vivi

a jayhoon sequel au : kontrak.

note : here will tell a story of truth that will be written in the perspective of a hugo raksan ananta.


Monday, January 20th, 2066. Seoul, south korea.

Café menjadi tempat yang ia setujui dengan jenan setelah berbalas pesan. di sana, raksa hugo ananta tengah terduduk ditemani dengan secangkir ice americano.

Mantel tebal berwarna hitam, kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya membuat hugo semakin terlihat misterius pada malam ini. beberapa pengunjung mulai berdatangan, namun pikirannya masih bergelut, pandangannya kosong.

Bunyi bel pada pintu masuk berikutnya berhasil membuat hugo menoleh ke arah pintu masuk café, melihat teman lamanya masuk dengan setelan jas kantor. tatapan keduanya bertemu setelah sekian lama, akhirnya hugo bisa beberkan kebenaran yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya ini pada yang bersangkutan.

“Okay, so what?” tanpa basa-basi jenan langsung utarakan saja maksud dan tujuannya menemui si teman lama. rasa ingin tahu yang sudah di ubun-ubun membuat jenan tidak bisa menahan lebih lama.

“Hey bro, relax. it's still a while, you can listen to all this anytime.” hugo terkekeh, ia menyesap ice americano hitam pekat yang mulai habis.

“You told me that you were Sena's husband, and today you say you were never married to Sena? gila!” jenan hempaskan tubuhnya pada kursi kayu café, jatuhkan semua beban yang ada di pundaknya.

“Let me finish this iced coffee first, sabar. buah kesabaran itu pasti manis. so, relax bro!”

“Relax-relax, gua tonjok juga lo!”

Hugo tertawa terbahak-bahak, buat beberapa pengunjung menatap meja mereka berdua dengan tatapan heran, namun tidak masalah. hugo tidak peduli oleh tatapan yang di layangkan padanya, mereka bisa anggap dirinya tidak waras karena tertawa kencang di malam hari.

Sebelas tahun bukanlah waktu yang sebentar, di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun ia masih memimpikan cinta dari adik tingkatnya di kampus, abiya sena alister atau yang sudah ia rubah identitasnya menjadi skylar benjamin alister. perasaan suka yang awalnya ia anggap sebagai suka sesaat ternyata salah, buktinya ia memendam perasaan itu hingga kini.

Pada umur yang sudah matang harusnya ia sudah bisa menimang seorang anak, dan hidup bahagia bersama pasangan. namun, hugo korbankan separuh hidupnya untuk rawat dan sayangi abiya sena dengan sepenuh hati. seolah buta akan kebenaran, hugo tidak ingin sadar akan fakta bahwa ia memiliki kisah hidup yang menyedihkan.

Tidak mendapatkan cinta yang ia mau.

Raksa hugo anak baik, seringkali ia berpikir apa kesalahannya di masa lalu hingga membuat hidupnya sangat amat nelangsa. apakah kesalahan ayahnya yang membuat ia di jatuhi takdir seperti ini? lantas apa salahnya jika memang benar seperti itu, ia hanyalah hasil dari kasih sayang dari ibu dan ayahnya, tapi kenapa dirinya yang di beri hukuman atas tindakan menjijikan yang di lakukan ayahnya kepada sang ibunda.

“Okay, first of all you can't get emotional and don't interrupt me until I'm done talking. lo boleh ngajuin beberapa pertanyaan, tapi setelah gua selesai ngomong. okay?”

Jenan anggukan kepalanya setuju. maka hugo akan mulai kisah yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya sendirian, beban pikiran dan pergelutan batin yang selama ini ia alami akan hilang dan ia akan terbebas dari ini semua.

“Gua gak pernah nikahin sena, the reason Sena called me husband was because after surgery the doctor needed approval for signatures from relatives or people closest to her, dan di saat itu status gua yang bukan siapa-siapanya sena bikin gua sama om theo bingung. jadi om theo nyuruh gua buat jadi suami pura-puranya sena, karena itu demi kesembuhan sena juga.”

“Seiring berjalannya waktu, gua gak expec kalo sena bakalan manggil gua suami secara terus menerus. di saat dia bangun dari koma, gua gak mungkin bilang kalo gua bukan siapa-siapanya dia aja ingetnya pas gua masih kuliah dan jadi pacarnya dia. okay maybe we weren't dating, but we were more than friends at that time. and at that time, he didn't know you.”

Jenan mengangguk, memang benar jika pada saat kuliah sena tidak mengenal dirinya. maka jenan tidak bisa salahkan hugo untuk ini semua.

“Next!” merasa mendapat persetujuan dari jenan, hugo lanjutkan kembali ceritanya yang sempat tertunda.

“Satu tahun setelah sena operasi, gua sama om theo mutusin untuk kembali ke korea dan bawa sanka buat tinggal bareng gua sama sena karena gua pikir sena bakalan inget sanka dan kemungkinan besar bisa bikin ingetan sena balik. gua nyempetin buat ke panti asuhan yang nyonya bella bangun, dan ternyata di sana ada Noah. Akhirnya gua mutusin buat adopsi, sebenernya gua mutusin buat adopsi karena gua tahu siapa orang tuanya.”

“Siapa?”

“Lo!” hugo menunjuk jenan tepat di hadapan wajahnya, buat nafas jenan tercekat.

“Maksudnya?”

“Saat gua liat rincian data dari Noah, di sana ternyata ada nama Karla sebagai ibu biologis dari Noah. karena kekurangan biaya, Karla mutusin buat titipin Noah ke panti karena dia gak tega liat anaknya luntang-lantung. Karla nyari lo selama satu tahun setelah kejadian tabrak lari, dan saat dia tahu lo di mana. Lo udah di jodohin lagi sama Lily.”

Jenan rasa ini semua masuk akal. sikap dan kebiasaan noah yang sama persis dengan dirinya kini sudah terjawab, ternyata noah adalah buah hati hasil dari hubungannya dengan karla, bagaimana dirinya bisa lupa kejadian itu. pada saat itu dirinya dan Karla tidak memakai pengaman.

“Setelah tahu semuanya, karla mengalami syok berat akibat tekanan dari ayahnya. dia beberapa kali masuk rumah sakit karena luka akibat cambuk, puncaknya pas dia ngomong kalo dia hamil anak lo. karla di usir dari rumah dan dia hidup luntang-lantung, pas banget gua lagi di korea, karla hubungin gua buat minta bantuan.”

“Akhirnya gua bawa dia ke London, gua beliin dia apart buat dia hidup sendirian. seminggu kemudian gua dapet kabar dari ajudannya sena kalo karla pingsan, dan akhirnya di larikan ke rumah sakit. dokter yang menangani karla bilang kalo karla mengidap kanker darah stadium tiga. dua bulan lalu, gua balik ke london itu bukan buat ibu. gua balik ke sana karena dapet kabar kalo karla komplikasi dan harus di kritis dan puji syukur operasinya berhasil. tapi tuhan berkendak lain, satu bulan berikutnya karla komplikasi dan harus operasi lagi.”

“Di saat-saat terakhir, karla bilang ke gua kalo misalnya dia gak selamat. dia mau donorin matanya buat sena, selama hidupnya karla ngerasa enggak tenang dan selalu di bayang-bayang oleh sena. maka dari itu, gua sama jauzan bekerja sama buat enggak ngasih tau siapapun kalo yang donorin mata buat sena itu adalah karla.”

“Tunggu, dokter jauzan tau ini semua?”

Hugo mengangguk dan menyesap ice americano itu hingga tandas dan tak tersisa. “tau, tapi gua ngasih pesan ke dia kalo lo ataupun sena gak boleh tau soal ini semua sebelum gua yang bilang sendiri.”

Jenan melamun mencerna ini semua, bagaimana bisa hugo dapat menjalani kehidupan yang seperti ini. dengan menyembunyikan kebenaran dan bertanggung jawab penuh atas apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab jenan membuat dirinya sendiri malu. jenan malu dengan hugo, bagaimana teman lamanya ini bisa memiliki hati yang sangat sabar.

“Go, kok lu gak bilang soal karla?!”

“Karna karla yang mau. dia gak mau bebanin lo lagi dengan adanya dia di hidup lo jen, karla sebenernya baik. dia juga ngejelasin kalo anggapan lo soal dia yang pernah nyangka dia sering maen sama kakek lo itu salah.”

Hugo berdiri dari duduknya, di lihatnya jam yang bertengger pada pergelangan tangannya sendiri. pukul sepuluh lewat dua puluh malam, hugo harus segera pulang dan kabari sena bahwa ia akan tiba sebentar lagi.

“Gua izin buat ketemu sena, gua mau jelasin ini semua sama dia juga.”

“Tunggu!”

“Apaan cepet? gua sibuk jen.”

“Kenapa lo bisa sebaik ini sama gua?”

“Because I promised myself to give back everything that was rightfully yours!” hugo menepuk pundak jenan sebelum dirinya hendak melangkahkan kakinya kembali.

Jenan terduduk sendirian ketika hugo meninggalkannya.

Raksa hugo bukanlah seorang yang kuat hatinya, dirinya bukan seorang malaikat yang tidak memiliki rasa rakus. ia lakukan ini semua karena semata-mata untuk membalas kesalahan ayahnya di masa lalu yang mungkin malah di limpahkan padanya. dengan mengorbankan seluruh hidupnya untuk orang yang ia sayang dapat membuat hidupnya lebih berguna, ia akan lakukan.

Jauzan pernah bertanya padanya, kenapa ia bisa mencintai seseorang sampai setulus dan sedalam ini.

Maka hugo dapat jawab dengan pantap, bahwa “because loving sena is not about strings, sena loves jenan more than me. so what can I do? selain mengikhlaskan.”

“Meskipun hidup mas sendiri yang jadi taruhan?”

“Yes.”

a jayhoon sequel au : kontrak.

note : here will tell a story of truth that will be written in the perspective of a hugo raksan ananta.


Monday, January 20th, 2066. Seoul, south korea.

Café menjadi tempat yang ia setujui dengan jenan setelah berbalas pesan. di sana, raksa hugo ananta tengah terduduk ditemani dengan secangkir ice americano.

