan sunghoon yang ditidurkan, ia bawa kepala sunghoon untuk tidur dipahanya. ia genggam tangan dingin sunghoon untuk ia cium, dan ia berikan gosokan untuk menyalurkan kehangantan.

sunghoon membuka matanya yang langsung melihat jongseong yang sedang menangis, sunghoon tersenyum kecil dan berusaha mengangkat tangannya untuk mengusap pipi jongseong sayang.

“hei,” sapanya.

“aku gapapa jongseong, jangan nangis!” bukannya berhenti, jongseong malah semakin terisak.

“sakit banget ya sayang?” jongseong mengelus sayang pipi sunghoon yang biasanya merah merona alami, kini berubah menjadi pucat pasi.

sunghoon menggeleng. “can you keep holding my hand, please?

jongseong mengangguk, “sure.”

“k-kamu m-mau janji sama aku? satu hal aja, gak usah banyak-banyak.” dan disanggupi jongseong.

“kamu bahagia gak?”

jeda lama untuk jongseong bisa menjawab, “iya, aku bahagia.”

sunghoon tersenyum, “janji ya sama aku. kamu harus bahagia terus?”

“iya.”

“*stay with me. don't close your eyes.” jongseong mencoba menyadarkan sunghoon yang hendak menutup mata.

i'm so tired, jongseong...

jongseong menggeleng, ia tidak berhenti mengeluarkan air mata.

sunghoon tersenyum, “a-aku, sayang kamu jongseong.” sunghoon menitikan air matanya, air mata bahagia yang berubah menjadi mutiara berwarna merah muda.

jongseong mati-matian menahan isakannya agar tidak terdengar. namun ketika ia bersiap menjawab pertanyaan sunghoon, ia dibuat jantungan ketika sunghoon memejamkan matanya lagi.

“SUNGHOON! SAYANG...”

”.....JANGAN TINGGALIN AKU, HIKS.”

maka dilangit malam yang dipenuhi oleh bintang dan bulan yang bersinar terang, sunghoon menghembuskan nafas terakhirnya. ia meninggalkan jongseong dengan segala rasa sakit yang dideritanya.

ia meninggalkan jongseong sendirian.

heeseung yang melihat kejadian itu hanya diam dan menahan tangisnya. ia tidak tega melihat sahabatnya, bagaimanapun jongseong berhak bahagia.

jongseong yang terlihat kuat dan tegar kini malah terlihat semakin rapuh ketika raganya hilang.

jongseong kehilangan setengah jiwa, dan raganya.

“aku juga sayang kamu, sunghoon.”

jauh sebelum ia memejamkan matanya, sunghoon sempat berbisik dan memohon. ia ingin dipertemukan jongseong lagi dikehidupan yang akan datang, semoga permohonan nya didengar.


16042022. ©vivi.

bxb — jayhoon, hurt, mcd, fantasy, tw // slight mention of blood, inspired by legend of the blue sea, if this au making you uncomfortable, then leave it.

3873 word, bacanya pelan-pelan aja ya, happy reading


yunani, april 2024

seingat jongseong, tadi ia masih asyik dengan kegiatannya mengendarai speedboat yang ia sewa bersama dengan temannya tadi. seingatnya, ia masih tertawa lepas sambil memandang luasnya lautan yang ia belah dengan speedboat yang ia kendarai. mencoba melawan traumanya sejak kecil terhadap air, dan ini mungkin berhasil.

seingat jongseong, tadi ia masih bisa menantang nyalinya untuk mengendarai speedboat yang ia kendarai menjauhi pembatas yang seharusnya ia patuhi. seingatnya ia masih tertawa lepas ketika menyaksikan wajah sahabatnya yang menegang karena dirinya lalai untuk keselamatan dirinya sendiri.

jongseong tidak peduli dengan sekitar, bahkan tidak menyadari sebuah gulungan ombak tinggi datang dan menerjang dirinya hingga terjatuh dari speedboat dan tenggelam dalam air. seingatnya ia tadi kehabisan nafas dan hampir mati karena kekurangan oksigen.

namun, mengapa ia masih bisa membuka mata dan malah sudah ada di tepi pantai, tertidur pada pasir pantai putih. ketika jongseong membuka mata, ia langsung disambut oleh sinar matahari yang sudah tidak terlihat. gelap, sekelilingnya gelap karena hari sudah malam.

pertanyaannya adalah, siapa yang menolongnya?

siapa yang membawanya kemari?

siapa?

segala macam pertanyaan yang ada di otaknya buyar ketika sosok lain ternyata tengah tengkurap disebelahnya, dengan sebuah ekor berwarna biru terang yang bisa dibilang mirip dengan ekor ikan itu tengah menatapnya.

yang mana membuat kedua bola mata jongseong melebar untuk sesaat.

