Tok...tok...tok
Suara ketukan pintu yang Rumi dengar kini malah semakin menjadi. Logikanya orang gila mana yang mengetuk bilik toilet yang tengah di pakai oleh orang lain di dalam toilet sebuah mall? bukankah toilet mall memiliki beberapa bilik toilet yang kosong? lantas dengan alasan apa orang di balik pintu sana terus saja mengganggu kegiatan khusu-nya dalam menyetorkan panggilan alam.
“Apa sih anjir ini orang ganggu banget sumpah?” Rumi merutuk dalam hati.
Niat hati ingin menuntaskan mulasnya dengan tenang langsung kandas begitu saja ketika suara ketukan kembali terdengar. Emosi yang sudah tak terbendung membuat Rumi memberanikan diri membalas ketukan itu tidak kalah kencang.
“Mas bisa gak ke bilik sebelah aja? saya lagi pake bilik ini loh? gak sopan banget ganggu orang lain yang lagi ada panggilan alam!”
Karena sudah jengah dan rasa mulasnya mendadak hilang, akhirnya Rumi memutuskan untuk keluar saja, toh orang yang mengetuk tadi sudah hilang—pikirnya. Karena sudah muak dan emosi, Rumi tidak memperhatikan bahwa ternyata orang yang terus-terusan mengganggunya masih berada di depan bilik toilet dan menyender pada tembok.
Rumi yang hendak keluar langsung berteriak kaget ketika orang yang ia pikir sudah pergi malah tengah berdiri menyender dan menunggunya keluar. Rumi menatap orang yang kini tengah tersenyum miring di depannya, oh tidak. Orang ini yang ia tabrak tadi hingga jatuh tersungkur.
“Jadi gimana? sudah ada waktu senggang untuk mengobrol dengan saya?” orang itu mulai membuka obrolan dengan Rumi yang masih mematung karena terkejut bukan main.
“O-om maaf, tadi saya beneran enggak sengaja nabrak. Soalnya saya kebelet banget udah di ujung.” ucap Rumi mulai memelas.
Namun, bukannya memaafkan Rumi. Orang itu malah melangkah maju dan itu membuat Rumi otomatis melangkah mundur hingga kembali masuk ke dalam bilik toilet, orang tadi juga ikut masuk dan langsung mengunci pintu bilik toilet yang mana membuat Rumi melotot kaget sekaligus takut.
“Om maksudnya apa ya? om mau cabulin saya ya?” balas Rumi, panik.
“Kan mau ngobrol. Kata kamu tadi ngobrolnya pas ada waktu senggang, sekarang kamu lagi senggang kan?”
Rumi bergidik takut ketika orang di hadapannya mulai mencondongkan wajahnya ke depan wajahnya sendiri dan hampir menyentuh pipi Rumi. Rumi memejamkan matanya, pasrah dengan nasibnya yang entah berakhir bagaimana.
“Om jangan om, saya mohon. Saya masih suci, jangan di rusak om. Saya juga belum nikah.” Rumi terus berjalan mundur hingga punggungnya bersentuhan dengan tembok toilet.
Rayyan tersenyum miring ketika sosok di hadapannya mulai terduduk di atas wc duduk yang sudah tertutup, karena bilik toilet yang sempit dan ruangnya yang terbatas, Rumi pasrah saja dan terduduk di atas wc dengan kaki gemetar. Rayyan bisa lihat wajah ketakutan orang di hadapannya, terlihat dari bahunya yang bergetar.
“Om saya minta maaf, saya enggak bermaksud buat nubruk om sampe kejengkang kaya tadi. Saya buru-buru, maafin saya.” Rumi menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya sendiri, masih dengan mata yang tertutup.
Rayyan terkekeh kecil, berniat menggoda lelaki manis yang ada di hadapannya. “Kalo saya gak mau maafin kamu bagaimana?” balas Rayyan berbisik di sebelah telinga milik Rumi.
“Y-yaudah om maunya apa?”
“Kamu tau apa yang saya mau, kamu udah cukup umur untuk paham sama konteks orang dewasa.” sumpah demi apapun rasanya Rayyan ingin tertawa kencang ketika mata yang terpejam itu langsung menyorot nyalang ke arahnya.
Setelah mengucapkan kalimat barusan, Rayyan mundur dan menyender ke arah pintu toilet.
“Om pikir saya cowok apaan, meskipun saya udah cukup umur saya gak mau lakuin itu sama orang yang enggak saya kenal. Om, asal om tau ya! saya di didik dari kecil buat tanggung jawab sama apa yang saya lakuin, dan saya tadi udah minta maaf sama om. Tapi kenapa om mintanya yang lebih dari itu, om gak punya sopan santun!” balas Rumi panjang lebar.
“Lakuin apa? saya cuman minta ganti rugi karena ice boba saya jadi tumpah gara-gara kamu. Kamu gak lihat tadi saya bawa ice boba?” balas Rayyan, berhasil membuat Rumi bungkam dan memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.
Rayyan terkekeh sebelum mendekat ke arah Rumi kembali. “Ini mah kamu yang pikirannya kotor, saya cuman mau minta ganti rugi buat ice boba saya.”
“Y-ya lagian om ini mencurigakan. Masa sampe ikutin saya ke toilet, kalo bukan mau cabulin saya terus om ngapain kesini?” sanggah Rumi tidak mau kalah.