Mantel tebal berwarna hitam, kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya membuat hugo semakin terlihat misterius pada malam ini. beberapa pengunjung mulai berdatangan, namun pikirannya masih bergelut, pandangannya kosong.

Bunyi bel pada pintu masuk berikutnya berhasil membuat hugo menoleh ke arah pintu masuk café, melihat teman lamanya masuk dengan setelan jas kantor. tatapan keduanya bertemu setelah sekian lama, akhirnya hugo bisa beberkan kebenaran yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya ini pada yang bersangkutan.

“Okay, so what?” tanpa basa-basi jenan langsung utarakan saja maksud dan tujuannya menemui si teman lama. rasa ingin tahu yang sudah di ubun-ubun membuat jenan tidak bisa menahan lebih lama.

“Hey bro, relax. it's still a while, you can listen to all this anytime.” hugo terkekeh, ia menyesap ice americano hitam pekat yang mulai habis.

“You told me that you were Sena's husband, and today you say you were never married to Sena? gila!” jenan hempaskan tubuhnya pada kursi kayu café, jatuhkan semua beban yang ada di pundaknya.

“Let me finish this iced coffee first, sabar. buah kesabaran itu pasti manis, so relax bro!”

“Relax-relax, gua tonjok juga lo!”

Hugo tertawa terbahak-bahak, buat beberapa pengunjung menatap meja mereka berdua dengan tatapan heran, namun tidak masalah. hugo tidak peduli oleh tatapan yang di layangkan padanya, mereka bisa anggap dirinya tidak waras karena tertawa kencang di malam hari.

Sebelas tahun bukanlah waktu yang sebentar, di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun ia masih memimpikan cinta dari adik tingkatnya di kampus, abiya sena alister atau yang sudah ia rubah identitasnya menjadi skylar benjamin alister. perasaan suka yang awalnya ia anggap sebagai suka sesaat ternyata salah, buktinya ia memendam perasaan itu hingga kini.

Pada umur yang sudah matang harusnya ia sudah bisa menimang seorang anak, dan hidup bahagia bersama pasangan. namun, hugo korbankan separuh hidupnya untuk rawat dan sayangi abiya sena dengan sepenuh hati. seolah buta akan kebenaran, hugo tidak ingin sadar akan fakta bahwa ia memiliki kisah hidup yang menyedihkan.

Tidak mendapatkan cinta yang ia mau.

Raksa hugo anak baik, seringkali ia berpikir apa kesalahannya di masa lalu hingga membuat hidupnya sangat amat nelangsa. apakah kesalahan ayahnya yang membuat ia di jatuhi takdir seperti ini? lantas apa salahnya jika memang benar seperti itu, ia hanyalah hasil dari kasih sayang dari ibu dan ayahnya, tapi kenapa dirinya yang di beri hukuman atas tindakan menjijikan yang di lakukan ayahnya kepada sang ibunda.

“Okay, first of all you can't get emotional and don't interrupt me until I'm done talking. lo boleh ngajuin beberapa pertanyaan, tapi setelah gua selesai ngomong. okay?”

Jenan anggukan kepalanya setuju. maka hugo akan mulai kisah yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya sendirian, beban pikiran dan pergelutan batin yang selama ini ia alami akan hilang dan ia akan terbebas dari ini semua.

“Gua gak pernah nikahin sena, the reason Sena called me husband was because after surgery the doctor needed approval for signatures from relatives or people closest to her, dan di saat itu status gua yang bukan siapa-siapanya sena bikin gua sama om theo bingung. jadi om theo nyuruh gua buat jadi suami pura-puranya sena, karena itu demi kesembuhan sena juga.”

“Seiring berjalannya waktu, gua gak expec kalo sena bakalan manggil gua suami secara terus menerus. di saat dia bangun dari koma, gua gak mungkin bilang kalo gua bukan siapa-siapanya dia aja ingetnya pas gua masih kuliah dan jadi pacarnya dia. okay maybe we weren't dating, but we were more than friends at that time. and at that time, he didn't know you.”

Jenan mengangguk, memang benar jika pada saat kuliah sena tidak mengenal dirinya. maka jenan tidak bisa salahkan hugo untuk ini semua.

“Next!” merasa mendapat persetujuan dari jenan, hugo lanjutkan kembali ceritanya yang sempat tertunda.

“Satu tahun setelah sena operasi, gua sama om theo mutusin untuk kembali ke korea dan bawa sanka buat tinggal bareng gua sama sena karena gua pikir sena bakalan inget sanka dan kemungkinan besar bisa bikin ingetan sena balik. gua nyempetin buat ke panti asuhan yang nyonya bella bangun, dan ternyata di sana ada Noah. Akhirnya gua mutusin buat adopsi, sebenernya gua mutusin buat adopsi karena gua tahu siapa orang tuanya.”

“Siapa?”

“Lo!” hugo menunjuk jenan tepat di hadapan wajahnya, buat nafas jenan tercekat.

“Maksudnya?”

“Saat gua liat rincian data dari Noah, di sana ternyata ada nama Karla sebagai ibu biologis dari Noah. karena kekurangan biaya, Karla mutusin buat titipin Noah ke panti karena dia gak tega liat anaknya luntang-lantung. Karla nyari lo selama satu tahun setelah kejadian tabrak lari, dan saat dia tahu lo di mana. Lo udah di jodohin lagi sama Lily.”

Jenan rasa ini semua masuk akal. sikap dan kebiasaan noah yang sama persis dengan dirinya kini sudah terjawab, ternyata noah adalah buah hati hasil dari hubungannya dengan karla, bagaimana dirinya bisa lupa kejadian itu. pada saat itu dirinya dan Karla tidak memakai pengaman.

“Setelah tahu semuanya, karla mengalami syok berat akibat tekanan dari ayahnya. dia beberapa kali masuk rumah sakit karena luka akibat cambuk, puncaknya pas dia ngomong kalo dia hamil anak lo. karla di usir dari rumah dan dia hidup luntang-lantung, pas banget gua lagi di korea, karla hubungin gua buat minta bantuan.”

“Akhirnya gua bawa dia ke London, gua beliin dia apart buat dia hidup sendirian. seminggu kemudian gua dapet kabar dari ajudannya sena kalo karla pingsan, dan akhirnya di larikan ke rumah sakit. dokter yang menangani karla bilang kalo karla mengidap kanker darah stadium tiga. dua bulan lalu, gua balik ke london itu bukan buat ibu. gua balik ke sana karena dapet kabar kalo karla komplikasi dan harus di kritis dan puji syukur operasinya berhasil. tapi tuhan berkendak lain, satu bulan berikutnya karla komplikasi dan harus operasi lagi.”

“Di saat-saat terakhir, karla bilang ke gua kalo misalnya dia gak selamat. dia mau donorin matanya buat sena, selama hidupnya karla ngerasa enggak tenang dan selalu di bayang-bayang oleh sena. maka dari itu, gua sama jauzan bekerja sama buat enggak ngasih tau siapapun kalo yang donorin mata buat sena itu adalah karla.”

“Tunggu, dokter jauzan tau ini semua?”

Hugo mengangguk dan menyesap ice americano itu hingga tandas dan tak tersisa. “tau, tapi gua ngasih pesan ke dia kalo lo ataupun sena gak boleh tau soal ini semua sebelum gua yang bilang sendiri.”

Jenan melamun mencerna ini semua, bagaimana bisa hugo dapat menjalani kehidupan yang seperti ini. dengan menyembunyikan kebenaran dan bertanggung jawab penuh atas apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab jenan membuat dirinya sendiri malu. jenan malu dengan hugo, bagaimana teman lamanya ini bisa memiliki hati yang sangat sabar.

“Go, kok lu gak bilang soal karla?!”

“Karna karla yang mau. dia gak mau bebanin lo lagi dengan adanya dia di hidup lo jen, karla sebenernya baik. dia juga ngejelasin kalo anggapan lo soal dia yang pernah nyangka dia sering maen sama kakek lo itu salah.”

Hugo berdiri dari duduknya, di lihatnya jam yang bertengger pada pergelangan tangannya sendiri. pukul sepuluh lewat dua puluh malam, hugo harus segera pulang dan kabari sena bahwa ia akan tiba sebentar lagi.

“Gua izin buat ketemu sena, gua mau jelasin ini semua sama dia juga.”

“Tunggu!”

“Apaan cepet? gua sibuk jen.”

“Kenapa lo bisa sebaik ini sama gua?”

“Because I promised myself to give back everything that was rightfully yours!” hugo menepuk pundak jenan sebelum dirinya hendak melangkahkan kakinya kembali.

Jenan terduduk sendirian ketika hugo meninggalkannya.

Raksa hugo bukanlah seorang yang kuat hatinya, dirinya bukan seorang malaikat yang tidak memiliki rasa rakus. ia lakukan ini semua karena semata-mata untuk membalas kesalahan ayahnya di masa lalu yang mungkin malah di limpahkan padanya. dengan mengorbankan seluruh hidupnya untuk orang yang ia sayang dapat membuat hidupnya lebih berguna, ia akan lakukan.

Jauzan pernah bertanya padanya, kenapa ia bisa mencintai seseorang sampai setulus dan sedalam ini.

Maka hugo dapat jawab dengan pantap, bahwa “because loving sena is not about strings, sena loves jenan more than me. so what can I do? selain mengikhlaskan.”

“Meskipun hidup mas sendiri yang jadi taruhan?”

“Yes.”

a jayhoon sequel au : kontrak.

note : here will tell a story of truth that will be written in the perspective of a hugo raksan ananta.


Monday, January 20th, 2066. Seoul, south korea.

Café menjadi tempat yang ia setujui dengan jenan setelah berbalas pesan. di sana, raksa hugo ananta tengah terduduk ditemani dengan secangkir ice americano.

Mantel tebal berwarna hitam, kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya membuat hugo semakin terlihat misterius pada malam ini. beberapa pengunjung mulai berdatangan, namun pikirannya masih bergelut, pandangannya kosong.