“lo ini makhluk apa?” selontar pertanyaan mencuat karena kebingungan.

sosok itu hanya diam sambil mengedipkan kedua matanya, lucu. jongseong bangkit untuk duduk dan memperhatikan sosok cantik dihadapannya.

“apa ada pertunjukan atau semacamnya? kenapa lo pake kostum mermaid kaya gitu?”

tak ada lagi jawaban. sosok itu tetap diam sambil menatap kedua netra legam milik jongseong dengan kedua mata bulat yang berhiaskan bintang, bahkan jongseong bisa melihat bayangan dirinya pada kedua netra bulat itu.

“lo ini apa sebenarnya?”

“aku merman.” akhirnya.

jongseong terdiam sejenak sambil kembali meneliti sosok dihadapannya. wajah putih bersih bak porselen, hidung mancung, mata bulat indah, tiga titik hitam kecil yang menghiasi wajah, serta bibir merah alami yang terlihat manis diwajahnya.

jongseong menatap sosok didepannya dengan wajahnya yang datar dan dingin.

“lo jangan ngarang! itu cuman dongeng. merman atau mermaid itu cuman ada di buku dongeng yang diceritain ibu ke anaknya.”

sosok didepannya merengut sebal, seperti menahan marah yang jatuhnya terlihat semakin menggemaskan. sementara jongseong memalingkan wajahnya ke sekitar, malas berurusan dengan makhluk yang ada didepannya.

ekor berwarna biru yang dilengkapi oleh sisik itu terangkat ke udara, bersiap mencipratkan air laut asin pada wajah jongseong yang kini malah semakin terlihat menyebalkan.

ctas

“lo ini kenapa? lo gila?”

“kamu yang gila! merman dan mermaid itu ada, aku buktinya!”

“hei, jangan mengada-ada. pasti ini hanya cuman kostum yang lo sewa pake uang jajan lo!”

kedua tangan jongseong terulur untuk menyentuh ekor yang dikiranya sebuah kostum. mulanya jongseong terlihat santai, tapi ketika tangannya menyentuh ekor yang bertekstur mirip seperti daging dan bersisik, matanya membulat. namun dengan cepat jongseong merubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

“oke, gue percaya.”

“aku sudah bilang tadi, dan kau tidak percaya. harusnya kau berterimakasih padaku karena sudah menggusurmu ke pulai ini, jika tidak kau bisa mati!”

“terima kasih.”

“iya.”

“nama gue jongseong, lo?”

“sunghoon.”

jongseong tampak ingin melayangkan sebuah pertanyaan lagi, namun bibirnya ia katupkan kembali ketika sosok bernama sunghoon ini terlihat enggan membuka obrolan lagi dengannya.

“jongseong,” panggilan dengan suara lembut itu, membuat jongseong menoleh dengan cepat.

jongseong menaikan alisnya, “apa?”

“boleh aku ikut denganmu?” sunghoon mengangguk dengan cepat, terlihat di kedua bola matanya ada sebuah harapan.

“maksud lo mau tinggal di rumah gue? didarat?”

“iya.”

“ekor lo gimana?”

sunghoon tersenyum hingga menampilkan deretan gigi putihnya. dengan cepat ia meringsut lebih jauh ke daratan, bersebelahan dengan jongseong yang dari tadi sudah lebih dulu pindah di bawah pepohonan.

sunghoon menggenggam sebuah kalung dengan liontin mutiara putih yang ia pakai, jongseong baru sadar jika sunghoon memakai kalung. saat usapan ke tiga, sebuah cahaya putih langsung menyinari tubuh duyung sunghoon. membuat jongseong memejamkan kedua matanya.

dirasa cahaya itu sudah hilang, jongseong membuka kedua matanya. betapa terkejutnya ia ketika melihat ekor biru milik sunghoon kini berubah menjadi sepasang kaki manusia.

namun yang membuat ia semakin terkejut adalah, tubuh sunghoon yang tidak memakai sehelai benang apapun. dengan cengiran lebar, sunghoon meringsut untuk mendekat ke arah jongseong yang masih melotot.

“bagaimana? aku boleh ikut kan, aku sudah punya kaki!”