“Nih, saya mau ngembaliin kartu mahasiswa kamu. Tadi jatuh, saya panggil-panggil kamunya enggak nengok. Yaudah saya ikutin saja, siapa tahu ini penting kan.”
Rayyan menyerahkan kartu mahasiswa milik Rumi, membuat Rumi kembali malu atas apa yang sudah ia ucapkan tadi. Mungkin ini adalah hari tersialnya, bagaimana bisa ia malah membuat malu dirinya sendiri dengan menuduh orang yang ingin berbuat baik padanya. Justru, dirinyalah yang harusnya di maki-maki oleh pria di hadapannya karena sudah membuat dia terjerembab mencium lantai mall di keadaan sedang banyak orang.
“O-oh. Makasih om, maaf karena udah salah sangka.” Rumi mengambil kartu miliknya ragu-ragu, malu juga sebenarnya.
Rayyan kembali mendekat ke arah Rumi, mulai mengukung tubuh yang lebih mungil darinya itu di antara kedua lengan kekarnya. “Gak apa-apa, tapi kalo tawaran kamu untuk yang tadi masih berlaku. Saya gak nolak sih.”
Rumi yang sudah mulai tenang kini langsung menoleh terkejut atas apa yang pria di hadapannya ini katakan. Ketika dirinya akan membalas perkataan pria tadi, tiba-tiba sebuah suara terdengar memanggil-manggil namanya dari luar bilik toilet, itu suara kedua calon kakak iparnya.
Rayyan terus memperhatikan Rumi yang mulai panik dan bergerak gelisah dalam kukungannya “Itu kakak kamu ya?”
“Mau tau banget nih om-om satu, gak usah kepo deh kita enggak kenal.” balas Rumi jutek.
“Awas deh om, saya mau keluar udah di cariin juga takutnya mereka mikir aku udah pulang duluan!” Rumi mencoba menggeser tubuh tinggi Rayyan dari depan pintu, namun seolah belum puas menggodanya, Rayyan malah menyilangkan tangannya sambil tersenyum manis.
“Boleh, tapi syaratnya kamu ciuman dulu sama saya.”
“Wah! om udah gila ya? dasar cabul! Awas!” dengan sekuat tenaga akhirnya Rumi berhasil menggeser tubuh Rayyan, membuatnya bisa langsung keluar dari sana.
Rayyan terkekeh geli ketika melihat Rumi memeletkan lidahnya sebelum berbelok menuju pintu keluar toilet. Rayyan merogoh saku jas kantornya untuk mengambil benda pipih yang ada di dalam sana, ingin menanyakan sesuatu pada sang Mommy.
Saat sudah keluar, Rumi bisa melihat Dipta dan Reksa yang mondar-mandir gelisah. Keduanya terus mencoba memanggil Rumi dengan suara lantang, sempat juga Reksa memberikan sebuah ide untuk melaporkan Rumi ke pusat informasi. Namun, di larang Dipta karena takut-takut anaknya akan malu jika namanya di umumkan secara nyaring di mall.
“Kakak....” Rumi berlari pelan ke arah Reksa dan Dipta yang akan pergi dari depan toilet.
Keduanya menoleh secara bersamaan, mereka melihat adik dari pacarnya berlari kecil dengan penuh keringat. Keduanya bertatapan sebentar sebelum mencecar sang calon adik ipar.
“Kamu ini nyelesain panggilan alam atau malah ngapain sih? lama banget dek astaga untung belum kita laporin ke pusat informasi gara-gara ada anak umur dua puluh tahun hilang di mall.” ucap Reksa membuat Rumi mencebikan bibirnya.
“Tadi tuh aku ada urusan sebentar sama orang, makannya agak lama.”
Reksa dan Dipta menyernyit heran, untuk apa menyelesaikan urusan di dalam toilet? kenapa tidak di tempat lain seperti tempat minum, atau makan? namun keduanya tidak ambil pusing dan memilih melupakan semua hal yang mengganjal.
“Gue pikir lo kabur dek.” ujar Dipta, ucapan Dipta membuat Rumi menyernyit heran.
“Kabur? kenapa juga aku harus kabur? emangnya kita mau ngapain? cuman mau shoping doang kan?”
“Iya shoping doang kok, yuk kita shoping sekarang!” balas Reksa dengan semangat.
Diam-diam Dipta menghela nafas lega, hampir saja rencananya akan terbongkar. Rumi berteriak antusias ketika acara shopingnya akan di mulai, namun ketika ia asyik merencanakan apa saja barang yang harus ia beli bersama Dipta dan juga Reksa, bertepatan pada saat itu Rayyan keluar sambil tersenyum. Senyuman yang menurut Rumi sangat mengerikan, lantas dengan terburu-buru ia menarik lengan Reksa dan Dipta secara bersamaan.
“Astaga iya pelan-pelan aja dek kamu ini, tokonya enggak bakalan lari kalo kita telat semenit doang!” ujar Reksa sambil berusaha mengikuti langkah Rumi yang semakin cepat.
“Astaga Thay, santai aja napa sih. Orang tokonya tutup sampe malem, astaga Rumi!” Dipta terseok-seok ketika Rumi malah membawanya berlari, sungguh ia heran dengan calon adik iparnya ini.
“Ayo kak buruan, ada orang mesum!”
“Hah, di mana?”
“Itu ayo buruan kakak ih!”