Bunyi bel pada pintu masuk berikutnya berhasil membuat hugo menoleh ke arah pintu masuk café, melihat teman lamanya masuk dengan setelan jas kantor. tatapan keduanya bertemu setelah sekian lama, akhirnya hugo bisa beberkan kebenaran yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya ini pada yang bersangkutan.

“Okay, so what?” tanpa basa-basi jenan langsung utarakan saja maksud dan tujuannya menemui si teman lama. rasa ingin tahu yang sudah di ubun-ubun membuat jenan tidak bisa menahan lebih lama.

“Hey bro, relax. it's still a while, you can listen to all this anytime.” hugo terkekeh, ia menyesap ice americano hitam pekat yang mulai habis.

“You told me that you were Sena's husband, and today you say you were never married to Sena? gila!” jenan hempaskan tubuhnya pada kursi kayu café, jatuhkan semua beban yang ada di pundaknya.

“Let me finish this iced coffee first, sabar. buah kesabaran itu pasti manis, so relax bro!”

“Relax-relax, gua tonjok juga lo!”

Hugo tertawa terbahak-bahak, buat beberapa pengunjung menatap meja mereka berdua dengan tatapan heran, namun tidak masalah. hugo tidak peduli oleh tatapan yang di layangkan padanya, mereka bisa anggap dirinya tidak waras karena tertawa kencang di malam hari.

Sebelas tahun bukanlah waktu yang sebentar, di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun ia masih memimpikan cinta dari adik tingkatnya di kampus, abiya sena alister atau yang sudah ia rubah identitasnya menjadi skylar benjamin alister. perasaan suka yang awalnya ia anggap sebagai suka sesaat ternyata salah, buktinya ia memendam perasaan itu hingga kini.

Pada umur yang sudah matang harusnya ia sudah bisa menimang seorang anak, dan hidup bahagia bersama pasangan. namun, hugo korbankan separuh hidupnya untuk rawat dan sayangi abiya sena dengan sepenuh hati. seolah buta akan kebenaran, hugo tidak ingin sadar akan fakta bahwa ia memiliki kisah hidup yang menyedihkan.

Tidak mendapatkan cinta yang ia mau.

Raksa hugo anak baik, seringkali ia berpikir apa kesalahannya di masa lalu hingga membuat hidupnya sangat amat nelangsa. apakah kesalahan ayahnya yang membuat ia di jatuhi takdir seperti ini? lantas apa salahnya jika memang benar seperti itu, ia hanyalah hasil dari kasih sayang dari ibu dan ayahnya, tapi kenapa dirinya yang di beri hukuman atas tindakan menjijikan yang di lakukan ayahnya kepada sang ibunda.

“Okay, first of all you can't get emotional and don't interrupt me until I'm done talking. lo boleh ngajuin beberapa pertanyaan, tapi setelah gua selesai ngomong. okay?”

Jenan anggukan kepalanya setuju. maka hugo akan mulai kisah yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya sendirian, beban pikiran dan pergelutan batin yang selama ini ia alami akan hilang dan ia akan terbebas dari ini semua.

“Gua gak pernah nikahin sena, the reason Sena called me husband was because after surgery the doctor needed approval for signatures from relatives or people closest to her, dan di saat itu status gua yang bukan siapa-siapanya sena bikin gua sama om theo bingung. jadi om theo nyuruh gua buat jadi suami pura-puranya sena, karena itu demi kesembuhan sena juga.”

“Seiring berjalannya waktu, gua gak expec kalo sena bakalan manggil gua suami secara terus menerus. di saat dia bangun dari koma, gua gak mungkin bilang kalo gua bukan siapa-siapanya dia aja ingetnya pas gua masih kuliah dan jadi pacarnya dia. okay maybe we weren't dating, but we were more than friends at that time. and at that time, he didn't know you.”

Jenan mengangguk, memang benar jika pada saat kuliah sena tidak mengenal dirinya. maka jenan tidak bisa salahkan hugo untuk ini semua.

“Next!” merasa mendapat persetujuan dari jenan, hugo lanjutkan kembali ceritanya yang sempat tertunda.

“Satu tahun setelah sena operasi, gua sama om theo mutusin untuk kembali ke korea dan bawa sanka buat tinggal bareng gua sama sena karena gua pikir sena bakalan inget sanka dan kemungkinan besar bisa bikin ingetan sena balik. gua nyempetin buat ke panti asuhan yang nyonya bella bangun, dan ternyata di sana ada Noah. Akhirnya gua mutusin buat adopsi, sebenernya gua mutusin buat adopsi karena gua tahu siapa orang tuanya.”

“Siapa?”

“Lo!” hugo menunjuk jenan tepat di hadapan wajahnya, buat nafas jenan tercekat.

“Maksudnya?”

“Saat gua liat rincian data dari Noah, di sana ternyata ada nama Karla sebagai ibu biologis dari Noah. karena kekurangan biaya, Karla mutusin buat titipin Noah ke panti karena dia gak tega liat anaknya luntang-lantung. Karla nyari lo selama satu tahun setelah kejadian tabrak lari, dan saat dia tahu lo di mana. Lo udah di jodohin lagi sama Lily.”

Jenan rasa ini semua masuk akal. sikap dan kebiasaan noah yang sama persis dengan dirinya kini sudah terjawab, ternyata noah adalah buah hati hasil dari hubungannya dengan karla, bagaimana dirinya bisa lupa kejadian itu. pada saat itu dirinya dan Karla tidak memakai pengaman.

“Setelah tahu semuanya, karla mengalami syok berat akibat tekanan dari ayahnya. dia beberapa kali masuk rumah sakit karena luka akibat cambuk, puncaknya pas dia ngomong kalo dia hamil anak lo. karla di usir dari rumah dan dia hidup luntang-lantung, pas banget gua lagi di korea, karla hubungin gua buat minta bantuan.”

“Akhirnya gua bawa dia ke London, gua beliin dia apart buat dia hidup sendirian. seminggu kemudian gua dapet kabar dari ajudannya sena kalo karla pingsan, dan akhirnya di larikan ke rumah sakit. dokter yang menangani karla bilang kalo karla mengidap kanker darah stadium tiga. dua bulan lalu, gua balik ke london itu bukan buat ibu. gua balik ke sana karena dapet kabar kalo karla komplikasi dan harus di kritis dan puji syukur operasinya berhasil. tapi tuhan berkendak lain, satu bulan berikutnya karla komplikasi dan harus operasi lagi.”

“Di saat-saat terakhir, karla bilang ke gua kalo misalnya dia gak selamat. dia mau donorin matanya buat sena, selama hidupnya karla ngerasa enggak tenang dan selalu di bayang-bayang oleh sena. maka dari itu, gua sama jauzan bekerja sama buat enggak ngasih tau siapapun kalo yang donorin mata buat sena itu adalah karla.”

“Tunggu, dokter jauzan tau ini semua?”

Hugo mengangguk dan menyesap ice americano itu hingga tandas dan tak tersisa. “tau, tapi gua ngasih pesan ke dia kalo lo ataupun sena gak boleh tau soal ini semua sebelum gua yang bilang sendiri.”

Jenan melamun mencerna ini semua, bagaimana bisa hugo dapat menjalani kehidupan yang seperti ini. dengan menyembunyikan kebenaran dan bertanggung jawab penuh atas apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab jenan membuat dirinya sendiri malu. jenan malu dengan hugo, bagaimana teman lamanya ini bisa memiliki hati yang sangat sabar.

“Go, kok lu gak bilang soal karla?!”

“Karna karla yang mau. dia gak mau bebanin lo lagi dengan adanya dia di hidup lo jen, karla sebenernya baik. dia juga ngejelasin kalo anggapan lo soal dia yang pernah nyangka dia sering maen sama kakek lo itu salah.”

Hugo berdiri dari duduknya, di lihatnya jam yang bertengger pada pergelangan tangannya sendiri. pukul sepuluh lewat dua puluh malam, hugo harus segera pulang dan kabari sena bahwa ia akan tiba sebentar lagi.

“Gua izin buat ketemu sena, gua mau jelasin ini semua sama dia juga.”

“Tunggu!”

“Apaan cepet? gua sibuk jen.”

“Kenapa lo bisa sebaik ini sama gua?”

“Because I promised myself to give back everything that was rightfully yours!” hugo menepuk pundak jenan sebelum dirinya hendak melangkahkan kakinya kembali.

Jenan terduduk sendirian ketika hugo meninggalkannya.

Raksa hugo bukanlah seorang yang kuat hatinya, dirinya bukan seorang malaikat yang tidak memiliki rasa rakus. ia lakukan ini semua karena semata-mata untuk membalas kesalahan ayahnya di masa lalu yang mungkin malah di limpahkan padanya. dengan mengorbankan seluruh hidupnya untuk orang yang ia sayang dapat membuat hidupnya lebih berguna, ia akan lakukan.

Jauzan pernah bertanya padanya, kenapa ia bisa mencintai seseorang sampai setulus dan sedalam ini.

Maka hugo dapat jawab dengan pantap, bahwa “because loving sena is not about strings, sena loves jenan more than me. so what can I do? selain mengikhlaskan.”

“Meskipun hidup mas sendiri yang jadi taruhan?”

“Yes.”

a jayhoon sequel au : kontrak.

note : here will tell a story of truth that will be written in the perspective of a hugo raksan ananta.


Monday, January 20th, 2066. Seoul, south korea.

Café menjadi tempat yang ia setujui dengan jenan setelah berbalas pesan. di sana, raksa hugo ananta tengah terduduk ditemani dengan secangkir ice americano.

Mantel tebal berwarna hitam, kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya membuat hugo semakin terlihat misterius pada malam ini. beberapa pengunjung mulai berdatangan, namun pikirannya masih bergelut, pandangannya kosong.

Bunyi bel pada pintu masuk berikutnya berhasil membuat hugo menoleh ke arah pintu masuk café, melihat teman lamanya masuk dengan setelan jas kantor. tatapan keduanya bertemu setelah sekian lama, akhirnya hugo bisa beberkan kebenaran yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya ini pada yang bersangkutan.