“LO GILA? LO GAK PAKAI BAJU, SUNGHOON!” jongseong langsung menutup kedua matanya dengan tangan, wajahnya memerah. ia tidak habis pikir dengan duyung dihadapannya ini.

“aku tidak punya baju.”

“ini, pake kemeja gue aja! itu harusnya cukup buat nutupin badan lo sampai paha.” jongseong menyerahkan kemeja putih over size miliknya pada sunghoon, masih dengan mata yang masih tertutup.

“terimakasih, jongseong.”


jongseong membawa sunghoon ke apartemen miliknya. dengan susah payah ia menyewa beberapa mobil yang ternyata memang disewakan, dengan susah payah juga ia menjaga tubuh sunghoon agar tidak terekspos, karena duyung ini tidak diam ketika menginjak daratan.

“wah, ini rumahmu?” tanya sunghoon sambil melirik kanan kininya, melihat ruangan yang terasa begitu indah baginya.

hm dan lo jangan buat rumah gue sampe berantakan.”

jongseong melirik sunghoon yang sudah duduk manis di atas sofa, dan oh ayolah dia juga laki-laki. ia tidak tahan melihat kaki jenjang sunghoon yang terekspos sampai paha.

“cepet pulang! gue gak mau nampung orang asing kaya lo lama- lama.” lanjutnya. membuat sunghoon mendelik sebal.

“iya, aku sudah berjanji hanya akan tinggal seminggu disini.”

“pake bahasa sehari-hari aja bisa gak sih, baku amat lo.”

namun sunghoon tidak menjawab, ia hanya menatap jongseong dengan kepala yang miring. seperti anak anjing yang menunggu majikan menjelaskan sesuatu padanya.

jongseong mendecak. antara gemas dan juga lelah.

“gue mau tidur, terserah lo mau ngapain. dan kalo lo mau nyari informasi tentang cara hidup manusia, cari benda pipih yang ada di atas meja sana,” jongseong menunjuk sebuah meja berwarna abu-abu gelap yang diatasnya ada sebuah tablet miliknya.

“benda gepeng itu, lo bisa pake buat nyari informasi buat adaptasi.”

dirasa tidak ada pertanyaan yang keluar dari bibir sunghoon membuat berjalan untuk membawa dirinya masuk ke kamar tidur, ia ingin merebahkan badannya. masa bodoh jika temannya mencari dirinya di laut, ia lelah.

tapi saat dirinya hendak memejamkan mata. sebuah tangan yang dingin menekan-nekan tangannya pelan. ketika jongseong membuka mata, ternyata itu adalah sunghoon yang dimana kini tengah memeluk tabletnya dengan wajah polos yang terlihat kebingungan.

“jongseong, ini gimana makenya? sunghoon gak tau.”

lucu. sangat lucu.

“sini, gue ajarin. tapi setelah ini biarin gue tidur, oke?”

sunghoon dengan cepat mengangguk, lalu mendekat ke arah jongseong yang kini sudah duduk di atas kasur dan melambaikan tangan, menyuruhnya untuk mendekat.

“jangan disitu duduknya, didepan gue aja. sini!”

maka sunghoon hanya menurut, mendudukan dirinya di depan jongseong yang kakinya kini berada pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. jika orang lain melihat sekilas, jongseong seperti sedang memeluk sunghoon dari belakang dengan tangannya yang memegang tablet.

“jadi ini tuh namanya tablet, benda ini kaya bisa ngasih lo semua informasi yang pingin lo tau. contohnya nyari data ibu lo,”

“oh kaya lumba-lumba ya?” sela sunghoon cepat, membuat kedua alis jongseong terangkat.

“lumba-lumba?” satu alis jongseong terangkat.

“iya, soalnya kalo sunghoon pengen tau soal darat. lumba-lumba bakalan kasih tau ada apa aja disana.”

“lo temenan sama lumba-lumba?”

“iya.”

jongseong tampak tersenyum tipis ketika sunghoon mengangguk lucu. wajah polosnya menambah kesan lucu pada dirinya, jongseong sampai lupa ia akan menjelaskan kegunaan tablet jika saja sunghoon tidak menyadarkan dirinya dari lamunan.

“jongseong, jadi ini apa?”

“oh iya jadi ini....” maka jongseong putuskan untuk malam ini ia akan mengajari sunghoon segala hal yang ada didaratan, yang pastinya hal yang tidak sunghoon ketahui.

tampak dari kedua wajahnya yang sumringah dan matanya yang berbinar ketika jongseong mengenalkan dan menjelaskan segala hal baru untuknya. sunghoon terus bertanya ini dan itu disetiap kesempatan.

contohnya ketika ia melihat sebuah televisi berukuran besar di ruang keluarga milik apartemen jongseong.