“Okay, so what?” tanpa basa-basi jenan langsung utarakan saja maksud dan tujuannya menemui si teman lama. rasa ingin tahu yang sudah di ubun-ubun membuat jenan tidak bisa menahan lebih lama.

“Hey bro, relax. it's still a while, you can listen to all this anytime.” hugo terkekeh, ia menyesap ice americano hitam pekat yang mulai habis.

“You told me that you were Sena's husband, and today you say you were never married to Sena? gila!” jenan hempaskan tubuhnya pada kursi kayu café, jatuhkan semua beban yang ada di pundaknya.

“Let me finish this iced coffee first, sabar. buah kesabaran itu pasti manis, so relax bro!”

“Relax-relax, gua tonjok juga lo!”

Hugo tertawa terbahak-bahak, buat beberapa pengunjung menatap meja mereka berdua dengan tatapan heran, namun tidak masalah. hugo tidak peduli oleh tatapan yang di layangkan padanya, mereka bisa anggap dirinya tidak waras karena tertawa kencang di malam hari.

Sebelas tahun bukanlah waktu yang sebentar, di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun ia masih memimpikan cinta dari adik tingkatnya di kampus, abiya sena alister atau yang sudah ia rubah identitasnya menjadi skylar benjamin alister. perasaan suka yang awalnya ia anggap sebagai suka sesaat ternyata salah, buktinya ia memendam perasaan itu hingga kini.

Pada umur yang sudah matang harusnya ia sudah bisa menimang seorang anak, dan hidup bahagia bersama pasangan. namun, hugo korbankan separuh hidupnya untuk rawat dan sayangi abiya sena dengan sepenuh hati. seolah buta akan kebenaran, hugo tidak ingin sadar akan fakta bahwa ia memiliki kisah hidup yang menyedihkan.

Tidak mendapatkan cinta yang ia mau.

Raksa hugo anak baik, seringkali ia berpikir apa kesalahannya di masa lalu hingga membuat hidupnya sangat amat nelangsa. apakah kesalahan ayahnya yang membuat ia di jatuhi takdir seperti ini? lantas apa salahnya jika memang benar seperti itu, ia hanyalah hasil dari kasih sayang dari ibu dan ayahnya, tapi kenapa dirinya yang di beri hukuman atas tindakan menjijikan yang di lakukan ayahnya kepada sang ibunda.

“Okay, first of all you can't get emotional and don't interrupt me until I'm done talking. lo boleh ngajuin beberapa pertanyaan, tapi setelah gua selesai ngomong. okay?”

Jenan anggukan kepalanya setuju. maka hugo akan mulai kisah yang ia pendam selama tujuh tahun lamanya sendirian, beban pikiran dan pergelutan batin yang selama ini ia alami akan hilang dan ia akan terbebas dari ini semua.

“Gua gak pernah nikahin sena, the reason Sena called me husband was because after surgery the doctor needed approval for signatures from relatives or people closest to her, dan di saat itu status gua yang bukan siapa-siapanya sena bikin gua sama om theo bingung. jadi om theo nyuruh gua buat jadi suami pura-puranya sena, karena itu demi kesembuhan sena juga.”

“Seiring berjalannya waktu, gua gak expec kalo sena bakalan manggil gua suami secara terus menerus. di saat dia bangun dari koma, gua gak mungkin bilang kalo gua bukan siapa-siapanya dia aja ingetnya pas gua masih kuliah dan jadi pacarnya dia. okay maybe we weren't dating, but we were more than friends at that time. and at that time, he didn't know you.”

Jenan mengangguk, memang benar jika pada saat kuliah sena tidak mengenal dirinya. maka jenan tidak bisa salahkan hugo untuk ini semua.

“Next!” merasa mendapat persetujuan dari jenan, hugo lanjutkan kembali ceritanya yang sempat tertunda.

“Satu tahun setelah sena operasi, gua sama om theo mutusin untuk kembali ke korea dan bawa sanka buat tinggal bareng gua sama sena karena gua pikir sena bakalan inget sanka dan kemungkinan besar bisa bikin ingetan sena balik. gua nyempetin buat ke panti asuhan yang nyonya bella bangun, dan ternyata di sana ada Noah. Akhirnya gua mutusin buat adopsi, sebenernya gua mutusin buat adopsi karena gua tahu siapa orang tuanya.”

“Siapa?”

“Lo!” hugo menunjuk jenan tepat di hadapan wajahnya, buat nafas jenan tercekat.

“Maksudnya?”

“Saat gua liat rincian data dari Noah, di sana ternyata ada nama Karla sebagai ibu biologis dari Noah. karena kekurangan biaya, Karla mutusin buat titipin Noah ke panti karena dia gak tega liat anaknya luntang-lantung. Karla nyari lo selama satu tahun setelah kejadian tabrak lari, dan saat dia tahu lo di mana. Lo udah di jodohin lagi sama Lily.”

Jenan rasa ini semua masuk akal. sikap dan kebiasaan noah yang sama persis dengan dirinya kini sudah terjawab, ternyata noah adalah buah hati hasil dari hubungannya dengan karla, bagaimana dirinya bisa lupa kejadian itu. pada saat itu dirinya dan Karla tidak memakai pengaman.

“Setelah tahu semuanya, karla mengalami syok berat akibat tekanan dari ayahnya. dia beberapa kali masuk rumah sakit karena luka akibat cambuk, puncaknya pas dia ngomong kalo dia hamil anak lo. karla di usir dari rumah dan dia hidup luntang-lantung, pas banget gua lagi di korea, karla hubungin gua buat minta bantuan.”

“Akhirnya gua bawa dia ke London, gua beliin dia apart buat dia hidup sendirian. seminggu kemudian gua dapet kabar dari ajudannya sena kalo karla pingsan, dan akhirnya di larikan ke rumah sakit. dokter yang menangani karla bilang kalo karla mengidap kanker darah stadium tiga. dua bulan lalu, gua balik ke london itu bukan buat ibu. gua balik ke sana karena dapet kabar kalo karla komplikasi dan harus di kritis dan puji syukur operasinya berhasil. tapi tuhan berkendak lain, satu bulan berikutnya karla komplikasi dan harus operasi lagi.”

“Di saat-saat terakhir, karla bilang ke gua kalo misalnya dia gak selamat. dia mau donorin matanya buat sena, selama hidupnya karla ngerasa enggak tenang dan selalu di bayang-bayang oleh sena. maka dari itu, gua sama jauzan bekerja sama buat enggak ngasih tau siapapun kalo yang donorin mata buat sena itu adalah karla.”

“Tunggu, dokter jauzan tau ini semua?”

Hugo mengangguk dan menyesap ice americano itu hingga tandas dan tak tersisa. “tau, tapi gua ngasih pesan ke dia kalo lo ataupun sena gak boleh tau soal ini semua sebelum gua yang bilang sendiri.”

Jenan melamun mencerna ini semua, bagaimana bisa hugo dapat menjalani kehidupan yang seperti ini. dengan menyembunyikan kebenaran dan bertanggung jawab penuh atas apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab jenan membuat dirinya sendiri malu. jenan malu dengan hugo, bagaimana teman lamanya ini bisa memiliki hati yang sangat sabar.

“Go, kok lu gak bilang soal karla?!”

“Karna karla yang mau. dia gak mau bebanin lo lagi dengan adanya dia di hidup lo jen, karla sebenernya baik. dia juga ngejelasin kalo anggapan lo soal dia yang pernah nyangka dia sering maen sama kakek lo itu salah.”

Hugo berdiri dari duduknya, di lihatnya jam yang bertengger pada pergelangan tangannya sendiri. pukul sepuluh lewat dua puluh malam, hugo harus segera pulang dan kabari sena bahwa ia akan tiba sebentar lagi.

“Gua izin buat ketemu sena, gua mau jelasin ini semua sama dia juga.”

“Tunggu!”

“Apaan cepet? gua sibuk jen.”

“Kenapa lo bisa sebaik ini sama gua?”

“Because I promised myself to give back everything that was rightfully yours!” hugo menepuk pundak jenan sebelum dirinya hendak melangkahkan kakinya kembali.

Jenan terduduk sendirian ketika hugo meninggalkannya.

Raksa hugo bukanlah seorang yang kuat hatinya, dirinya bukan seorang malaikat yang tidak memiliki rasa rakus. ia lakukan ini semua karena semata-mata untuk membalas kesalahan ayahnya di masa lalu yang mungkin malah di limpahkan padanya. dengan mengorbankan seluruh hidupnya untuk orang yang ia sayang dapat membuat hidupnya lebih berguna, ia akan lakukan.

Jauzan pernah bertanya padanya, kenapa ia bisa mencintai seseorang sampai setulus dan sedalam ini.

Maka hugo dapat jawab dengan pantap, bahwa “because loving sena is not about strings, sena loves jenan more than me. so what can I do? selain mengikhlaskan.”

“Meskipun hidup mas sendiri yang jadi taruhan?”

“Yes.”

a jayhoon au. sequel from kontrak universe.


Jenan bisa rasakan bagaimana rasa cemas yang hinggap di dadanya menggemuruh dan semakin besar tatkala dirinya lihat ruang operasi yang ada Sena di dalamnya. Sena di jadwalkan untuk operasi mata hari ini setelah seminggu yang lalu melalui pengecekan mata dan di nyatakan bisa operasi.

Kala dirinya antar Sena untuk ke rumah sakit dan mengetahui bahwa dirinya akan bisa melihat lagi, Jenan bisa lihat kilatan harapan yang semakin terlihat jelas di kedua mata yang selalu terlihat kosong. Jenan bisa pastikan bahwa operasi yang akan di jalani sena bisa buat kasihnya melihat dunia.

“Om, papi masih lama ya di operasinya? papi pasti kesakitan ya di dalem sana?” bocah berusia tujuh tahun setengah itu tengah duduk anteng dengan boneka beruang cokelat kesayangannya, pemberian dari Jenan. Noah dengan nyaman memeluk dan menyenderkan kepalanya pada dada bidang yang lebih tua.

“Noah takut papi kenapa-napa om, gimana kalo papi nangis karena sakit?”

“Papi kamu kuat, gak bakalan nangis. Nanti kalo papi udah selesai operasinya, dia bisa lihat kamu, om, kakak Archie, kakek Jastara sama nenek Tamara. Jadi, Noah doain papinya supaya kuat ya?”

Jenan tarik senyumnya susah payah untuk yakinkan putra dari kasihnya itu. Dengan sayang, Jenan peluk erat tubuh kecil itu hingga Noah memeluknya balik. Jenan sudah menghubungi Hugo beberapa kali, tetapi hasilnya selalu nihil. Bagaimanapun ia harus memberitahu Hugo jika Sena akan bisa melihat lagi, Jenan rasa mungkin saat Sena buka matanya untuk pertama kali, orang yang dicarinya adalah Hugo dan bukan dirinya.


Noah menggenggam tangan Jenan yang lebih besar dari jari tangannya sendiri, dengan susu kotak rasa coklat yang ia sedot, Noah dengan setia mendampingi sang Papi yang baru saja keluar dari ruang operasi dan di pindahkan ke kamar VVIP yang sudah Jenan pesan khusus agar Sena bisa nyaman dan cepat dalam pengobatannya.

Dokter Jauzan, sebagai dokter yang menangani Sena pun hanya tersenyum melihat Noah yang menatapnya dengan tatapan bulat lucu. “Halo, kamu anaknya papi Sky iya?”

“Iya, halo dokter ganteng!”

“Tenang ya, papinya udah selesai di obatin sama om dokter. Nanti sembuh.”

“Terimakasih, dokter.”

Jauzan mengangguk. “Mas Jenan, Skylar boleh lepas perban setelah seminggu pasca operasi berlangsung, tapi itu juga tergantung bagaimana pulihnya kedua mata Sky. Bisa beberapa minggu juga, namun saya perkirakan bahwa perban Sky seminggu juga boleh di lepas.”

“Baik dok.”

Jauzan mengangguk dan melenggang pergi dengan beberapa perawat yang mengantar Sena sampai ruangan rawat inap tadi, Noah yang kepalang rindu langsung berhambur memeluk lengan sang papi sayang.

“Papi enggak kesakitan kan?”

Sena yang nyatanya sudah lumayan pulih hanya membalas perkataan anaknya itu dengan kekehan lemah, Jenan yang melihat itu langsung menggendong Noah kembali. “Noah sama om Jenan dulu ya? biarin papinya istirahat.”

“Oke om! papi, aku sama om Jenan mau jajan dulu ke kantin. Papi istirahat ya, nanti Noah belikan ice cream kalo udah sembuh!” ucap Noah persis seperti Sky yang selalu janjikan anak itu sesuatu yang manis sebagai hadiah karena dirinya sembuh dari sakit.

“Iya sayang, papi istirahat.”

“Okay, bye-bye papi sayang!”

“Dadah sayang. Oh iya mas Jenan!”

Jenan yang sudah hampir sampai pada pintu keluar pun menghentikan langkahnya seketika. Buat Noah yang ikut berhenti menatap kedua insan yang terdiam membisu, maka dengan nalurinya yang peka akan sekitar, ia langsung keluar duluan dan membiarkan papi dan omnya itu berbicara terlebih dahulu.

“Iya Sky? apa ada yang sakit?”

Sena terkekeh dan menggeleng, “Bukan. Terimakasih karena sudah sabar untuk merawat saya dan juga Noah. Maaf apabila kami merepotkan.”

“Saya senang karena ada kalian, lagi pula saya ikhlas untuk membantu kamu.”

Keduanya sama-sama terdiam. Menyisakan Elektrokardiograf yang terus berbunyi menjadi pengisi ruangan sepi, Sena angkat kembali wajahnya dan raba tubuh Jenan yang ada disampingnya.

“Mas.....”

“Iya?”

“Aku....mau kamu jadi orang pertama yang aku lihat setelah perban dibuka.”

jayhoon very short au.


Senja di Sore hari.

Setahun bukanlah waktu sebentar untuk Jongseong tunggu presensi yang lebih muda kembali pada hidupnya, tebarkan aroma semerbak wewangian yang buat dadanya gemuruh tak karuan.

Salahnya karna buat di cantik marah dan berbalik tinggalkan dirinya sendiri dengan bayang-bayang karma yang ia terima. salahnya karena anggap yang lebih muda hanyalah bayangan dari mantan pacarnya, salahnya—semua ini salahnya.

“Jay, gue rasa kita bakalan nyampe sore atau malem kalo jalanan enggak lagi macet.” Heeseung suarakan pendapatnya agar yang duduk di sampingnya buyar dalam lamunannya.

Heeseung tawarkan dirinya untuk mengemudi kali ini, biarkan tubuh lelahnya sehabis gempuran persiapan skripsi makin lelah. dirinya masih waras ketika melihat kekasih dan temannya berebut untuk mengemudi dalam kondisi yang senang sekaligus panik.

“Sayang, aku ngantuk. nanti kalo sampe bisa bangunin?” Jake posisikan tubuhnya untuk menyandar dan pejamkan mata ketika sudah mendapat persetujuan dari yang lebih tua.

“Seung, Sunghoon gimana keadaannya ya? brengsek banget gue kayaknya.”

Heeseung tak menanggapi dan lebih memilih untuk fokus pada jalanan yang semakin menggelap, pertanda bahwa malam akan tiba.


Heeseung parkirkan mobil bmw hitam itu dipekarangan villa megah milik keluarga Sunghoon. Heeseung lirik Jake dan Jongseong yang terlelap, mungkin Heeseung akan bangunkan jika keduanya sudah cukup tidur selama seminggu ini. Namun, kantong mata yang muncul semakin jelas di wajah kedua orang itu cukup menjadi alasan buat Heeseung tidak bangunkan keduanya.

Dirinya memilih turun dan bunyikan bel beberapa kali, hingga wanita cantik dengan dress panjang berwarna putih keluar dengan rambut yang disanggul. ibunda Sunghoon tersenyum ketika lihat presensi Heeseung.

“Selamat malam tante, maaf mengganggu waktu istirahatnya. perkenalkan nama saya heeseung, kakak tingkat Sunghoon selama kuliah di bandung.” Heeseung bungkukan tubuhnya sebagai salam penghormatan.

Namira tersenyum dan mengelus rahang heeseung, “Malam nak, kamu kesini karna diberitahu oleh nak Jaemin kan? Sunghoon ada di dalam, mari!”

“Sebelumnya maaf tante, sebenarnya saya kesini tidak sendiri. disana masih ada dua oranh lagi, Jake dan Jongseong.” heeseung tunjuk mobilnya, mengarahkan Namira untuk melihat kedua orang yang terlelap di sana.

“Bangunkan saja dulu nak, suruh nak Jake untuk tidur di kamar. sementara itu, biarkan Jongseong menemui Sunghoon di halaman belakang!”

Heeseung hanya terdiam. seingatnya, Jongseong tidak pernah bercerita bahwa ia telah bertemu dengan ibunda Sunghoon selama setahun terakhir, lantas mengapa ibunda Sunghoon mengenal temannya?

“Sunghoon sering menyebut nama Jongseong dalam tidurnya, tante bisa simpulkan bahwa dia sangat special untuk Sunghoon.”

Ah, tentu saja.


Semilir angin malam menerpa surai legam Sunghoon yang sudah panjang. dengan cardigan putih dan juga selendang senada, Sunghoon terlihat sangat anggun dan juga menawan.

Songseong sudah berdiri di belakang sunghoon selama dua puluh menit, menatap punggung rapuh yang terbalut pakaian tebal itu dengan tatapan sendu.

“Sunghoon, ini kakak.”

Jongseong langkahkan kakinya untuk mendekat secara perlahan pada Sunghoon yang tatapannya kosong, dengan duduk di sebuah kursi roda. Jongseong samakan tingginya dengan Sunghoon, genggam tangan pucat itu untuk ia kecup beberapa kali.

“Hei. apa kabar?”

Hening. Sunghoon bahkan tidak alihkan pandangannya.

Jongseong tersenyum, tangannya ia gunakan untuk merapihkan poni Sunghoon yang menutupi matanya.

“Kemana aja kamu selama ini? jangan ngumpet dari kakak lagi ya?”

“Kakak nyari kamu selama ini sayang, kakak cari kamu sampe ke surabaya sama Jake. dia mau minta maaf, kakak juga mau minta maaf sama kamu. Dimaafin enggak?”

Jongseong tatap kedua netra yang biasa penuh cahaya saat melihatnya itu kini malah meredup. kulit wajah yang semakin pucat, tubuh yang semakin mengecil buat Jongseong tidak kuasa tahan tangisnya dalam diam.

“Oh iya. kakak enam bulan lagi wisuda, kamu doain aja kakak skripsiannya lancar. doain Heeseung juga soalnya dia udah persis kaya remaja jompo kurang tidur, dosen pembimbingnya rese katanya...”

“Untung kakak dapet dosen pembimbing yang baik, kamu tahu kan ibu Arum pengampu mata kuliah sosiologi? beliau yang bimbing kakak. nanti pas wisuda kamu datang kan? kakak pengen lihat wajah kamu waktu kakak keluar aula wisuda sambil bawa gelar....”

Tak jauh dari tempat dirinya dan Sunghoon berada, ada Jake dan Namira yang terharu. Jake tahu bagaimana perjuangan Jongseong untuk temukan Sunghoon, Jake juga tahu seberapa gilanya Joengseong ketika dapati Sunghoon mendadak hilang dari hidupnya.

“Bunda sangat berterimakasih Jake, maaf waktu itu bunda tidak beritahu keberadaan Sunghoon pada kamu. saat itu bunda terlalu panik, Sunghoon datang bersama jaemin dalam kondisi yang seperti sekarang. melamun dan banyak diam, seperti orang yang kehilangan jiwa.”

“Pada saat ayahnya meninggal juga dia seperti ini, bahkan lebih parah. dengan adanya orang-orang tersayangnya bunda harap Sunghoon mau untuk berbicara kembali.”

Jake tidak banyak bicara, dirinya tatap kembali Jay yang kini sudah dorong kursi roda Sunghoon untuk mengelilingi taman belakang pada keadaan malam hari. dalam hatinya Jake selalu berdoa untuk kebahagiaan keduanya.