“jongseong itu apa?”

“yang mana?” tanya jongseong dengan sabar karena jujur saja ia sudah sangat mengantuk, apalagi ditambah badannya yang terasa remuk.

“itu yang kaya tablet, tapi lebih besar. namanya apa itu?”

“namanya televisi, lo bisa nonton disitu. mau?”

dengan semangat sunghoon kembali mengangguk, dan berjalan mendekat ke arah sofa yang ada diruangan itu juga. jongseong terkekeh entah keberapa kalinya.

tangannya bergerak menyalakan televisi yang tadinya berlayar hitam dan kini sudah menyala dan menampilkan sebuah kartun, dengan tokohnya yang berwarna kuning dan juga ada tokoh lainnya berbentuk bintang laut berwarna pink.

“ini jongseong udah ini! sunghoon mau liat ini.” ucap sunghoon cepat sambil menggoyang-goyangkan tangan jongseong yang memegang remote tv.

jongseong memperbesar volume televisi agar sunghoon bisa mendengar lebih jelas, lalu dirinya berjalan untuk duduk bersama dengan sunghoon di sofa. ia melihat sunghoon yang sudah anteng dengan televisinya.

ia tersenyum manis. tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala sunghoon lembut, ia membawa kepalanya untuk bersandar pada sandaran sofa. berniat untuk tidur disini saja, berjaga-jaga jika sunghoon membutuhkan sesuatu.

maka begitulah malam jongseong hari ini. ditemani dengan orang asing yang entah kenapa membuat dirinya merasa nyaman dan tidak kesepian lagi seperti biasa.

“nanti langsung tidur, sunghoon-ie.”

“iya jongseong.”


niatnya yang hanya menginap seminggu lamanya untuk mengetahui bagaimana rasanya hidup di daratan membuat lupa dan malah menginap sebulan.

saat teringat ucapan jongseong agar tidak terlalu lama mengungsi di rumahnya sunghoon segera membereskan barang apa saja yang bisa ia bawa ke laut. ia akan pulang besok.

hari ini adalah hari terakhirnya di daratan, selama satu bulan pula hubungannya dengan jongseong berjalan lancar dan semakin membuat mereka semakin dekat satu sama lain.

saat ia hendak mengemas sebuah kalung yang diberikan jongseong padanya, ada tangan yang menahan pergerakan tangannya.

saat menoleh, sunghoon melihat jongseong yang menatapnya sendu.

“gak mau tinggal disini aja? sama aku?”

sunghoon menggeleng “kan kata kamu suruh pulang cepet-cepet, padahal aku niatnya cuman seminggu aja. tapi malah sebulan jadinya, maaf ya.” cicit sunghoon pelan.

bahasa yang ia gunakan sudah berubah, aku—kamu menjadi sebuah panggilan untuk satu sama lain. satu bulan bukan waktu yang lama bagi jongseong untuk jatuh pada sosok seorang sunghoon, ia jatuh sedalam-dalamnya ketika melihat aura sunghoon yang memikatnya.

“tuh kan! diulang lagi, padahal aku waktu itu kan belum kenal kamu terlalu lama, sayang. jadi aku asal ceplos aja waktu itu!” rengek jongseong, manja seperti bayi. bayi besar lebih tepatnya.

sunghoon terkekeh geli ketika melihat sifat jongseong yang tadinya ketus manjadi berubah seratus delapan puluh derajat.

“boleh aku tinggal sama kamu?”

jongseong mengangguk semangat “boleh, boleh banget!”

“kalo lama gapapa tapi?”

“seumur hidup juga bakalan aku tampung kamu disini, sayang.”

maka sunghoon hanya menanggapi dengan terkekeh dan mengelus rahang tegas jongseong dengan tangan kanannya. mengelus sayang lelaki yang membuatnya merasakan hal-hal yang bahagia, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.


berbulan-bulan sudah sunghoon jalani sebagai kekasih dari seorang park jongseong— pewaris tunggal dari J Crop.

perusahaan besar yang masuk pada salah satu list perusahaan sukses dalam dunia bisnis. sejujurnya jongseong enggan untuk memimpin sebuah perusahaan diumurnya yang masih terbilang cukup muda.