Sunghoon pantas untuk bahagia, Jongseong juga.

Semua orang berhak bahagia. Tentu saja.

jayhoon very short au.


Senja di Sore hari.

setahun bukanlah waktu sebentar untuk jongseong tunggu presensi yang lebih muda kembali pada hidupnya, tebarkan aroma semerbak wewangian yang buat dadanya gemuruh tak karuan.

salahnya karna buat di cantik marah dan berbalik tinggalkan dirinya sendiri dengan bayang-bayang karma yang ia terima. salahnya karena anggap yang lebih muda hanyalah bayangan dari mantan pacarnya, salahnya—semua ini salahnya.

“jay, gue rasa kita bakalan nyampe sore atau malem kalo jalanan enggak lagi macet.” heeseung suarakan pendapatnya agar yang duduk di sampingnya buyar dalam lamunannya.

heeseung tawarkan dirinya untuk mengemudi kali ini, biarkan tubuh lelahnya sehabis gempuran persiapan skripsi makin lelah. dirinya masih waras ketika melihat kekasih dan temannya berebut untuk mengemudi dalam kondisi yang senang sekaligus panik.

“sayang, aku ngantuk. nanti kalo sampe bisa bangunin?” jake posisikan tubuhnya untuk menyandar dan pejamkan mata ketika sudah mendapat persetujuan dari yang lebih tua.

“seung, sunghoon gimana keadaannya ya? brengsek banget gue kayaknya.”

heeseung tak menanggapi dan lebih memilih untuk fokus pada jalanan yang semakin menggelap, pertanda bahwa malam akan tiba.


heeseung parkirkan mobil bmw hitam itu dipekarangan villa megah milik keluarga sunghoon. heeseung lirik jake dan jongseong yang terlelap, mungkin heeseung akan bangunkan jika jongseong dan jake sudah cukup tidur selama seminggu ini. namun, kantong mata yang muncul semakin jelas di wajah kedua orang itu cukup menjadi alasan buat heeseung tidak bangunkan keduanya.

dirinya memilih turun dan bunyikan bel beberapa kali, hingga wanita cantik dengan dress panjang berwarna putih keluar dengan rambut yang disanggul. ibunda sunghoon tersenyum ketika lihat presensi heeseung.

“selamat malam tante, maaf mengganggu waktu istirahatnya. perkenalkan nama saya heeseung, kakak tingkat sunghoon selama kuliah di bandung.” heeseung bungkukan tubuhnya sebagai salam penghormatan.

namira tersenyum dan mengelus rahang heeseung, “malam nak, kamu kesini karna diberitahu oleh nak jaemin kan? sunghoon ada di dalam, mari!”

“sebelumnya maaf tante, sebenarnya saya kesini tidak sendiri. disana masih ada dua oranh lagi, jake dan jongseong.” heeseung tunjuk mobilnya, mengarahkan namira untuk melihay kedua orang yang terlelap di sana.

“bangunkan saja dulu nak, suruh nak jake untuk tidur di kamar. sementara itu, biarkan jongseong menemui sunghoon di halaman belakang!”

heeseung hanya terdiam. seingatnya, jongseong tidak pernah bercerita bahwa ia telah bertemu dengan ibunda sunghoon selama setahun terakhir, lantas mengapa ibunda sunghoon mengenal temannya?

“sunghoon sering menyebut nama jongseong dalam tidurnya, tante bisa simpulkan bahwa dia sangat special untuk sunghoon.”

ah, tentu saja.


semilir angin malam menerpa surai legam sunghoon yang sudah panjang. dengan cardigan putih dan juga selendang senada, sunghoon terlihat sangat anggun dan juga menawan.

jongseong sudah berdiri di belakang sunghoon selama dua puluh menit, menatap punggung rapuh yang terbalut pakaian tebal itu dengan tatapan sendu.

“sunghoon, ini kakak.”

jongseong langkahkan kakinya untuk mendekat secara perlahan pada sunghoon yang tatapannya kosong, dengan duduk di sebuah kursi roda. jongseong samakan tingginya dengan sunghoon, genggam tangan pucat itu untuk ia kecup beberapa kali.

“hei. apa kabar?”

hening. sunghoon bahkan tidak alihkan pandangannya.

jongseong tersenyum, tangannya ia gunakan untuk merapihkan poni sunghoon yang menutupi matanya.

“kemana aja kamu selama ini? jangan ngumpet dari kakak lagi ya?”

“kakak nyari kamu selama ini sayang, kakak cari kamu sampe ke surabaya sama jake. dia mau minta maaf, kakak juga mau minta maaf sama kamu. dimaafin enggak?”

jongseong tatap kedua netra yang biasa penuh cahaya saat melihatnya itu kini malah meredup. kulit wajah yang semakin pucat, tubuh yang semakin mengecil buat jongseong tidak kuasa tahan tangisnya dalam diam.

“oh iya. kakak enam bulan lagi wisuda, kamu doain aja kakak skripsiannya lancar. doain heeseung juga soalnya dia udah persis kaya remaja jompo kurang tidur, dosen pembimbingnya rese katanya...”

“untung kakak dapet dosen pembimbing yang baik, kamu tahu kan ibu arum pengampu mata kuliah sosiologi? beliau yang bimbing kakak. nanti pas wisuda kamu datang kan? kakak pengen lihat wajah kamu waktu kakak keluar aula wisuda sambil bawa gelar....”

tak jauh dari tempat dirinya dan sunghoon berada, ada jake dan namira yang terharu. jake tahu bagaimana perjuangan jongseong untuk temukan sunghoon, jake juga tahu seberapa gilanya joengseong ketika dapati sunghoon mendadak hilang dari hidupnya.

“bunda sangat berterimakasih jake, maaf waktu itu bunda tidak beritahu keberadaan sunghoon pada kamu. saat itu bunda terlalu panik, sunghoon datang bersama jaemin dalam kondisi yang seperti sekarang. melamun dan banyak diam, seperti orang yang kehilangan jiwa.”

“pada saat ayahnya meninggal juga dia seperti ini, bahkan lebih parah. dengan adanya orang-orang tersayangnya bunda harap sunghoon mau untuk berbicara kembali.”

jake tidak banyak bicara, dirinya tatap kembali jay yang kini sudah dorong kursi roda sunghoon untuk mengelilingi taman belakang pada keadaan malam hari. dalam hatinya jake selalu berdoa untuk kebahagiaan keduanya.

sunghoon pantas untuk bahagia, jongseong juga.

semua orang berhak bahagia.

a jayhoon very short au.


Enam bulan sudah cukup Jongseong lalui sendirian dengan bayang-bayang rasa salah pada si cantik yang entah bagaimana kabarnya sekarang. Enam bulan, sudah dirinya tunggu kabar baik dari beberapa kenalannya yang ada disurabaya, dirinya kenal dengan beberapa mahasiswa di sana karena kampusnya rutin mengadakan kunjungan kampus seperti beberapa bulan kebelakang.

dirinya sudah menginjak semester enam, tinggal menghitung beberapa bulan saja gelar s1 akan ia dapatkan, bergelut dengan skripsi akan ia laksanakan. namun, bagaimana dengan kabar ci cantik yang entah kapan akan muncul ke permukaan.

jongseong bukan tipikal orang yang akan dengan mudah lupa dengan sesuatu yang amat sangat ia sukai.

“aku pengennya wisuda di datengin kamu sambil bawa bucket bunga sayang, tapi kesalahan aku di masa lalu kayaknya bikin kamu gamau ketemu aku lagi ya?”

jongseong bukan tipikal orang yang akan blak-blakan bilang kalo dirinya akan perlihatkan cintanya pada seseorang, namun untuk sunghoon ia akan lakukan.

“jong, enam bulan lo bulak-balik bandung—surabaya itu dapetin apa? lo cuman nelen pil pahit doang dengan cari sunghoon padahal lo gatau dia masih di sana atau enggak. stop lah jong, siapa tahu sunghoon udah bahagia sama dunianya yang baru!”

heeseung nyatanya akan selalu setia di sampingnya setiap saat, mengoceh jika dirinya lelah akan tingkah jongseong yang seperti orang gila karena mencari seseorang tanpa tahu kabarnya.


satu tahun.

satu tahun sudah jongseong tunggu di cantik yang senan tiasa gemakan tawa indah di gendang telinganya bak syair merdu yang mengalun terbawa angin diikuti oleh taburan bunga dari pohon rindang.

“semester tujuh, masa gak ada gandengan jong? wisuda gue mau ajak calon tunangan gue dah kayaknya.”

“iya nih, jay anteng ngejomblo mulu. nunggu orang surabaya yang gak ada kabar sampe sekarang kah? siapa tau dia udah di jodohin jay.”

nyatanya jongseong hanya balas dengan kekehan singkat, begitu setia dengan keyakinannya.

kalaupun sunghoon sudah punya gandengan, jongseong masa bodo jika tidak melihat secara langsung oleh kedua netranya sendiri. selama ia masih belum mendengar kabar dari cantiknya, ia akan selalu percaya bahwa sunghoon juga sedang menunggunya.

“jake, lo udah kirim agen pelacak yang ke berapa hari ini? kali ini biar gue lagi yang bayar, minggu besoknya terserah siapa aja.”

nyatanya jongseong masih percaya jika usahanya dan jake akan membuahkan hasil. setiap libur semester jongseong akan sempatkan dirinya untuk menginap di surabaya dan berkeliling di sana bersama dengan heeseung dan jake untuk mencari sunghoon.

libur ujian tengah semester jongseong selalu sempatkan kesana walaupun sudah di tegur beberapa kali oleh heeseung karena dirinya belum lengser dari keanggotaan BEM tetapi sudah lepas tanggung jawab. maka jongseong putuskan untuk tinggalkan keanggotaan itu untuk fokus pada misinya.

“jay gua tidur di kamar sebelah ya, gua mau nyoba hubungin lagi beberapa kenalan yang sempet liat orang yang kaya sunghoon.”