dua puluh tahun, di umurnya yang masih segini jongseong sudah dibebankan oleh sebuah tanggung jawab yang berat. kepergian sang ayah membuatnya terpaksa untuk mau tak mau mengambil alih jabatan seorang CEO, dan bergelut dengan berbagai macam berkas yang membuatnya pusing.

ia juga harus beradu mulut dengan om-nya yang ternyata mengincar harta milik sang papah, itu menjadi alasan utama jongseong akhirnya setuju untuk mengambil alih perusahaan ayahnya.

awalnya jongseong merasa sedikit kewalahan akan segala hal baru yang harus ia kerjakan. namun, seiring berjalannya waktu ia bisa beradaptasi.

jongseong benci ketika dirinya harus sendirian, setiap malam ia harus menelan kenyataan pahit karena hidupnya selalu dalam keadaan sepi. ia butuh teman untuk berbagi keluh kesah, ya walaupun ia memiliki teman bernama heeseung, tapi tetap saja ia butuh teman yang lebih dari seorang teman.

dan dengan datangnya sunghoon dalam hidupnya membuat jongseong merasa tidak sendirian dan kesepian lagi.

jongseong menatap wajah damai sunghoon yang masih terlelap disampingnya. wajah cantik yang selalu saja menjadi yang pertama ia lihat ketika bangun tidur.

tangannya yang bebas terangkat untuk merapikan rambut poni sunghoon yang turun dan mungkin saja bisa nencolok ke matanya, jongseong tersenyum ketika melihat pergerakan sunghoon yang sepertinya akan bangun.

kedua mata bulat itu terbuka pelan, dan yang pertama sunghoon lihat adalah wajah tampan jongseong yang tersenyum kepadanya.

hawow” ucap sunghoon sambil menahan untuk menguap.

sunghoon terkekeh geli, “buka dulu matanya sayang. baru sapa akunya!” jelas jongseong sambil mengelus pipi gembil milik kekasihnya itu.

good morning, jongseong.”

morning sayang.”

jongseong mengecup bibir sunghoon dengan singkat, dan sunghoon membalasnya dengan mengecup bibir jongseong singkat juga. sebuah ritual ketika pagi hari menjelang.

“kamu mau berangkat sekarang?” tanya sunghoon sambil bersiap untuk bangun dari acara gelendotannya pada tangan jongseong.

“iya sayang. aku harus meeting lagi sama client, gapapa kan aku tinggal lagi?” tanya jongseong dengan wajah menyesalnya.

it's okay, aku gapapa kok sendirian lagi.”

“maaf sayang, janji deh besok-besoknya aku bakalan sama kamu terus. kita jalan-jalan ya?” tanya jongseong sambil mengusap kepala sunghoon sayang, dan dibalas anggukan lucu oleh sunghoon.

“yaudah ayo kita sarapan, aku mau bikinin kamu menu baru.”

“wih udah pinter masak ya sekarang pacarnya jongseong?”

“iya dong!” balas sunghoon bangga.

jongseong hanya terkekeh dan berjalan mendekat ke arah sunghoon yang sudah siap keluar dari kamar. jongseong tanpa aba-aba mengangkat sunghoon dan menggendongnya, membuat sunghoon memekik terkejut.

“ih jongseong mah, kebiasaan!”

jongseong hanya terkekeh dan mencium pipi kanan sunghoon dengan cepat. menimbulkan adanya semburan kemerahan pada pipi sang kekasih.

“aw, you're blushing like a rose” ledek jongseong.

“DIEM!”


setelah selesai dengan acara sarapan pagi mereka, kini sunghoon tengah mengantar jongseong menuju parkiran apartemen mereka.

ia mengecup pipi kiri jongseong sebelum kekasihnya itu pergi untuk bekerja kembali, seperti hari-hari sebelumnya.

“kamu beneran gapapa aku tinggal sendiri, sayang?”

jongseong tambah terlihat enggan untuk meninggalkan sunghoon sendiri. entah kenapa hatinya tidak tenang untuk meninggalkan sang pujaan hati sendirian.

“gapapa ih, aku udah gede!”

“bukan masalah itu sayang, aku cuman khawatir.”

“aku tahu jongseong, gapapa aku ditinggal sendirian.”

maka dengan berat hati jongseong mengangguk dan mencium kening sunghoon lumayan lama dan berlanjut mencium kedua pipi gembil milik kekasihnya dan berakhir dengan sebuah ciuman singkat.

“aku pergi ya?”

“nanti pintunya kunci!”

“iya.”

“jangan bukain pintu buat siapapun kalo aku belum pulang!”

“iya.” balas sunghoon lagi dengan sabar.

“pokoknya jangan—”

“iya sayang iya aku ngerti astaga, kamu mah ini nanti telat sayang!”

i can stay, if you want.

no, udah ih aku gapapa jongseong!”

“yaudah. aku berangkat ya?”

jongseong hanya terkekeh ketika melihat sunghoon yang mengehela nafas karena dirinya yang gak kunjung berangkat, iamencuri satu kecupan lagi pada pipi sunghoon lalu berlari menjauh, jaga-jaga kalau sunghoon mengamuk.

“dasar, mesum.” desis sunghoon sebal.


sunghoon saat ini sedang mencuci piring kotor bekas mereka sarapan tadi, sambil menyetel sebuah lagu dari smartphone yang dibelikan jongseong dua bulan lalu untuk dirinya.

namun, ketika ia tengah asyik dengan kegiatannya. ia mendengar suara bel yang ditekan, awalnya sunghoon hanya mengabaikan karena teringat ucapan jongseong pagi tadi sebelum kekasihnya itu berangkat bekerja.

namun, suara bel itu semakin menjadi seiring dengan ia yang semakin menulikan pendengarannya. maka dengan sedikit kesal dibuatnya, sunghoon berjalan ke arah pintu dan hendak membukanya.

“siapa sih ngeselin amat! iya sabar.” teriaknya kesal.

saat sunghoon selesai membuka pintu, ia tidak melihat siapapun disana. ketika hendak menutupnya, sebuah tangan yang berbalut sarung tangan hitam kini membekap mulut dan hidungnya dengan sebuah kain yang sunghoon yakin dicampur dengan alkohol, karena setelahnya ia tidak sadarkan diri.

jauh disana, jongseong tidak bisa fokus dengan kegiatannya. ia terus merasakan bahwa ada yang tidak beres, maka dengan berat hati ia harus meninggalkan client yang untungnya mengizinkan ia untuk pergi.

“astaga sunghoon, kenapa gak bisa dihubungin sih?”

jongseong memacu kecepatan mobilnya dalam kecepatan tinggi, entah kenapa ia yakin sesuatu sedang mengincar sunghoon. ia takut seseorang mengetahui identitas asli sunghoon dan malah menyakitinya.

anjing!” jongseong mendecak kesal ketika mendapati bahwa suara operator yang kembali menjawab panggilannya.

maka dengan tidak sabaran, jongseong menancap gas mobilnya kembali. membawa dirinya membelah jalanan kota yunani di siang hari begini.

di apartemen jongseong, sunghoon membuka matanya dan langsung merasakan kepalanya berputar dan berdenyut nyeri. ketika ia mengedarkan pandangan, ia bisa melihat seorang pria berumur tiga puluhan tengah menatapnya sambil tersenyum.

“akhirnya si duyung cantik bangun juga.”

“siapa kau?” tanya sunghoon waspada.

lelaki itu berjalan mendekat dan tertawa, sunghoon yang hendak berdiri baru tersadar jika kalung yang ia pakai untuk menjadi manusia kini tidak ada. kakinya sudah berubah menjadi ekor kembali, sunghoon mulai ketakutan.

identitas yang dengan sangat amat ia sembunyikan kini terbongkar juga.

“kau ingin apa?”

“aku ingin kau mati.” sunghoon melotot sejadi-jadinya, ia berusaha untuk menjauh dari lelaki yang ada dihadapannya ini.

ketika lelaki itu tertawa dan kini sudah tidak fokus padanya lagi, sunghoon mengambil pisau yang ada di keranjang buah yang ada disampingnya. ketika ia akan menyerang lelaki itu dengan pisau, lelaki itu sudah mencengkram tangannya kuat.

“jangan coba-coba mau melawanku duyung sialan!”

“LEPASKAN AKU BRENGSEK!” teriak sunghoon keras yang membuat lelaki itu naik pitam dan melayangkan tamparan keras untuk sunghoon.

plak

“diam jika tidak ingin aku habisi!”

namun yang namanya seorang park sunghoon adalah duyung yang keras kepala. ia terus saja mencoba melawan lelaki itu dan malah menghasilkan luka pada ekornya karena pisau yang diayunkan padanya.

aww,,,,hiks” sunghoon menitikan air matanya yang kini berubah menjadi sebuah mutiara putih yang indah.

om jongseong yang melihat itu pun menyeringai dan terkekeh pelan. ia menangkup wajah sunghoon untuk ia arahkan padanya.