“oke jake, thanks and good luck!”

entah semesta sudah mengasihaninya atau apa, tapi malam ini jake dan jay tiba-tiba mendapat sebuah pesan yang isinya menyatakan jika sunghoon berada dimana.

“jay! gue tau sunghoon dimana!”

“kak jaemin chat gue, jay !”

a jayhoon very short au.


Enam bulan sudah cukup Jongseong lalui sendirian dengan bayang-bayang rasa salah pada si cantik yang entah bagaimana kabarnya sekarang. Enam bulan, sudah dirinya tunggu kabar baik dari beberapa kenalannya yang ada disurabaya, dirinya kenal dengan beberapa mahasiswa di sana karena kampusnya rutin mengadakan kunjungan kampus seperti beberapa bulan kebelakang.

dirinya sudah menginjak semester enam, tinggal menghitung beberapa bulan saja gelar s1 akan ia dapatkan, bergelut dengan skripsi akan ia laksanakan. namun, bagaimana dengan kabar ci cantik yang entah kapan akan muncul ke permukaan.

jongseong bukan tipikal orang yang akan dengan mudah lupa dengan sesuatu yang amat sangat ia sukai.

“aku pengennya wisuda di datengin kamu sambil bawa bucket bunga sayang, tapi kesalahan aku di masa lalu kayaknya bikin kamu gamau ketemu aku lagi ya?”

jongseong bukan tipikal orang yang akan blak-blakan bilang kalo dirinya akan perlihatkan cintanya pada seseorang, namun untuk sunghoon ia akan lakukan.

“jong, enam bulan lo bulak-balik bandung—surabaya itu dapetin apa? lo cuman nelen pil pahit doang dengan cari sunghoon padahal lo gatau dia masih di sana atau enggak. stop lah jong, siapa tahu sunghoon udah bahagia sama dunianya yang baru!”

heeseung nyatanya akan selalu setia di sampingnya setiap saat, mengoceh jika dirinya lelah akan tingkah jongseong yang seperti orang gila karena mencari seseorang tanpa tahu kabarnya.


satu tahun.

satu tahun sudah jongseong tunggu di cantik yang senan tiasa gemakan tawa indah di gendang telinganya bak syair merdu yang mengalun terbawa angin diikuti oleh taburan bunga dari pohon rindang.

“semester tujuh, masa gak ada gandengan jong? wisuda gue mau ajak calon tunangan gue dah kayaknya.”

“iya nih, jay anteng ngejomblo mulu. nunggu orang surabaya yang gak ada kabar sampe sekarang kah? siapa tau dia udah di jodohin jay.”

nyatanya jongseong hanya balas dengan kekehan singkat, begitu setia dengan keyakinannya.

kalaupun sunghoon sudah punya gandengan, jongseong masa bodo jika tidak melihat secara langsung oleh kedua netranya sendiri. selama ia masih belum mendengar kabar dari cantiknya, ia akan selalu percaya bahwa sunghoon juga sedang menunggunya.

“jake, lo udah kirim agen pelacak yang ke berapa hari ini? kali ini biar gue lagi yang bayar, minggu besoknya terserah siapa aja.”

nyatanya jongseong masih percaya jika usahanya dan jake akan membuahkan hasil. setiap libur semester jongseong akan sempatkan dirinya untuk menginap di surabaya dan berkeliling di sana bersama dengan heeseung dan jake untuk mencari sunghoon.

libur ujian tengah semester jongseong selalu sempatkan kesana walaupun sudah di tegur beberapa kali oleh heeseung karena dirinya belum lengser dari keanggotaan BEM tetapi sudah lepas tanggung jawab. maka jongseong putuskan untuk tinggalkan keanggotaan itu untuk fokus pada misinya.

“jay gua tidur di kamar sebelah ya, gua mau nyoba hubungin lagi beberapa kenalan yang sempet liat orang yang kaya sunghoon.”

“oke jake, thanks and good luck!”

entah semesta sudah mengasihaninya atau apa, tapi malam ini jake dan jay tiba-tiba mendapat sebuah pesan yang isinya menyatakan jika sunghoon berada dimana.

“jay! gue tau sunghoon dimana!”

“kak jaemin chat gue, jay !”


bxb—jayhoon au, cw// kissing, adult scene 18+, isinya omongan jorok.

Di larang menyebarkan link serta pw, narasi lumayan panjang jadi kalian bacanya santai aja ya. Happy reading.


Bandung, 03 Februari 2023. 19.30 pm.

Kota Bandung merupakan sebuah kota yang di gadang-gadang memiliki sejuta keindahan serta keunikan alam yang membuat orang dari luar daerah mengunjunginya, kota yang terkenal dengan sebutan kota kembang ini ternyata memang memiliki penduduk yang rata-rata seperti kembang.

Indah parasnya, indah tutur katanya, sopan nan santun, hingga membuat siapa saja terpana. Sama halnya dengan pria manis yang baru menginjak usianya yang ke dua puluh dua tahun desember kemarin.

Nayaka Morozova namanya.

Pria yang memiliki paras cantik nan juga tampan, digandrungi oleh banyak wanita serta pria dari mulai ABG hingga pria mapan berstatus direktur atau berpenghasilan jutaan hingga milyaran seperti pacarnya, Raditya Arkana.

Lelaki bersurai hitam legam dengan pakaian santai rumahan, serta celana pendek sepaha itu tengah terkekeh geli setelah dirinya mengirim foto badannya yang sebenarnya diambil sebulan lalu ketika mencoba beberapa pakaian khusus dinas yang dibelikan oleh pacarnya tempo hari.

Mungkin pacarnya itu lupa dengan model apa saja yang ia check out pada keranjang aplikasi belanja online di smartphone miliknya, sehingga tidak sadar bahwa itu foto bulan kemarin yang bahkan pernah Nayaka kirim padanya.

“Padahal dia yang beli, dia yang lupa modelnya gimana.” ujar Nayaka kemudian tertawa semakin kencang.

Tawa Nayaka semakin terdengar jelas ketika pacarnya itu mengirimkan rentetan bubble yang mengatakan bahwa dirinya akan langsung pulang karena pancingan fotonya ternyata berhasil, dirinya yang masih mengunyah apel merah segar kini mulai berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekali lagi.

Sekitar dua puluh menit akhirnya Nayaka keluar dari kamar mandi dengan pakaian kurang bahan yang biasa disebut dengan lingering. Nayaka memilih untuk memakai ini saja karena ia sudah lumayan bosan dengan pakaian yang lainnya.

Lingering yang ia pakai berwarna merah maroon, sangat kontras dengan kulitnya yang seputih susu. Lingering itu ia balut sengan baju tidur berbentuk dress panjang yang biasa ia pakai untuk luaran, semerbak aroma vanilla serta mawar memenuhi kamar milik keduanya.

Nayaka duduk didepan meja rias untuk memoles wajahnya agar terlihat sempurna, bagaimanapun malam ini ia ingin membuat pacar sekaligus calon masa depannya itu bahagia serta merasa puas. Polesan terakhir yang diberikan pada bibir chery-nya menjadi tanda bahwa ini adalah tahap terakhir dari persiapan dirinya. Lip Balm perisa strawberry menjadi pilihan ketika Nayaka menuntaskan merias dirinya.

Ketika dirinya baru saja akan pergi ke luar kamar. Telinganya tangkap bunyi pin yang sedang ditekan dengan terburu-buru, dirinya terkekeh kembali dan melangkah ke arah pintu masuk bertepatan dengan pintunya yang terbuka.

“Halo, sayang....” sapanya manis, buat bulu kuduk yang lebih tua meremang.

“Sayang, you're so fucking beautifull.”

“Thank You Mr. Arkan.”

Arkan melangkah maju dan hendak memeluk Nayaka yang langsung beringsut mundur. Membuat cebikan bibir pada yang lebih tua, bersedih.

“Ayy....I want to hug, kiss you!”

Nayaka menggerakan jari telunjuknya seolah memberi isyarat 'No, no, no' pada anak kecil yang akan mencuri satu buah nugget kesukaannya. “Enggak Aa! Aa mandi dulu, sementara itu i will prepare your dinner, special dinner. Five rounds!” ujar Nayaka diakhiri dengan kedipan mata.

“Oke, Aa mandi sekarang! tapi awas aja kalo kamu kabur ya.”

“Aku mau nyiapin makanan kamu, kok kabur.” balas Nayaka.

Arkana yang nafsunya sudah di ujung langsung saja melesat pergi ke dalam kamar untuk membersihkan diri sesuai apa yang diperintahkan oleh si cantiknya.

Melihat kelakuan pacarnya, Nayaka tidak bisa menahan gelora dirinya untuk tertawa kencang. Sampai-sampai ia dibuat meneteskan air mata.

“Aa nih, nafsunya gede banget ya. Kalo misalkan aku nikah sama dia, seharian digempur kayaknya.” ujar Nayaka bermonolog.


Arkana yang sudah selesai dengan agenda membersihkan diri langsung keluar dengan dada telanjang serta celana boxer kesayangannya.

“Mau makan sekarang, Aa?”

Arkana yang masih fokus dengan memilah dan memilih baju yang akan ia pakai langsung putarkan kepalanya ke arah belakang, lihat si cantik yang bersuara. Dengan kedua matanya sendiri, Arkan bisa lihat tubuh molek milik Nayaka yang terpampang sangat jelas dibakut oleh lingering berwarna merah maroon, sungguh sangat cantik.

Nayaka terkekeh dan menepuk bagian samping kasur yang ia duduki mengajak pacarnya untuk bergabung bersamanya. Di tangan Nayaka sepiring makanan untuk ia berikan pada Arkan, kedua mata Arkan masih tidak lepas dari Nayaka yang kini tengah tersenyum manis.

“Aa makan dulu, udah lewat jam makan malam soalnya. Mau Naya suapin?”

Tidak ada jawaban, sampai tiba-tiba saja Arkan mengangkat tubuh Nayaka dan ia dudukan di atas pangkuannya.

“Astaga Aa! untung makanannya enggak tumpah!”

“Maaf sayang, suapin makannya. Kamu masak apa aja itu?”

“Ada capcay sama ayam goreng. Mau makan sekarang?” tanya Nayaka dan mendapat anggukan dari Arkan.

Sepuluh menit Nayaka bertugas menjadi babysitter pacarnya sendiri, menyuapi bayi besarnya itu dengan telaten. Namun, pada suapan terakhir sepertinya Arkan sengaja membuat tubuh Nayaka bergerak maju-mundur sehingga kejantanan mereka terus bergesekan.

“Mhm.....Aa, sesuap lagi abis itu boleh makan aku. Jangan A—ahk sekarang!”

Arkan terkekeh kemudian mencium pipi yang lebih muda, “Okay!” final Arkan. Nayaka pergi menuju dapur, sedangkan Arkan pergi untuk menggosok giginya lagi.


Nayaka dan Arkan kini sudah berada pada ranjang yang sama, keduanya masih sama-sama menyelami tatapan masing-masing. Arkan yang sudah tidak kuat langsung menarik tubuh Nayaka agar lebih mendekat padanya.

“Aku mau kamu!” bisiknya sensual pada telinga milik Nayaka, buat pertahanan dirinya runtuh.

Arkan dengan lembut lumat bibir merah Nayaka, awalnya berikan kecupan-kecupan, lalu lumatan-lumatan yang buat Nayaka merasa sedang terbang di atas awan. Buat gejolak sexualnya meningkat, ia balikan posisinya untuk menunggangi pacarnya yang ternyata memilih untuk bangun dan duduk.

“Mhm...Akh, Aahh....”

“Mau pake light mode aja sayang?” goda Arkan sambil terus mencium telinga Nayaka—titik lemahnya.

“Akh...ahh. Jangan goda aku mulu ah!”

“Kan suka Light mode katanya, biar aa nyalain lampunya. Sambil ngesex.”

“Gamau ah aa, malu entar keliatan semuanya!”

“Ya biarin aja, kan aa juga udah tahu semuanya.”

Nayaka menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu menggeleng ribut, “Matiin aa ih lampunya!”

“Nanti enggak keliatan apa-apa.”

“PAKE LAMPU TIDUR AA! UDAH AH AKU MALES, GAJADI NIH SANGENYA!”

“Eyy, bibirnya minta dicium itu. Sunga-sange mulu!”

“Yes, daddy. Please, cium sampe nangis. Mau!”

“Astaga...” Arkan kembali meraup bibir chery itu hingga kembali bengkak. Tinggalkan desahan nikmat yang lolos dari mulut cantiknya.

Arkan usap-usap pungung yang lebih muda, perlahan membuka tali sebesar spaghetti yang melilit di badan si cantik. Arkan akan tanggalkan seluruh pakaian yang melekat pada tubuh pacarnya, ia ingin lihat tubuh bugil milik pacarnya.

“Fucking beautifull, baby.” Arkan tak kuasa menahan nafsu, ia lepas pagutan pada bibir si cantik dan beralih pada dada pink milik kesayangannya. Ia pilin, jilat, hisap dan lumat hingga yang lebih muda teriakan namanya dalam desahan sensual.

“Aah—Aa....Ahh..Mmmph...”

“You're so delicious, baby...”

Arkan balikan kembali posisinya, ia rebahkan Nayaka yang kini sudah lemah dan lemas karena cumbuannya. Ia arahkan tangannya untuk buka kain terakhir yang melekat di badan yang lebih muda, hingga kejantanan milik cantiknya sudah menegang sempurna.

Dengan gerakan yang terburu-buru Arkan lepas celana boxer kebanggaannya hingga tampilkan kejantanan yang sama tegangnya dengan milik si cantik. Buat Nayaka secara tidak sadar teguk ludahnya sendiri.

“Aa, kok makin gede?”

“Gara-gara kamu manjain terus.” ucap Arkan, kemudian dirinya bawa yang lebih muda pada ciuman panas lagi.

“Aa, Ngh...ahh masukin aku cepethh—Nghh. Aa jangan dijilat ah—”

Arkan jilati lubang kenikmatan yang akan ia bobol lagi pada malam ini, berikan pelumas alami untuk cantiknya agar tidak kesakitan. Ia berikan kecupan pada kejantanan Nayaka hingga undang desahan keras untuk namanya.

“Ahhhh—aa cium aku ahh....mau...”

“Mau apa cinta?”

“Masukin...m-mau masukin Aa—hhh...”

Bagaimana Arkan bisa menolak permintaan pacarnya yang sudah gemakan namanya dalam desahan indah itu, maka dengan perlahan ia lumuri kejantanannya itu dengan pelumas, dengan terburu ia arahkan kejantanannya pada lubang berkedut milik Nayaka.

“AHH—AKH AA, ENAK!”

Nayaka gerakan pinggulnya tidak sabaran ketika ia rasa Arkan masih diam dan bermaksud untuk membuatnya terbiasa, namun Nayaka lebih mementingkan kenikmatan daripada rasa sakit dan ngilunya.

Arkan terkekeh ketika Nayaka yang dibawahnya kesusahan untuk gerakan pinggulnya, “Mau di atas, sayang?”

“M-mau Aa, Akh...cepet...”

“As you wish, sayang.”

Maka dalam sekejap saja Nayaka sudah berubah posisi dan menunggangi Arkan, dirinya menatap Arkan tepat di bawahnya. Bibirnya ia gigit ketika belum mendapat aba-aba untuk bergerak dari Arkan.

“Aa....” rengeknya.

“Go!”

Maka dengan nafsu yang sudah di ubun-ubun, Nayaka goyangkan pinggulnya untuk maju dan mundur dengan tempo yang terbilang sangat cepat. Buat Arkan kewalahan karena nikmatnya, ia pilin nipple pink milik Nayaka hingga yang lebih muda lengkungkan tubuhnya sambiltumbuk prostatnya sendiri dengan kejantanan Arkan.

“Ahh—AA ENAK AKH! AA MAU...MAU KELUAR AAAAH....” putihnya keluar.

Nayaka melemas dan langsung memeluk Arkan yang terkekeh, manis sekali pacarnya ini. Ia balikan tubuh yang lebih muda untuk tertidur di bantal yang empuk. Matanya menatap Nayaka yang masih menikmati putihnya, Arkan menggoyangkan pinggulnya pelan untuk mengerjai yang lebih muda.

“Aa..Ahh...Akh...Hmmngh....”

“Masih kuat enggak sayang?”

Nayaka mengangguk, “Aa belum keluar, terusin aja.”

Arkan raih remot control yang ada di nakas miliknya untuk membuka tirai yang menghalangi cermin besar yang ada dikamarnya. Saat tirai itu terbuka, Nayaka langsung bisa melihat pantulan dirinya yang menyamping serta kejantanan Arkan yang masih bertaut dengan lubang miliknya.

Kedua pipinya memerah ketika Arkan munculkan kepalanya dari balik pundak yang lebih muda, berikan kecupan kupu-kupu sebagai tanda bahwa ia akan memulai kembali.

“Aku...cantik...”

Arkan terkekeh, “Cantik sayang, selalu cantik.”

Arkan goyangkan pinggungnya kembali hingga menghentak, buat Nayaka seolah melayang tinggi, buat kedua matanya merem-melek menikmati. Wajahnya kembali memerah ketika ia lihat bagaimana keluar masuknya kejantanan Arkan pada lubangnya.

“Ahh....ENAK AA, MORE!”

“Gini, hm?” Arkan hentakkan kejantanannya hingga masuk lebih dalam, buat jeritan kenikmatan itu mengalun indah.

“Aa—”

“Hm...?”

“Akh...Ah....I'm tasty?”

“Yeah...Nghh—hah....You're so tasty!”

“Cium aku!”

Tiga puluh menit Arkan hampir mencapai putihnya, sementara Nayaka sudah keluar sebanyak tiga kali. Arkan memeluk Nayaka ketika dirasa putihnya hampir keluar, buat persenggamaan keduanya semakin dalam hingga desahan serta bunyi kecipak basah memenuhi ruangan.

“AAHK—AHHH AA MAU KELUAR!”

“BARENG SAYANG!”

“AAAA....AA AKH, AAAHHHH—”

“Ahhh—”

Arkan dan Nayaka hembuskan nafasnya lega ketika nikmatnya menjadi nyata. Arkan tatap pantulan dirinya dan juga pacarnya, terkekeh ketika lihat Nayaka menutup matanya karena lelah.

“Udah aja ya? Aa enggak tega liat kamu kecapean gini.” ujar Arkan melepaskan tautan dirinya dan juga Nayaka, buat sang pacar langsung berbalik terkejut.

“Aa, baru dua ronde!”

Arkan yang berjalan ke arah tempat dirinya menyimpan minum hanya terkekeh. Ia menuangkan air putih pada gelasnya dan juga gelas Nayaka, takut jika pacarnya degidrasi karena ini sudah satu jam mereka melakukan sex.

“Kamunya capek Naya sayang, minum dulu.” dan langsung diterima oleh Nayaka.

Setelah dirasa cukup mengisi dahaga, Arkan hendak pergi ke kamar mandi untuk bersihkan diri. Namun, Nayaka memanggilnya dengan nada sensual.

“Aa, lihat aku!”

Nayaka kini sedang berbaring dengan melebarkan kakinya, membuat lubang yang berisikan sperma Arkan yang masih mengalir jelas terlihat. Kemudian Nayaka merubah posisinya menjadi menungging, menggoyangkan pantatnya hingga buat kejantanan Arkan berdiri tegak kembali.

“Sayang....”

“Tiga ronde lagi, Aa...ya..”

Arkan bersumpah Nayaka-nya dalam mode seperti ini sangat amat cantik, seratus kali lebih cantik dengan Nayaka yang baik dan penurut serta polos. Arkan mendekat ke arah Nayaka dan menggedongnya untuk ia bawa ke kamar mandi.

“Aku hukum kamu sambil mandi.”

“Tiga ronde lagi ya?” kekeuh Nayaka.

“Sampe kamu nangis minta berhenti.”

“Kalo gitu aku gamau berhenti!”

“Nakal!”

“AKH—AHH...AA JANGAN DIGIGIT PUTINGNYA!”


written by ©vivi.