“jika tidak ingin mati, maka turuti perintahku. menangislah yang banyak agar menjadi mutiara dan membuatku kaya!” titahnya.

sunghoon menggeleng kuat, “aku tidak sudi!” bantahnya yang membuat lelaki itu menyayat ekornya lagi.

sunghoon berteriak keras karena sayatan yang kali ini lebih dalam dan membuat ekornya mengeluarkan darah yang sangat banyak.

“baiklah jika itu maumu! siksa dia!” perintahnya pada seseorang.

tak lama sekitar sepuluh orang laki-laki berpakaian hitam yang persis membekap sunghoon tadi kini sudah berkumpul mengerumuni sunghoon yang meringkuk dilantai.

sunghoon yang mengenal pria itu adalah pamannya jongseong, kini mulai berteriak tak terima.

“benar kata jongseong, kau memang seekor iblis!”

yang mana perkataan itu membuat seorang park jonjae naik pitam. ia berjalan dengan cepat ke arah sunghoon dan melayangkan sebuah tamparan di pipi sunghoon sebanyak lima kali.

aaaaah, sakit, ampun. hiks jangan sakiti aku!” sunghoon bersumpah ini lebih menyakitkan dari pada dihukum oleh ayahnya ketika ia melanggar perjanjian laut.

“bedebah sialan, duyung sialan! seharusnya kau menurut saja padaku dan tidak udah melawan!”

plak

park junjae meraih pisau yang sudah tergelak dilantai, tepat di depan sunghoon. ia mengangkatnya dan mengarahkan pisau itu tepat pada ekor sunghoon bagian paling bawah, seolah tau apa yang akan dilakukan oleh paman jongseong, sunghoon ketakutan.

“aku mohon, ampuni aku. jangan potong ekorku!”

namun naas, junjae tidak mendengarkan permohonan sunghoon. dengan teganya ia memotong ekor sunghoon hingga terbagi menjadi dua, suara teriakan sunghoon menggema diseluruh menjuru apartemen. darah segar langsung mengucur ketika ekor itu berhasil terbagi menjadi dua.

dan saat yang sama pula pintu apartemen milik jongseong terbuka dengan kencang dan membuat suara bantingan yang membuat junjae tersenyum karena menyadari keberadaan keponakannya.

“JUNJAE SIALAN! JANGAN KAU BERANI MENYENTUH SUNGHOON!” teriak jongseong, ia hendak menghajar pamannya itu.

namun, dua orang berpakaian hitam menghentikannya. tubuhnya seolah dikunci dan dibawa pada salah satu tihang yang ada di apartemen jongseong. mereka mengikatnya disana.

“selamat siang keponakanku sayang, oh lihat apa yang sudah aku perbuat pada duyung mu yang cantik ini.” ucapnya sambil mengelus ekor sunghoon yang sudah terpotong.

“sebuah mahakarya yang indah bukan?”

“JANGAN KAU SENTUH DIA LAGI BAJINGAN!”

jongseong menangis melihat sunghoon yang sudah terkulai lemas dengan wajah yang semakin memucat. namun seolah belum sampai situ saja, jongseong melihat pamannya mengayunkan pisau itu ke arah perut sunghoon.

dan ya, sunghoon terluka kembali dan mengeluarkan darah segar di bagian perut juga mulutnya.

“SUNGHOON,,,,sayaaangg!” jongseong terisak.

hancur dan marah. jongseong berusaha melepaskan dirinya dari tali yang mengikatnya, ia melihat pamannya itu tengah menjilati darah sunghoon yang mengalir dari pisau. sudah kepalang emosi, jongseong akhirnya bisa lepas dari ikatan yang membelenggunya.

junjae yang tidak tahu jika keponakannya itu berhasil lolos kini sudah terjerembab di lantai. tubuhnya mendapat pukulan bertubi-tubi dari jongseong yang kini sudah kesetanan, ia membabi buta junjae seolah ia adalah anjing pengganggu.

“BAJINGAN, SIALAN KAU JUNJAE!”

junjae mengisyaratkan para pesuruhnya untuk mengangkat sunghoon dan melemparnya pada kolam renang.

byur

junjae tau kelemahan jongseong, yaitu air dalam yang tenang. jongseong trauma dengan hal itu.

junjae tertawa, “kenapa kau hanya diam saja jongseong? tolong dia! kenapa? kau tidak bisa?”

tangan jongseong terkepal kuat ketika melihat sunghoon yang pucat kini tenggelam dengan air kolam yang perlahan menjadi merah. ia takut, namun ia juga lebih takut jika sunghoon meninggalkan dirinya.

maka dengan sisa tenaga dan keyakinannya, jongseong berlari mendekat ke arah kolam dan melompat ke dalamnya untuk menyelamatkan sunghoon. jongseong melawan traumanya untuk bisa menyelamatkan sang pujaan hati.

jongseong terus berenang ketika ia melihat tubuh sunghoon semakin tenggelam, ia mencoba menggapai tangan sunghoon. sementara sunghoon yang matanya masih terbuka, kini tersenyum manis ketika melihat jongseong akhirnya berani melawan traumanya.

jongseong bersusah payah untuk tidak panik dan terus menggerakan kakinya untuk mempercepat dirinya sampai pada sunghoon, dan hap— ia berhasil mencapai tangan sunghoon dan menariknya.

jongseong membawa tubuh mereka berdua untuk sampai ke atas permukaan. maka dengan cepat jongseong mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke tempat kering.

bertepatan dengan itu, ia bisa melihat heeseung yang datang dengan pasukannya. heeseung menembak junjae tepat di dada dan seluruh pasukannya juga. heeseung berlari ketika ia menyadari jongseong yang kesusahan untuk mengangkat tubuh sunghoon untuk dibawa ke atas.

“sini, gue bantu!” tawar heeseung.

maka dengan anggukan cepat jongseong berikan, ia memberikan tubuh sunghoon yang penuh luka pada heeseung untuk di angkat ke atas, barulah dirinya yang naik ke permukaan.

jongseong terduduk didepan sunghoon yang ditidurkan, ia bawa kepala sunghoon untuk tidur dipahanya. ia genggam tangan dingin sunghoon untuk ia cium, dan ia berikan gosokan untuk menyalurkan kehangantan.

sunghoon membuka matanya yang langsung melihat jongseong yang sedang menangis, sunghoon tersenyum kecil dan berusaha mengangkat tangannya untuk mengusap pipi jongseong sayang.

“hei,” sapanya.

“aku gapapa jongseong, jangan nangis!” bukannya berhenti, jongseong malah semakin terisak.

“sakit banget ya sayang?” jongseong mengelus sayang pipi sunghoon yang biasanya merah merona alami, kini berubah menjadi pucat pasi.

sunghoon menggeleng. “can you keep holding my hand, please?

jongseong mengangguk, “sure.”

“k-kamu m-mau janji sama aku? satu hal aja, gak usah banyak-banyak.” dan disanggupi jongseong.

“kamu bahagia gak?”

jeda lama untuk jongseong bisa menjawab, “iya, aku bahagia.”

sunghoon tersenyum, “janji ya sama aku. kamu harus bahagia terus?”

“iya.”

“*stay with me. don't close your eyes.” jongseong mencoba menyadarkan sunghoon yang hendak menutup mata.

i'm so tired, jongseong...

jongseong menggeleng, ia tidak berhenti mengeluarkan air mata.

sunghoon tersenyum, “a-aku, sayang kamu jongseong.” sunghoon menitikan air matanya, air mata bahagia yang berubah menjadi mutiara berwarna merah muda.

jongseong mati-matian menahan isakannya agar tidak terdengar. namun ketika ia bersiap menjawab pertanyaan sunghoon, ia dibuat jantungan ketika sunghoon memejamkan matanya lagi.

“SUNGHOON! SAYANG...”

”.....JANGAN TINGGALIN AKU, HIKS.”

maka dilangit malam yang dipenuhi oleh bintang dan bulan yang bersinar terang, sunghoon menghembuskan nafas terakhirnya. ia meninggalkan jongseong dengan segala rasa sakit yang dideritanya.

ia meninggalkan jongseong sendirian.

heeseung yang melihat kejadian itu hanya diam dan menahan tangisnya. ia tidak tega melihat sahabatnya, bagaimanapun jongseong berhak bahagia.

jongseong yang terlihat kuat dan tegar kini malah terlihat semakin rapuh ketika raganya hilang.

jongseong kehilangan setengah jiwa, dan raganya.

“aku juga sayang kamu, sunghoon.”

jauh sebelum ia memejamkan matanya, sunghoon sempat berbisik dan memohon. ia ingin dipertemukan jongseong lagi dikehidupan yang akan datang, semoga permohonan nya didengar.


16042022. ©vivi.